12 : Video Call

187 47 25
                                    

"Kenapa sih Nak, wajahnya cemberut gitu? Putra mama jadi jelek kalau begitu," Kata Nyonya Aunchananun kepada Ping putra semata wayangnya. Ada Joong sih, tapi bukan dia yang melahirkan Joong.

"Aku kesal mama..." Ucapnya manja kepada nyonya Aunchananun yang sedang membelai surai coklatnya.

"Kesel kenapa nak? Apa yang membuat putra kesayangan mama kesal, hembn?"

"Aku jelek ya ma?"

Nyonya Aunchananun segera menggeleng, "Kalau begitu kenapa Abang Meen tidak tertarik denganku?" Adu dia kepada nyonya Aunchananun berharap nyonya Aunchananun bisa memberi solusi.

"Mungkin dia straight?" Jawab dia positif thinking.

"Kalau dia straight kenapa dia tertarik dengan Ae mama?" Sanggah Ping membuat nyonya Aunchananun segera berpikir untuk mengartikan perkataan Ping.

"Kamu yakin dia menyukai pria yang bernama Ae? Bisa jadi pria itu hanya dia jadikan untuk mainan," Tukas dia kemudian mengecup sayang kening putranya yang masih berwajah cemberut. Mereka duduk di lantai berkarpet yang bersandar ke ranjang king size Ping. Seharusnya sebagai orang tua bukan begini perkataannya, atau rasa sayangnya yang kelewat overdosis.

"Kalau memang tuk dia jadikan mainan, kenapa dia mengatakan di hadapan orang banyak kalau dia itu miliknya ma?"

Nyonya Aunchananun menghela nafas, "Sayang, selagi janji suci belum terikat ikatan pernikahan, maka kamu pun masih bisa merebutnya. Bahkan sekalipun mereka sudah menikah, kamu masih bisa merebutnya!" Dia bicara begini karena dia berhasil merebut semua rasa, kasih serta cinta suaminya tanpa sisa. Bahkan membagi kasih sayang anakpun, suaminya lebih condong kepada putranya sedangkan putra dari istri pertamanya dia sisihkan.

"Begitu ya ma?"

Kali ini nyonya Aunchananun mengangguk tersenyum.

"Sabar dan tetaplah berusaha untuk mendapatkan dia. Cepat atau lambat, dia pasti akan mencintaimu. Di dunia ini, tidak ada usaha yang mengkhianati hasil," Katanya lagi membuat Ping semakin bersemangat untuk mendapatkan Meen.

"Jangan lupa, lakukan dengan cara yang cantik, sehingga dia tidak sadar dan tahu-tahunya dia sudah bertekuk lutut dalam dekapan mu!"

"Siap mah! Tapi mama bantu juga yah!" Sahut Ping semangat dan dibalas kesanggupan oleh nyonya Aunchananun.

Sementara itu di sini, Joong sedang curhat dengan Saint dan Ja.

"Udah, sabar... Mana ada di dunia ini orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Aku yakin, papa mu pasti menyayangimu seperti dia menyayangi adikmu. Hanya saja caranya berbeda," Nasehat Saint di setujui oleh Ja.

Joong berdecak kesal, "Kalau papa memang sayang sama aku, gak mungkin dia menatapku dengan sinis serta membanding-bandingkan aku dengan Ping. Bilang aku gak bergunalah, gak becus menjadi kakaklah, ku yang irilah dan sebagainya. Seolah-olah aku ini manusia paling buruk di dunia ini. Terkadang aku merasa kalau aku ini bukan anak kandungnya. Soalnya serasa anak tiri!" Cerita Joong tak biasanya dia emosional. Matanya bahkan berkaca-kaca oleh air mata yang tertahan.

"Ya anak kandunglah, kamu saja sangat mirip dengan papamu! Udah... Gak usah pikir yang enggak-enggak dengan papamu sendiri. Jika dia tidak sayang sama kamu, mana mungkin dia masih menyekolahkan mu, memberimu uang saku dan masih mengizinkan kamu tinggal di rumahnya!" Jelas Ja panjang kali lebar, dia berharap kata-kata ini bisa membuat Joong semangat dan berpikir positif.

"Entahlah," Tanggap Joong lemah, dia ingin menitikkan air matanya. Rasanya dia tidak kuat lagi, dia ingin menyerah, sangat.

"Sekalipun orang tuamu tidak menyayangimu, kamu masih punya kami!" Timpal Saint kini sudah merangkul pundak Joong, Joong mengangguk. "Terima kasih!" Ucap Joong kini mengusap kasar air matanya. Dia percaya Saint dan Ja tidak akan meninggalkan dia, buktinya biaya hidupnya pernah ditanggung oleh Saint dan Ja pada saat dia dihukum oleh orang tuanya selama 3 bulan. Hanya Saint dan Ja yang mengetahui luka Joong. Maklum, mereka sudah lama berteman.

Only You! Where stories live. Discover now