9

1K 52 2
                                    

Hari pernikahan itu pun akhirnya datang juga. Dan Felicia benci ketika dia bahkan tidak bisa melakukan apa pun selain pasrah.

Disaat kedua orangtuanya begitu menggebu-gebu menyiapkan pernikahannya. Felicia bahkan hanya bisa pasrah dan juga tidak melakukan apa pun selain diam.

Terutama saat pria yang akan menikah dengannya terus mengingatkannya pada hal yang sama. Yang membuat Felicia merasa geram dan kesal.

Dan di sini lah dia. Duduk berdua dengan seorang pria yang sejak menjadi suaminya. Sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda keramahannya.

Pria itu hanya akan bersikap baik padanya ketika di depan orangtuanya atau orangtua pria itu. Sisanya, dia akan menjadi Ervin yang sinis. Datar dan bermulut pedas.

Ada saja hal yang sering pria itu ributkan dengannya.

Felicia bahkan masih ingat betul bagaimana saat pertunangan mereka saat itu. Di mana Felicia harus mendapatkan kemarahan Ervin hanya karna dia berbicara dengan saudaranya, Arnada.

Yang saat itu tentu saja sangat terkejut karna mengetahui jika yang akan menikah dengan kakaknya adalah dirinya.

Pria itu tampak diam menatapnya. Tersenyum patah dan boleh kan Felicia berpikir jika pria itu patah hati karna kabar yang baru pria itu dengar? Di mana wajah pria itu bahkan menunjukkan kesedihan yang mendalam? Boleh kah?

Dan saat itu, Ervin berubah murka padanya. Pria itu bahkan mengancam akan membuat perhitungan jika dia berani kembali mendekati saudaranya itu.

Semua itu membuat Felicia tak mengerti. Namun dia tak mengatakan apa pun sampai hari ini. Di mana pernikahan mereka berlangsung.

Bahkan saat melakukan beberapa sesi foto prewedding. Juga bertemu beberapa EO yang mengurus pernikahan mereka. Mereka hanya saling diam dan tak mengatakan apa pun.

Bersikap seolah-olah mereka dua orang asing. Tapi, bukankah mereka memang dua orang asing yang tiba-tiba harus menikah? Bedanya, Felicia tidak ingin menikah dengan pria di sampingnya. Sedang pria itu, begitu keukuh ingin menikah dengannya.

Oke, kembali pada acara mereka kali ini. Di mana kini Felicia bahkan sudah mulai merasa lelah karena harus berdiri di pelaminan dengan sepatu yang begitu menyiksa.

"Ervin?"

Pria itu hanya melirik. Sama sekali tidak mau menolah atau bahkan menanggapi ucapan Felicia.

"Bisakah kita masuk ke kamar sekarang? Aku-"

"Tidak!" Ketus Ervin. Wajah itu menolah. Menatapnya tajam. "Kita tidak akan ke mana pun sampai seluruh tamu undangan pergi."

"Jangan gila, Ervin! Aku sudah sangat-"

"Bukankah kamu sudah terbiasa berdiri berjam-jam di ruang operasi? Lalu apa bedanya dengan sekarang? Anggap saja saat ini kamu sedang berdiri di ruang operasi."

Dasar gila!

Ingin sekali Felicia memaki pria itu seperti itu. Tapi begitu menemukan kini mereka bisa saja menjadi pusat perhatian. Felicia menahan diri.

Kembali duduk di tempatnya meski dia sangat ingin memaki pria di sampingnya. Memberi pelajaran pada pria itu hingga dia jera dan sedikit memiliki hati nurani.

"Ervin?"

Felicia yang sudah mulai lelah hanya melirik tamu undangan. Yang kini menjabat tangan Ervin dengan wajah menatap wajah pria itu dengan pandangan intens.

"Selamat atas pernikahan kalian."

"Terima kasih."

"Aku tidak menyangka jika kamu benar-benar menikah, Ervin."

Ada lirikan mata yang Felicia terima. Yang sayangnya sama sekali tidak mempengaruhi Felicia saat ini. Dia bahkan lebih memilih memijit kakinya dibandingkan berdiri dan menerima ucapan selamat dari tamu undangannya itu.

Biar saja, biar wanita itu tahu jika dia sudah sangat lelah dan tak berniat berbasa-basi lebih lama.

"Baiklah. Aku akan pergi sekarang. Sekali lagi... " Ada diam beberapa saat. Lalu. "Selamat atas pernikahanmu, Ervin. Aku juga berharap untuk kebahagiaanmu dan pasanganmu." Ucapan itu terdengar bergetar.

Yang semua itu berhasil membuat Felicia mendongak. Menatap dua orang yang saling diam. Hanya beberapa saat sebelum wanita itu menunduk ke arahnya. Tersenyum tipis dan berlalu begitu saja.

Felicia sempat melirik pria di depannya. Yang kini memalingkan wajahnya dan menatap ke arah lain.

Bukan pada wanita yang tadi sempat mengucapkan selamat pada pria di sampingnya itu.

"Jangan bilang dia adalah kekasihmu?" Tanya Felicia penasaran.

Yang sayangnya hanya dibalas kediaman oleh Ervin. Pria itu bahkan kini membalik tubuhnya dan pergi begitu saja. Membuat Felicia mendengus.

Melirik seluruh tamu undangan, Felicia pada akhirnya menoleh ke arah Ervin yang kini melangkah ke arah salah satu pelayan. Meraih salah satu gelas, meminum isinya hingga tandas sebelum kembali berbalik dan melangkah ke arah Felicia.

Semua itu tidak luput dari perhatian Felicia.

"Jadi dia benar-benar kekasihmu?"

Ervin hanya diam. Duduk di samping Felicia tanpa menanggapi ucapan wanita di sampingnya itu.

"Jika dia kekasihmu. Kenapa kamu memilih menikah denganku?"

"Apa kamu bisa diam dan menutup mulutku, nona Felicia?!"

"Tidak! Aku tidak akan diam saja ketika tahu jika ternyata suamiku mencintai wanita lain."

Ervin mendengus.

"Jadi benar. Kamu mencintainya?!"

Ervin tiba-tiba bangkit. Menarik tangan Felicia. Memaksa wanita yang kini sudah tampak kelelahan untuk bangkit.

"Kita pergi sekarang!"

"Tidak. Aku-"

"Jadilah gadis penurut jika tidak ingin mempermalukan dirimu sendiri, Felicia!"

"Kau-"

"Jangan lupa di mana kita saat ini, Felicia. Saya bisa saja membuat kamu menanggung malu berlipat-lipat ganda dari pada yang kamu kira!"

Menatap Ervin dengan kedua mata bersulut-sulut penuh emosi. Pada akhirnya Felicia tidak punya pilihan lain selain pasrah.

Berkali-kali mendengus saat melihat bagaimana Ervin melempar senyum pada beberapa orang yang mereka lewati. Benar-benar pria yang sangat mengerikan. Disaat pria itu marah, pria itu bahkan masih sesekali melempar senyum ramah dan bersikap seakan-akan dia adalah orang paling bahagia di dunia malam ini.

Mereka tiba di kamar hotel. Dengan tubuh Felicia yang langsung ditarik paksa. Terjatuh di atas lantai yang dingin begitu tubuhnya dihempaskan kasar.

Felicia memekik terkejut. Sedikit berteriak saat kakinya bahkan harus bergesekan dengan lantai kamar yang dingin.

Jangan lupakan gaunnya yang membuat dia semakin tampak menyedihkan malam ini.

"Kamu benar-benar melewati batasanmu, Felicia!"

Felicia mendongak. Menatap pria yang kini menatapnya tajam. Ketakutan Felicia kian bertambah saat pria itu berjongkok di depannya. Menarik seringainya lebar dengan kedua mata yang menajam.

Felicia beringsut mundur penuh ketakutan. Terutama saat tangan pria di depannya mencekram erat dagunya. Memaksanya untuk mendongak, menatap pria di depannya itu.

Sebenarnya, pria seperti apa yang ia nikahi saat ini?

"Saya peringatkan padamu sekali lagi, Felicia!" Suara itu merendah. Namun jelas sarat akan ancaman. "jangan pernah bertanya atau bahkan mencari tahu tentang apa pun. Terutama tentang saya. Itu pun jika kamu tidak ingin saya membuat perhitungan dan membuat hidup kamu lebih menderita dari sekarang!" Ujar Ervin tajam. Sebelum bangkit dan sama sekali tidak mempedulikan wanita di depannya yang meringis.

"Sebenarnya, apa salahku padamu, Ervin?!"

Gerakan kaki Ervin terhenti. Namun dia sama sekali tidak berbalik. Sampai.

"Aku salah apa sampai-"

"Salahkan dia yang menyukaimu!"

Hanya Tentang WaktuWhere stories live. Discover now