43 : Awal Baru

94 18 5
                                    

Kepala Ae terasa berat, rasa pusing teramat sangat menyerang. Ingin rasanya dia membuka mata, tapi berat sekali. Dia tidak bisa bangun, entah sudah berapa lama dia tertidur di ranjang UKS kampus.

"Dia hanya kelelahan makanya dia pingsan, istirahat seharian juga sudah baikan." Jelas dokter UKS terdengar samar-samar di telinga AE.

Demi bisa melupakan Meen, AE sengaja mencari kesibukan lain dari jam belajar serta pekerjaan part time nya.

"Nanti jika dia sudah bangun, jangan lupa berikan dia vitamin. Tapi sebelum itu, pastikan dia makan siang dulu." Tambahnya pada pria tinggi dihadapannya ini. Pria tinggi itu hanya mengangguk ringan.

"Kalau begitu ibuk tinggal ya, kamu juga, jangan lupa makan siang. Boleh mencemaskan seseorang, tapi diri sendiri jangan lupa diperhatikan. Ingat, akhir pekan ini kamu ada pertandingan basket antar kampus."

Lagi-lagi pria tinggi itu mengangguk, detik berikutnya pintu tertutup. Tak berselang lama, terdengar suara pintu terbuka.

"Ini makanan untukmu dan ini untuk AE." Kimmon datang bersama Joong.

Suara-suara sumbang mereka masih terdengar di telinga Ae. Meski matanya belum bisa terbuka, dia masih bisa mendengar obrolan mereka.

Beberapa saat kemudian, AE merasa seseorang mengoles sesuatu di bawah hidung mancungnya, juga di atas matanya. Seketika itu juga aroma minyak penghangat menusuk ke indra penciumannya, membuat keinginan untuk membuka mata semakin kuat. Perlahan dia gerakkan kelopak matanya, mulanya terasa berat, tapi lama kelamaan menjadi ringan hingga akhirnya dia berhasil membuka mata.

"Meen, AE sudah bangun!" Seru Kimmon tidak perlu berteriak sebab Meen tepat di sebelahnya. Jadi awak jika sekarang Joong dan Meen menatapnya dengan aneh.

"Sudah, kamu jangan banyak gerak dulu," Larang Meen ketika AE berusaha bangun.

"Ini teh hangatnya diminum dulu, Ae." Titah Joong sambil menyodorkan segelas teh hangat, pria yang telah mengoleskan minya angin pada AE tadi.

Gelas itu ada sedotannya supaya AE lebih mudah untuk meminumnya. Sementara Meen sedang mengambil sekotak makanan untuk AE.

Seketika lidah AE kelu saat melihat Meen, dia memilih diam, berusaha menahan gejolak emosi yang siap membuncah di dada ini. Waktu tiga bulan itu tidak cukup bagi dia untuk melupakan Meen.

"Kalau begitu kami tinggal ya Meen, jika ada apa-apa, segera hubungi kami." Pemilik suara ini Joong.

Meen mengangguk ringan pada temannya yang sudah sampai di ambang pintu.

"Ayo makan dulu, setelah itu minum obat!" Titah Meen sembari menyodorkan sesendok nasi goreng ayam pada AE.

Ae melengah sambil meremat kuat-kuat kain selimut yang menutupi tubuh bawahnya. Enggan dia menatap Meen.

"Aku tahu aku salah, oleh karena itu kamu boleh marah sepuasnya. Tapi tolong sudahi perlakuan mu yang seperti ini padaku apalagi sampai pergi dari hidupku." Lirih Meen dengan mata yang terasa panas, dia duduk lemah di samping ranjang AE. Di tangannya masih ada sekotak nasi goreng ayam dia genggam erat kontaknya.

Degh...
Dada AE berdebar perih.
Ada kerinduan dan juga kemarahan. Dia tertegun, lantas dia berkata. "Aku bisa makan sendiri."

Meen mengangguk mengalah, yang penting AE mau makan.

Selagi melihat AE makan, Meen juga makan. Hanya saja dia makan nasi basil pedas.

Tidak ada pembicaraan selama 5 menit, keduanya saling sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Senior."

"Iya!" Sahut Meen segera menoleh pada AE, "Apa kamu mau minum?" Dia pikir AE mau minum.

Ae mengangguk ringan, tubuhnya belum begitu fit, masih pusing.

Only You! Where stories live. Discover now