50 : Aku Akan Selalu Ada Untuk Kamu

112 21 3
                                    

Setelah Meen bertanya pada salah satu pelayan mengenai dimana AE sekarang, dia segera ke sana begitu. Berjalan cepat dengan wajah yang tampak berseri rupawan.

"Sekali lagi, jangan menangis." Noah memang berkata begitu, tapi manik tajamnya sendiri sudah berkaca-kaca, dia bahkan sampai harus menengadah keatas supaya air matanya tidak tumpah.

"Iya. Abang hati-hati ya..." Setelahnya panggilan pun berakhir, tinggallah sekarang AE berdiri termenung dengan sesak di dada.

Segera dia hampiri AE yang masih berdiri diam di depan jendela. Dia memasang senyum seindah mungkin untuk AE seorang.

"Ae, aku ingin hubungan kita menjadi lebih dekat lagi dari ini. Seperti Kimdan dan adek" Ucap Meen berbisik di telinga Ae seraya memeluknya dari belakang. Sengaja dia peluk dari belakang karena dia ingin memberi AE kenyamanan serta  juga ingin mengetahui masihkah ada cinta di hati AE untuk dirinya.

"Sayang ... kasih respon dong, jangan diam seperti ini." Meen semakin merapatkan tubuhnya hingga dapat merasai tubuh AE yang terasa bergetar. Meen bersyukur dia tidak marah namun kenapa tubuh AE bergetar? Apakah dia menangis? Terlebih jemari yang mencengkeram sisi jendela itu terlihat gemetar sangat jelas. Ingin sekali Meen meraih dan menggenggamnya dengan erat dan takkan dia lepaskan tetapi dia tak cukup memiliki keberanian untuk melakukannya. Sebab, berada sedekat ini saja dia sudah sangat bersyukur.

Meen takut, jika dia paksa lebih dari ini, takut hubungan mereka kembali merenggang, dan merusak tatanan rencana yang sudah dia susun rapi selama ini.

Ae memang sudah mengizinkan dia tuk mengakui dia sebagai kekasihnya namun itu hanya keputusan sepihak dari Meen. Dari Aenya sendiri belum terucap dengan jelas kalau dia mengakui Meen sebagai prianya.

Lalu Meen melepas pelukannya dan menatap AE dari arah samping. Dari jarak yang sangat dekat ini, dia mampu menyaksikan rona merah menjalar ke seluruh pipinya dengan sudut mata yang tampak berembun. Ae tak berani menoleh. Padahal Meen sangat berharap agar dia menoleh, saling tatap dan saling menyentuh.

Sayangnya, Ae tetap bergeming dalam kebisuan. Pikir Meen, mungkin terlalu dini menyampaikan keinginan lewat sentuhan-sentuhan seperti ini, sehingga membuatnya tertekan. Tapi jika memang begitu, kenapa semalam mereka bisa berakhir dengan tidur saling berpelukan? Meen dilema.

"Aku ...." Akhirnya terdengar juga suaranya walaupun menggantung.

"Kamu ... kenapa?" Tanya Meen mengejar perkataan yang belum usai. Entah kenapa, Meen ingin sekali AE memperlakukan dia lebih dari ini.

"Mungkin, tak ada salahnya jika dicoba perlahan-lahan, sesantai mungkin agar terlihat kesan alaminya." Gumam Meen dalam hati.

Meen kembali mendekatkan dirinya lebih dekat lagi, memangkas jarak diantara mereka. Tangannya mulai bergerak hendak meraih dagunya, itu berhasil sehingga sekarang mereka saling bersitatap.

"Ka-kak..." Panggilan kakak dari AE membuat Meen terpana. "Ae memanggilku ... Kakak?" Gumam dia dalam hati.

"Iya," Balas Meen lembut pada Ae yang kini netranya malah mengembum. "Ada apa dengan Ae?" Batin Meen bertanya-tanya khawatir.

"Kamu kenapa, kok nangis?" Akhirnya, buliran-buliran bening itu merembes dari kedua sudut matanya ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut Meen.

"Gak ada, aku... Cuma sakit kepala aja karena kurang tidur." Kilah dia mencoba untuk tetap tegar.

Ae berpaling seraya melepaskan tangan Meen dari dagunya dan meninggalkan tanda tanya yang butuh jawaban. Secepatnya, pergelangan tangan AE Meen tarik dan membenamkannya dalam pelukan. Di dada bidang Meen, tangisnya semakin menjadi-jadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Only You! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang