29

1K 69 3
                                    

Arnanda baru saja akan masuk ke dalam gerbang rumahnya, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti begitu melihat sebuah mobil yang tidak asing terparkir rapi di terasa rumahnya. Melirik ke sekeliling yang terlihat sepi. Arnanda kembali menatap ke arah mobil itu. Sampai seseorang keluar dari sana, membuat Arnanda tidak memiliki pilihan lain selain melangkah mendekat.

"Sepertinya, peringatan yang saya berikan padamu hanya kamu anggap angin lalu." Ervin, pria yang baru keluar dari mobil miliknya itu. Menatap Arnanda tajam. Membuat suasana di sekitar terasa mencekam.

Ervin kembali melangkah mendekat. Hingga kini jarak antara dirinya dan Arnanda begitu dekat. Lalu dia bicara dengan suara yang rendah penuh ancaman.

"Saya peringatkan sekali lagi!" Kedua matanya semakin menyorot tajam. "Jangan pernah mendekati atau bahkan berani mengusik apa yang menjadi milik saya jika tidak ingin kehilangan semua yang kamu miliki saat ini."

Ervin mundur dua langkah. "Kamu tahu, saya bahkan bisa membuatmu kehilangan semua yang kamu miliki dalam sekejab. Kamu tidak lupakan, siapa kamu di keluarga Artama?"

"Anak haram yang hadir di tengah-tengah keluarga bahagia orang lain." Senyum sinis Ervin terbit.  "Saya yakin, kamu masih memiliki kewarasan untuk tidak macam-macam apalagi sampai berbuat bodoh hingga membuat saya membuatmu kehilangan semua, kan?"

"Bersikaplah pintar sebelum saya hilang kesabaran dan membuangmu seperti keluarga papa saya yang tidak pernah menganggapmu ada di keluarga Artama."

Senyum Ervin semakin melebar saat menemukan pria di depannya hanya diam tak bergeming. Yang dia yakini jika pria itu pasti tahu apa yang ia katakan saat ini.

"Jangan bilang sekarang kakak takut jika Felicia akan pergi meninggalkan kakak sama seperti papa meninggalkan ibumu?" Ujar Arnanda, menghentikan gerakan kaki Ervin yang hendak berbalik dan pergi.

Dia segera kembali menatap Arnanda, bergerak cepat dengan tangan mencekram kerah leher Arnanda erat. Nyaris mencekiknya. Tapi cengkramannya mengendur saat menemukan senyum puas pria di depannya itu. Yang seketika membuatnya melepaskan cengkraman tangannya.

Ervin menarik sudut bibirnya jengah. "Menyedihkan."

Senyum puas Arnanda surut.

"Haruskah saya benar-benar kasihan padamu? Demi mendapatkan semua yang kamu inginkan, kamu bahkan bersikap begitu rendah."

Ervin membenarkan letak jasnya, bersikap seolah-olah jasnya telah kusut saat ini. "Tidak salah jika kamu terlahir dari wanita murahan dan ren-" Ucapan Ervin terhenti begitu jasnya ditarik kasar. Dicengkram kuat dan erat.

"Tutup mulutmu jika tidak ingin aku membunuhmu, Ervin!"

"Kenapa? Bukankah apa yang saya katakan benar?"

"Kamu dan ibumu itu yang menyedihkan dan selamanya semua orang akan berpikir begitu. Lahir dari rahim wanita yang tergila-gila pada pria yang sama sekali tidak mencintainya seumur hidupnya. Dan lebih parahnya, dia bahkan-"

Bugh.

Satu bogeman mentah melayang pada rahang Arnanda, membuat dia mengerang dan tersungkur di atas tanah. Seakan tak memberikan kesempatakan pada adik tirinya itu, Ervin bahkan menarik kerah kaosnya. Memaksanya untuk bangkit dan sekali lagi melayangkan bogeman mentah. Di susul pukulan-demi pukulan hingga kini, dua orang yang memiliki nama belakang itu, saling baku hantam.

Saling memukul dan hendak menjatuhkan. Sampai beberapa pria berpakaian serba hitam datang tergopoh-gopoh. Berusaha melerai juga memisahkan dua orang yang masih tampak sulit di lerah. Ada amarah juga aura permusuhan yang begitu nyata. Yang terlihat jelas keluar dari dua orang itu.

Hanya Tentang WaktuWhere stories live. Discover now