32 : Kita Bikin Romantis

84 23 4
                                    

Keesokan harinya...

Ini sabtu dan tidak ada kuliah sehingga hari ini Ae memutuskan untuk berjalan-jalan di taman dengan membawa kucing kesayangan nya namun tanpa di sangka ternyata Meem sudah standby disana dengan tatapan menggoda nya pada yang di puja. Sayang, Ae langsung melewati dia begitu saja. Seolah-olah dia tidak melihat Meen ada di sana.

"Hei, kamu mau kemana?" Meen berujar seraya menarik tangan AE, membuat yang punya tangan langsung menepisnya.

"Terserah aku mau kemana, bukan urusan senior." Jawab dia datar tanpa melihat lawan bicaranya. Ae itu seperti jinak-jinak merpati.

"Aku ikut ya, takutnya nanti kamu di culik om om genit," Meen membalasnya dengan lebih humble disertai senyum tipis menghiasi wajah tampannya.

"Iya, kan senior om-om genitnya."

What the fuck! Bagaimana mungkin dia menjadi om-om? Dia belum semua itu, baru 20 tahun.

"Aku masih muda loh yank, masak udah dibilang om-om."

"Emang udah tua. Makanya, nikah sana! Jangan ngejar-ngejar aku Mulu!" Sewot dia berusaha menjaga jarak dari Meen yang terus bisa mengimbangi langkah kakinya.

"Yaudah besok aku nikah," Jawab Meen serius untuk perkataan AE yang kasar nada bicaranya.

"Bagus." Tanggap AE malah semakin kesal, dia mencoba mempercepat langkah kakinya sambil menggendong kucing kesayangannya.

"Sama kamu tapi," Tambah Meen kini dia nyengir tanpa dosa.

"Ngimpi aja sana!" Respon AE terdengar kesal padahal kebalikannya.

"Kapan sih kamu bisa menerima cintaku, capek tau gak di cuekin mulu," Meen merengek seperti bayi kecil

"Kapan-kapan." Singkat padat dan jelas bahwa dia menolak.

"Kapan kapan ya kapan?" Tanya Meen lebih menuntut jawaban yang lebih jelas.

"Ya kapan kapan berarti nanti aja kalau aku gabut," Mudahnya dia berkata tanpa mempertimbangkan perasaan Meen.

"Kamu jahat bener... Aku di bikin bahan gabut."

"Ya gimana lagi, kan senior duluan yang jahat. Padahal dulu ngebuang aku, tapi sekarang malah di kejar. Emang senior gak malu? Kalau aku jadi senior, aku pasti malu dan sebisa mungkin tuk tak bertemu dengan orang yang sudah aku buang." Ucap AE kini memilih tuk mendudukkan dirinya di kursi taman, capek juga dia jalan-jalan mengitari taman.

Meen mendengar sambil mengusap-usap kucing AE yang terlihat nyaman dalam gendongannya mencoba meleburkan kata-kata AE tadi kedalam laut ketenangan supaya dia tidak emosi. Dia benci dan marah jika AE kembali membawa kejadian yang telah berlalu. Katanya sudah dimaafkan, tapi kenapa masih di ungkit?

"Kucing nya ngelunjak," Gumam Meen sebenarnya menyindir AE.

"Apa?" Sewot AE menatap sinis pria di sebelahnya.

"Gak, kucing nya imut," Ralat Meen masih betah mengelus kucing gendut orange itu.

Tidak ada respon dari AE, dia hanya memutar bola matanya dengan malas.

Setelahnya tidak ada yang memulai pembicaraan keduanya sibuk dengan dunia nya masing masing terutama Meen yang memilih mengajak ngobrol kucing orange itu daripada Ae yang ada di sampingnya. Padahal sejak tadi AE berharap banyak Meen akan mengajak dia berbicara.

"Njing, aku ngemis banget seperti gak ada cinta lain." Batin Meen sebenarnya ingin menyerah untuk mendapatkan AE. Terdengar helaan nafas panjang dari Meen yang membuat AE menoleh menatapnya.

"Kek punya beban hidup aja sampai menghela nafas." Ujar AE kini menjauhkan kucing gendut itu dari Meen.

"Kamu tahu gak, nahan rasa ke seseorang itu gak gampang." Cetus Meen begitu saja pada AE yang sudah pernah mengalami hal itu.

Only You! Where stories live. Discover now