16

1K 59 0
                                    

Felicia tidak tahu seberapa kaya pria yang berstatus suaminya itu, yang kini duduk di sampingnya. Namun begitu mereka pergi ke bandara, hendak melakukan penerbangan untuk pergi ke bali. Felicia tahu jika pria di sampingnya mungkin bukan pria biasa. Terbukti dari mereka bahkan menggunakan jet pribadi untuk melakukan penerbangan itu.

Felicia syok? Tentu saja. Kedua orangtuanya bahkan tidak menjelaskan apa pun padanya tentang pria yang saat ini menjadi suaminya itu. Saat dia mencari tahu pun, Felicia malah salah orang. Tentu saja dia tidak tahu tentang pria di sampingnya ini.

Dan sekarang, berangsur-angsur dia tahu siapa pria itu. Yang ternyata memiliki banyak rahasia.

Mereka tiba di Bali. Di sebuah villa mewah dengan pemandangan yang 'menabjubkan.' begitu menurut Felicia. Dia bahkan sudah dibuat terpana begitu mereka baru masuk di halaman Villa. Tempat itu benar-benar mewah dan wah.

"Dengar," Felicia menoleh mendengar suara pria di sampingnya. Yang selama perjalanan hanya diam tanpa mengeluarkan suaranya. Baru kali ini pria itu berbicara dan menatap ke arahnya.

"Jangan katakan apa pun! Cukup diam dan biarkan aku yang bicara!"

Wah, lihat. Pria itu bahkan kembali menggunakan kata 'aku' saat ini. Membuat Felicia berdecak dalam hati. Selama pernikahan mereka yang nyaris satu bulan pria itu bahkan tak pernah memperlakukannya dengan baik. Dan sekarang, pria itu bahkan menggunakan 'aku-kamu' lengkap dengan ekspresi lebih manusiawi.

"Felicia, kamu dengar?!"

Felicia hanya bergumam dan mengangguk. Memilih mengalah ketimbang memperpanjang masalah.

Mereka turun dari mobil-dengan hal yang lagi-lagi membuat Felicia takjub. Di mana seorang Ervin bahkan mau repot-repot membukakan pintu untuknya. Tidak lupa, pria itu bahkan mengulurkan tangan padanya. Felicia menerimanya dengan senang hati. Membiarkan tangannya berada dalam genggaman tangan pria itu dan berjalan berdampingan.

"Kakekmu tinggal di sini?"

"Hmm,"

Belum sempat Felicia kembali melempar pertanyaan, seseorang melangkah terburu keluar dari villa. Sempat berhenti dan menunduk sopan ke arah mereka. Yang berhasil membuat Felicia melirik ke arah pria di sampingnya.

"Tuan Anjas menunggu anda di ruang kerjanya, Tuan Ervin."

"Kakek sudah tahu jika hari ini aku datang?"

"Beliau bahkan sudah menunggu anda sejak tadi,"

Ervin berdecak. Menoleh ke arah Felicia dan. "Kita masuk." Ajaknya. Kembali meneruskan langkahnya.

Felicia mengikuti langkah Ervin yang lebar, padahal pria itu berjalan dengan langkah santainya. Namun entah mengapa Felicia sulit untuk menyamai langkahnya. Mereka tiba di sebuah ruangan yang Felicia yakini adalah ruangan kakek Ervin. Yang bernama siapa, tadi? Tuan Anjas?

"Kalian akan terus berdiri di sana?!" Terdengar suara tak bersahabat dari dalam. Yang diam-diam membuat Felicia mengeratkan genggamannya pada tangan Ervin.

Begitu masuk, Felicia langsung dihadapkan dengan ruangan yang terasa dingin, sepi juga langsung menghadap ke arah pantai. Deburan omva bahkan bisa ia lihat dari balik dinding kaca di depan sana.

"Kek?" Sapaan Ervin berhasil membuat Felicia menoleh, mengedarkan pandangannya hingga jatuh pada seorang pria tua yang duduk di sofa. Melipat kedua tangannya di dada dengan pandangn tidak lepas dari Felicia juga Ervin. Menatapnya dengan pandangan tidak bersahabat.

Menoleh ke arah Ervin, dia temukan ekor mata pria itu yang sempat melirik ke arahnya. Membuat Felicia pada akhirnya melepaskan genggaman tangan pria di sampingnya. Membuat pria itu menoleh ke arahnya. Masih tak menemukan pergerakan apa pun dari pria di sampingnya. Felicia sempat berdecak dalam hati.

Hanya Tentang WaktuWhere stories live. Discover now