LI

4 0 0
                                    

Setahun yang lalu...

"Kamu jemput aku jam berapa?" Fla berkata dengan riang di telepon saat istirahat siang Reyhan meneleponnya untuk janjian kencan.

"Harus aku jemput ya?" Reyhan mengernyitkan keningnya. Ia lelah. Tempat kencan mereka lebih dekat dengan sekolah Reyhan. Kalau ia harus menjemput Fla artinya ia harus bolak-balik. Sudah hampir setahun, sejak ia bisa mengendarai mobil ke sekolah, ia melakukan ritual itu. Dan ternyata lama-kelamaan ia lelah.

"Lho? Emang mobil kamu kenapa?" Fla bertanya heran.

"Maksudnya, kan lebih baik kamu yang ke sini. Biar gak bolak balik." Reyhan menjawab agak sebal. Dan keheningan di seberang telepon membuatnya mengurut keningnya dengan gemas. Ia salah ngomong lagi.

"Oh, kalau gak mau jalan-jalan sih, gak masalah." Fla menjawab jutek lalu sambungan terputus.

Reyhan membenamkan kepalanya di atas lipatan tangannya dengan kesal. Dengan gemas ia menggebrak-gebrak meja sampai orang-orang di sekitarnya menoleh kaget dan langsung berbisik-bisik.

"Heh! Ngamuk jangan di sini." Suara Marsha membuatnya mengangkat kepalanya. Gadis itu duduk di hadapannya sambil makan batagor dengan santai. "Kenapa, sih? Berantem lagi, ya!" Lalu tawanya menyusul.

"Kamu kalau diajak jalan-jalan, tempatnya lebih deket sama rumah si Arka, kamu minta jemput atau langsung aja janjian di lokasi?" Reyhan menunjuk Marsha dengan lemas.

"Pergi sendiri ke lokasi." Marsha menjawab cepat. "Manalah dia mau bolak-balik jemput aku."

"Nah! Logikanya gitu kan!" Reyhan kembali membenamkan wajahnya di atas meja dan mulai menggeduk-geduk kepalanya di atas meja.

"Duuuh... ya udah, jemput aja kenapa? Kan biasanya juga dijemput?" Marsha segera menghalangi kening Reyhan agar tidak mendarat di atas meja.

"Capeeeee dooooong!" Reyhan mendengus kesal.

"Ya bilang!" Marsha tertawa lagi.

"Udah. Dia nganggapnya aku gak mau kencan sama dia malah sekarang!" Reyhan mengacak rambutnya frustrasi.

Tapi walau begitu, pada akhirnya dia menjemput Fla. Hari itu mereka berkencan. Tetapi Reyhan tidak menikmatinya. Ia merasa sangat kesal. Semua yang Fla lakukan terasa menyebalkan, tetapi ia berusaha tetap tersenyum. Apalagi setiap berkencan mereka pasti harus selalu berfoto, kalau tidak senyum bisa-bisa Fla akan ngambek terus sampai pulang, sampai besok, sebelum Reyhan mengemis maaf padanya.

Kegiatan menjemput Fla untuk berkencan terus berlangsung sampai beberapa kali. Sampai akhirnya ia mengarang-ngarang cerita agar setiap hari sibuk dan tidak bisa sekali pun berkencan. Itu karena si Arka, ia selalu memerhatikan sahabatnya itu tidak pernah sama sekali mengantar jemput Marsha. Makan bayar sendiri-sendiri. Tidak usah sibuk foto-foto. Pacaran yang sangat sederhana sekali.

"Lu gak nganterin Marsha pulang?" Reyhan suatu hari bertanya ketika mereka nongkrong di sebuah warung langganan di sekitaran sekolahnya. Namanya Warung Ceu Marimar; WCM.

"Ngapain? Udah gede. Bisa sendiri." Arkan tertawa tanpa melirik lagi Marsha yang sudah berjalan menjauh menghampiri teman-temannya yang satu jurusan angkot.

"Nanti diculik mampus, lu!" celetuk Ilham sambil pura-pura menendang Arkan yang sedang sandaran di motornya.

"Dih! Dia mah jago karate. Mana ada yang berani sama dia?" Arkan tertawa terbahak-bahak. "Milih pacar tuh gitu! Yang mandiri! Jago bela diri! Biar gak usah ribet kita ngurusin, ngejagain. Simpel!"

Reyhan menatap Marsha yang naik angkot dengan teman-temannya di seberang WCM. Dan mendadak ia ingin memiliki pacar yang juga sederhana, tidak manja, tidak tergantung terus padanya.

Reyhan tersadar dari lamunannya. Ia ingat kenapa mereka putus, Reyhan lelah menghadapi Fla yang manja dan selalu ingin bersama. Bukankah itu alasannya selama ini ia mencari seseorang yang kebalikan dari Fla? Apakah itu juga alasan ia terus mengingat Fla setiap dekat dengan seseorang? Karena tanpa sadar Reyhan mencari sosok yang berbeda dari Fla?

Lalu kalau memang hanya itu, kenapa ia sangat tidak ingin Fla sakit hati? Apakah ia masih menyayangi Fla? Sebagai apa?

Reyhan pusing sendiri. Semua pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalanya, hanya karena kata 'sayang' itu hampir lepas dari mulutnya.

Way Back to YouWhere stories live. Discover now