VI

36 0 0
                                    

"Yakin dia bukan ngajak ngedate?" suara Cita terdengar ragu-ragu dari layar laptop Fla.

Malam itu Fla, Cita dan Wia mengadakan konferensi video-call guna mendiskusikan tugas sekolah yang dikarang-karang, cuma biar bisa memakai jatah laptopnya lebih lama. Padahal sesungguhnya Fla cuma mau curhat karena Haikal mengajaknya nonton besok, hari Sabtu, sekalian ke cafe.

"Palingan mau curhat tentang Andah, kan?" tanya Fla menatap Cita dan Wia, seakan-akan meyakinkan kedua sahabatnya padahal dia hanya ingin dirinya sendiri yakin jalan-jalan besok bukan apa-apa.

"Menurut aku mah, ya, mau dia curhat atau engga gak masalah." Wia akhirnya menyahut setelah mereka melarikan mata ke kiri dan kanan berusaha mikir. "Secara teknis kan mereka putus, kan?"

"I... ya, sih! Haikal ceritanya mereka udah putus. Tapi kan Haikal mau berusaha balik lagi sama dia?" Fla menopangkan dagunya di atas lutut.

"Tapi kan mereka sekarang gak ada hubungan apa-apa. Dan kamu sama Andah udah gak sedeket dulu. Ketemu papasan aja cuma senyum doang!" Cita mendukung teori Wia. "Engga ada kode etik pertemanan yang dilanggar kalau kalian gak sedeket itu, kan?"

Mereka bertiga manggut-manggut. Fla juga dalam hati mengiyakan teori tersebut. Tapi tetap saja, dia merasa masih teman Andah. Mereka jarang bicara cuma karena beda kelas, beda ekskul, beda jurusan. Tapi waktu mereka dulu mengisi acara bersama saat perpisahan kakak kelas mereka bisa dibilang sangat dekat.

"Udah, Fla! Gak usah overthingking! Sekarang, sih, masalahnya ada di kamu. Kamu mau gak pergi sama Haikal dengan atau tanpa alasan terselubung?" Wia melambaikan tangan depan kamera untuk menyadarkan Fla yang melamun.

"Ha? Maksudnya?" Fla membelalakan matanya.

"Kalau dia ada maksud deketin kamu, kamu mau gak pergi sama dia? Yang artinya kamu berarti mau dideketin sama dia. Atau kalau pun dia engga ada maksud deketin kamu, kamu mau pergi sama dia? Yang artinya mungkin dia cuma pingin aja temenan deket sama kamu." Jabar Wia.

Fla menghela napas dan berpikir lumayan lama.

"Aku suka temenan sama dia. Anaknya baik, sih. Gak aneh-aneh. Dan aku perhatiin juga dia baiknya engga pilih-pilih, semua orang diramahin." Fla mengangkat bahu.

"Jadi? Kamu mau anggap dia deketin apa engga?" tanya Wia sambil mengangkat-angkat alisnya dengan genit.

"Engga. Ge-er banget! Gak mungkin dia deketin aku, sih..." Fla bicara mengawang.

"BOHONG SIAH! Kalau dari awal gak mikir apa-apa ngapain lu ampe ngajakin kita video-call?!" Cita ngamuk dan langsung terbahak-bahak.

"Ecieeee cieeee, Fla mulai ngeceeeeng!!" Wia ikutan terbahak-bahak karena amukan Cita.

"Engga siah, ih!" Fla tertawa sambil mengibas-kibaskan tangan di depan muka. "Kan bisi aja gitu si Andah ngambek..."

"Euweuh (gak ada), Fla! Kamu ge-er sebenernya!" Kedua sahabatnya tertawa-tawa senang membuat Fla merengek sebal.

"Heh! Di sini aku berusaha gak mikir aneh-aneh, ya! Malah digini-gini!" Fla marah-marah bohongan dan suara-suara keras mereka bertiga membuat ibu Fla meneriakinya agar segera tidur. Akhirnya mereka bertiga menenangkan diri menghilangkan tawa.

"Geus (udah), case closed. Gak usah mikir apa-apa, gak usah mikirin Andah. Kamu mau gak jalan ama dia, itu aja sih gampangnya." Cita menutup diskusi malam itu dan Fla malah semakin berdebar hatinya.

Sejak Haikal selalu menempel padanya, dia memang tidak ada perasaan apa-apa. Tapi ketika Cita dan Wia memberikan ide 'Gimana Kalau Haikal PDKT' Fla malah kepikiran terus. Ide buruk curhat sama Cita dan Wia, mereka malah memunculkan perasaan yang tadinya tidak ada.

Atau ada tapi tidak disadari?

***

"Hei."

Haikal tersenyum sambil menegakkan tubuhnya yang tadinya bersandar di pilar teras rumah Fla. Hatinya langsung  menderu-deru. Baru kali ini Fla sadar kalau Haikal itu ganteng. Kaos polos putih, jaket bomber hitam, celana hitam dan walau pun dia hanya memakai sepatu sekolahnya yang biasa, dia terlihat sangat keren.

"Gak lama, kan?" Fla tersenyum sambil meraih helm yang diulurkan Haikal.

"Baru nyampe juga, kok."

Mereka berjalan menuju motor Haikal yang diparkir di depan pagar rumah Fla. Atas saran Cita dan Wia, hari itu Fla memakai boyfriend-jeans yang digulung dengan sepatu kets dan kaos putih serta sweater big-size warna pink pucat. Kata mereka jangan sampai terlihat ngarep tapi jangan gembel banget juga. Untung Fla mendengarkan saran mereka. Kalau tidak, dia pasti pakai jeans belel kebangsaan dan kaos oblong lalu sweater hoody yang biasa dia pakai ke sekolah.

Haikal menoleh ke belakang dan Fla baru sadar dari tadi mereka belum jalan.

"Apa?" tanya Fla, berusaha tidak menatap mata di balik helm yang kacanya belum ditutup.

"Kok diem aja sih?" tanya Haikal.

"Lha? Kan kamu yang nyetir." Fla tertawa heran.

"Mau jatuh?" Haikal tertawa sambil meraih kedua tangan Fla dan melingkarkannya di pinggangnya dengan santai. "Yang kenceng pegangnya, aku takut kamu terbang di jalan."

Duuh.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now