23

975 47 0
                                    

Ervin sulit mengalihkan pandangannya, terutama ketika melihat apa yang wanita di depannya itu kenakan.

Ada deheman canggung yang keluar dari bibir Felicia sebelum wanita itu melangkah ke arah ranjang di mana ada Ervin yang kini duduk di sana. Bersandar dan seketika memalingkan wajahnya begitu Felicia melangkah ke arah ranjang.

"Kamu akan tidur dengan pakaian seperti itu?" Ervin tidak peduli dengan apa yang wanita itu kenakan. Seharusnya begitu, kan? Tapi apa ini? Melihat wanita di sampingnya hanya menggunakan jubah mandi. Yang panjangnya bahkan tidak lebih dari sebatas lutut. Mendadak membuatnya merasa gerah.

Apa tidak ada pakaian lain yang bisa wanita itu gunakan selain jubah mandi itu? Dan, dia yakin jika dibalik jubah itu, wanita itu langsung menggunakan dalaman. Memikirkan itu, mendadak Ervin merasa tenggorokannya panas. Seperti ada sesuatu yang terasa mencekiknya juga menekan lehernya hingga dia kesulitan bernafas.

"Ini terasa hangat. Aku yakin udara di sini pasti akan sangat dingin besok."

"Aku yakin tadi asisten kakek memberikanmu pakaian ganti. Apa-"

"Aku akan tidur sekarang. Bisa tolong matikan lampunya? Aku tidak bisa tidur dalam keadaan terang seperti ini."

Mulut Ervin seketika terkatup. Dia menghela nafas sebelum mengulurkan tangan dan melakukan apa yang wanita di sampingnya minta. Mematikan lampu utama dan hanya menyisahkan lampu tidur.

Felicia tidur miring, memunggungi Ervin yang sama sekali tidak berani ia tatap kedua matanya. Yang mendadak membuat dia takut. Tapi entah apa yang ia takutkan. Hanya saja, jantungnya berdebar dua kali lipat dari biasanya. Membuat dia takut jika pria di belakangnya akan mendengar detak jantungnya.

Sampai beberapa menit berlalu, tak merasakan pergerakan apa pun. Mau tidak mau membuat Felicia merasa lega. Hingga kantuk benar-benar merenggut kesadarannya hingga kini kedua matanya terpejam dengan eratnya.

Sentuhan lembut di pipinya, disusul teguran seseorang yang berkali-kali menyebut namanya membuat Felicia membuka matanya. Dia terjaga dan seketika membuka lebar-lebar matanya. Terduduk dengan wajah panik. Menarik selimutnya guna memeriksa pakaian yang ia kenakan. Helaan nafas lega keluar begitu menemukan jika pakaiannya masih lengkap seperti semalam. Hingga nafas lega keluar dari bibirnya.

"Kenapa, kamu berharap terjadi sesuatu semalam?"

Felicia berdehem mendengar ucapan dari pria yang kini berdiri di samping ranjang dengan pakain yang sudah rapi dan juga tampak segar. Terlihat sekali jika pria itu baru saja selesai membersihkan diri. Melihat itu, Felicia langsung merapikan ndandanannya yang dia yakini jika saat ini pasti berantakan sekali.

"Bangunlah. Kita harus pergi sekarang."

"Jam berapa sekarang?"

Felicia mencari letak jam dinding. "Baru jam empat?" Dia tatap pria yang kini sibuk memakai jam tangannya. Menoleh ke arahnya saat mendengar pekikan tak percayanya itu.

"Aku ada pekerjaan jam tujuh nanti. Dan kita harus tiba di rumah sebelum jam tujuh."

Apa pria di depannya ini gila? Di luar bahkan terdengar hujan. Dan mereka harus pulang sekarang juga?

"Terserah kalau kamu masih ingin tinggal. Tapi, aku harus pulang sekarang."

Dengan buru-buru Felicia bangkit. Sedikit oleng karna kantuk masih benar-benar mengepung dirinya. Membuat dia menghela nafas panjang dan. "Aku akan membersihkan diri searang."

Pria itu hanya meliriknya sekilas sebelum kembali sibuk dengan kegiatannya. Membuat Felicia yang melangkah ke kamar mandi hanya bisa menggeruti kesal. Sedikit mencebik karna mereka harus pulang pagi-pagi begini. Tahu begini dia memilih pulang semalam.

Hanya Tentang WaktuWhere stories live. Discover now