XLIV

5 0 0
                                    

"Double date?"

Helqi melirik Fla di sebelahnya yang sedang mengerjakan PR Matematika. Mereka duduk di lantai menghadap meja tamu di ruang tamu Fla sore itu karena mereka janjian untuk belajar bersama sepulang sekolah. Sementara Fla mengerjakan PR Matematika, Helqi mengerjakan PR Fisikanya.

"Inget kan gebetannya Reyhan yang waktu itu?" Fla bicara tanpa melirik sedikit pun pada Helqi dan terus menulis di atas bukunya. "Rere ngajakin kita double date sabtu ini."

"Kamu mau? Jalan sama si cewek itu?" Helqi masih menatap Fla, berharap gadis itu menatapnya balik.

"Sebel banget ama dia?" Fla tertawa, teringat terakhir kali mereka pergi bersama.

"Emang kamu enggak? Dibayar berapa juga aku mah males ikutan." Helqi kembali dengan PRnya karena percuma, Fla tidak meliriknya sama sekali.

"Mmm... males, sih. Tapi si Rere maksa." Fla bergumam sendiri. "Aku juga heran, dia masih mau deketin si ceweknya. Siapa ya namanya? Lupa. Rina? Reni?"

"Rena," celetuk Helqi otomatis.

"Tapi palingan dia karena gak ada cadangan." Fla terkikik geli.

"Dia playboy?" Helqi kembali menatap Fla dengan heran.

Fla terdiam sejenak. Mereka bersama selama lima tahun. Tidak sekali pun Reyhan pernah menduakan cintanya. Yah, setidaknya itu yang diketahuinya. Selama lima tahun ini Reyhan tidak pernah diragukan cintanya, hanya saja Fla yang terlalu tidak percaya diri, merasa semua gadis di dunia ini pasti menyukai Reyhan dan semua gadis di dunia ini lebih menarik dari pada dirinya. Kecemburuan Fla selama lima tahun ini pada akhirnya membuat Reyhan jengah dan gerah.

"Bukan." Fla tersenyum menatap Helqi yang sekarang menatapnya seakan-akan dia gila karena mau-maunya pacaran dengan seorang playboy.

"Cowok macam apa yang cadangan gebetannya selusin?" Helqi kembali mendesak.

"Gak selusin, ih." Fla menyenggol lutut Helqi di bawah meja dengan gemas. "Cuma dia pernah cerita ngecengin beberapa cewek, sih. Tapi ada yang sebenernya paling dia suka cuma mungkin gak bisa karena gak kenal atau apa gitu. Aku lupa. Aneh emang dia sekarang."

"Yang aneh tuh, kamu, sih!" Helqi masih belum meneruskan PRnya dan masih melanjutkan menatap Fla dengan serius.

"Apa? Suka sama kamu?" Fla menjulurkan lidahnya sebal.

"Kamu kenapa masih temenan sama mantan?" Helqi menanggapi tanpa senyum.

Fla tiba-tiba merasa jantungnya hampir copot. Entah kenapa pertanyaan itu terkesan ia kini sedang selingkuh dengan gebetan lama. Jantungnya berdebar kencang sampai-sampai ia takut Helqi bisa mendengarnya.

"Karena apa ya?" Fla tertawa menutupi perasaannya yang tidak enak. "Mungkin karena perasaannya udah lurus banget, makanya bisa temenan."

"Lurus menurut kamu?" Helqi menyimpan pulpennya dan fokus menatap gadis di hadapannya yang terlihat sedikit gugup. "Belum tentu dia lurus."

"Lha, dia kan udah punya gebetan baru tandanya udah lurus." Fla menyanggah.

"Lurus menurut kamu tuh, itu?"

"Iya lah! Kalau udah punya cinta yang baru, artinya udah meninggalkan cinta yang lama."

"Meninggalkan cinta yang lama bukan berarti memorinya hilang, dong." Helqi mulai berargumen.

"Memori emang ga bisa ilang, tapi kalau memorinya udah tanpa rasa jadi cuma sekedar benda mati, pajangan. Kalau memorinya hadir dan masih ada rasa memorinya jadi benih, benda hidup, yang bisa disiram dan dipupuk lagi."

"Yang kamu yang mana?" sambar Helqi.

Yang mana...?

"Pajangan." Fla menjawab dengan suara yang paling mantap yang ia yakini bisa membuat Helqi tidak usah mempertanyakan perasaannya lagi.

Helqi menatap Fla tanpa ekspresi. Berusaha membaca wajah Fla, berusaha menemukan kebohongan di sela-sela senyumnya. Akhirnya ia meraih tangan Fla dan menciumnya lembut.

"Janji ya, cuma pajangan."

Fla tersenyum menatap Helqi dengan lembut. Setengah dirinya berharap ia tidak berbohong karena kalau memang hanya sekedar pajangan, kenapa mengingatnya begitu sakit?

Way Back to YouWhere stories live. Discover now