"Annya...."
"Iya kenapa Al?"
"Ehmmm, lo ada biodata pengurus osis angkatan tahun lalukan?"
"Iya ada, kenapa?"
"Gue boleh minta biodata Olivia wakil sekertaris angkatan tahun lalu."
"Buat apa?"
"Gue suka dia."
.
.
.
.
.
"Lo tau gak Al, ada yang confe...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Happy Reading♡
-------------------------- Seperti yang dikatakan Ali sewaktu liburan beberapa hari yang lalu. Tepat di hari sabtu ini Vannya sudah di sibukan dengan memilih baju untuk acara mala mini. Entahlah, pada hal ia sudah berjanji untuk tidak berperilaku bodoh lagi dengan terperangkap dalam pesona Ali.
Visual yang dimiliki Ali memang bukan lah seperti gambaran lelaki yang sering Vannya baca dalam novel. Dimana biasanya dalam novel lelaki atau pemeran utamanya akan digambarkan sangat tampat yang kadang membuat Vannya bertanya apakah ada orang setampan itu sesuai gambaran yang ada di novel.
Ali hanya anak remaja pada umunnya yang memiliki tinggi sekitar 178 cm, dengan kulit berwarna sawo matang dan juga tubuh yang profosional untuk anak seumurannya serta sangat pas untuk tingginya. Ali juga bukan tipekal orang yang sangat terkenal sampai semua anggkatan bisa mengenalnya, bisa di bilang kepopuleran Ali baru saja dimulai semenjak ia menajukan diri menjadi ketua Osis beberapa bulan lalu.
Dengan majunya Ali sebagai calon ketua Osis membuka identitas aslinya sebagai salah satu anak guru, dan masih banyak desas desus lainnya mengenai Ali yang bisa sampai mempunyai suaran hampir seimbang dengan Tama saat menyalonkan diri pada hal Ali bukan lah orang yang terkenal di lingkungan sekolah.
“Tau ah, gue capek perasaan gak ada baju yang cocok,” Vannya yang tampak frustasi sambil melihat kamarnya yang sudah seperti kapal pecah.
“Kayaknya lo perna dah beli dress bareng gue yang warna hitam lengan putih itu,” ujar Aletta sambil terus memakan cemilannya.
Vannya yang sedari pagi sudah di sibukkan memilih pakaian yang akan dikenakan untuk pergi bersama Ali mala mini pun memilih menelpon Aletta untuk meminta saran mengenai pakaian yang akan dikenakan.
“Yang ini maksud lo?” Tanya Vannya sambil membawa dress yang dimaksud.
“Nah iya. Pakai itu aja.”
“Apa gak keliatan berlebihan kalau gue pakai dress, kayaknya lebih baik gue pakai stelan celana aja gak sih?” Tanya Vannya sambil menimang-nimang.
“Emang lo tau bakal di ajak ke acara formal atau sekedar jalan-jalan?”
“Gak tau sih,” Vannya menjawab sambil memperlihatkan cengirannya dan menggaruk tengkuk lehernya.
“Cihhh, lebih baik berjaga-jaga pakai sedikit formal. Lagi pula Ali gak mungkin juga bawa lo ke sekedar jalan-jalan kalau dia punya pacar.”
“Tapi Ta, gue masih penasaran dah kenapa Ali ngajak gue keluar pada hal tuh orang kan punya pacar?”
“Kenapa gak pertanyaan itu yang keluar dari mulut lo waktu pertama kali di ajak keluar. Ini malah udah di hari H lo baru berpikir ke situ. Udah mendingan sekarang lo siap-siap ini udah udah jam 5 takutnya gak keburu.”
“Ehhh, bentar-bentar jangan dimatikan. Gue mau tanya lagi, ini cocokan pakai sepatu atau heels?”
Aletta yang mendapatkan pertanyaan itu hanya menghelah napas melihat kepolosan sang teman.
“ Lo kayak anak SMP pertama kali keluar rumah sampek outfit buat keluar malam minggu aja gak tau,” Aletta yang terlihat frustasi menanggapi sang teman.
“Tinggal jawab apa susahnya coba.”
“Gini, kalau lo pakai sepatu putih itu coconya ke acara santai, tapi masalahnya lo sendiri gak tau bakalan di ajak ke acara gimana, mending di padui sama sandal lo yang terlihat simple aja biar kesannya gak terlalu formal dan juga non formal jatuhnya.”
“Oke, makasih sarannya Ta.”
“Udah, gitu doang. Ini gue udah milihin baju buat lo sampai 2 jam, balasannya Cuma ucapan terimah kasih,” Vannya yang mendengar perkataan Aletta pun menghelah nafas.