LVII

5 0 0
                                    

Fla tersentak kaget ketika Reyhan memeluknya di jalanan sepi itu. Dadanya bergemuruh dan pikirannya berkabut. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya selain menangis. Ia menangis di dalam pelukan Reyhan untuk banyak alasan.

Pertama, ia menangis karena sesungguhnya ia sudah lelah. Orang yang pernah ia sukai dengan sungguh-sungguh hanya Reyhan, dan ketika Reyhan pergi ia menyukai Haikal. Tapi pemuda itu pun sekali lagi mengecewakannya. Dan kini kembarannya ikut-ikutan memiliki masa lalu yang terasa terlalu aneh dan rumit. Ia benar-benar merasa kalau ini adalah kutukannya.

Kedua, ia dipeluk Reyhan. Tidak seharusnya ia nyaman berada dalam pelukan Reyhan setelah mereka putus selama hampir setaun. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ia memang butuh menangis. Pelukan Reyhan membuat pertahannya runtuh. Dulu, ia selalu dimanjakan oleh Reyhan seakan-akan dia adalah gadis satu-satunya di dunia. Sampai-sampai ia takut kehilangan Reyhan. Takut yang berlebihan yang ia sadari telah menghancurkan hubungannya dengan Reyhan.

"Aku cape kamu selalu marah sama aku kalau aku punya temen cewek. Aku cape kamu selalu nunggu aku jemput. Aku cape kamu selalu larang-larang aku untuk kumpul sana-sini , aku cape kamu cekin terus ada siapa aja di sekitar aku. Aku cape kamu selalu pingin ketemu. Kita enggak hidup di dalem gelembung sabun berdua doang, La. Kita hidup sama orang lain juga."

Fla segera melepaskan Reyhan. Ia tidak boleh lagi bergantung pada Reyhan, atau pada siapa pun. Ia menghapus air matanya dan terdiam menunduk. Hatinya semakin kacau ketika ia teringat lagi ke memori sore itu, di dalam mobil Reyhan. Ketika Reyhan tiba-tiba meluapkan seluruh amarahnya dan menyebutkan semua sikap Fla yang membuatnya jengah setelah lima tahun.

"Kenapa kamu baru ngomong sekarang? Kamu gak pernah protes selama ini. Kamu kan selalu jemput aku, aku gak tahu kamu gak suka..."

"Kalau aku gak suka buat apa aku jemput kamu? Jangan malah jadi seakan-akan aku yang salah, La!"

"Terus kalau suka kenapa sekarang kamu gini?"

"Aku cape. Kadang kamu bisa, kan, nyamperin aku? Gantian."

"Iya kenapa gak bilang?"

"Soalnya kamu pasti marah! Kamu selalu marah! Semuanya salah aku!"

Fla tersenyum kaku sambil melanjutkan perjalanannya. Ia ingin segera kembali ke tempat bimbel. Semakin lama ada bersama Reyhan akhir-akhir ini entah kenapa malah menyesakkan. Memori yang datang tidak hanya memori yang membuatnya merindukan Reyhan pada masa itu, tapi juga memori sakit ketika sore itu Reyhan meminta untuk pergi.

"Flaris... maaf." Reyhan menarik lengan Fla. "Aku cuma sedih kamu sedih."

"Iya, ngerti, Re." Fla melepaskan tangannya dari Reyhan dan berusaha tersenyum. "Makasih, ya. Aku gak apa-apa, kok. Yuk, balik. Kita masih harus beresin minimal satu karya hari ini, biar bisa disemprot pake fixative."

Reyhan berjalan dengan ragu di sebelah Fla yang mulai berjalan sedikit cepat.

***

"Aku bikin band sama temen-temen." Reyhan melapor ketika mereka sedang belajar bersama di ruang tamu rumahnya bersama Fla.

"Oh ya? Kok... tiba-tiba?" Fla menatap Reyhan heran dan takjub. Dia kira otak pemuda di sampingnya ini hanya dipenuhi rumus fisika dan matematika juga nama-nama latin makhluk bumi.

"Kan aku les gitar," Reyhan tersenyum bangga membuat Fla mendengus geli. "Apa?"

"Kamu bilang les gitar kan cuma biar otak kanan kamu olah raga." Fla tertawa.

"Tapi aku jadi jago!" Reyhan ngotot. "Jadi waktu tes seni musik kemarin temen aku ngajakin ngeband."

"Ya ampuuun, pacalku keleeennn!" Fla mengusap-usap kepala Reyhan yang tersenyum makin lebar dengan dagu terangkat makin tinggi.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now