26

1.2K 81 4
                                    

Makan malam berjalan lancar, begitu lah menurut Felicia begitu ia keluar dari restoran tempat makan malam dengan beberapa rekannya. Mereka sempat berbincan, sempat saling mengobrol sebelum semua orang meninggalkannya sedang ia langsung naik ke taksi yang telah ia pesan untuk kembali ke hotel tempatnya menginap.

Ia sempat menatap ponselnya yang menyala. Menatap layarya yang ternyata-tak ada satu pesan pun yang ia terima dari seseorang. Yang entah mengapa membuat ia mendadak memikirkannya.

Sedang apa pria itu sekarang? Apa dia sudah pulang bekerja?

Kembali memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, Felicia menatap keluar jendela. Menatap jalanan yang sedikit ramai yang entah mengapa mendadak membuat kepalanya terasa berat.

Dia sempat mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya, memberikannya pada supir sebelum keluar dari taksi karna ia telah tiba di hotelnya tempat menginap malam ini. Tapi ada yang aneh dengan tubuhnya begitu ia keluar dari taksi, langkahnya yang awalnya ringan kini mendadak berat. Begitu pun dengan kepalanya yang mendadak terasa berat juga berputar. Begitu pusing seperti ada sesuatu yang membuatnya merasakan sakit yang seperti itu.

Pandangannya berubah samar-samar juga berbayang, membuat Felicia menggapai-gapai apa pun di sekitarnya agar tubuhnya tidak jatuh. Sebentar lagi. Batinnya begitu ia nyaris tiba di depan lift. Mungkin tiga atau empat langkah lagi?

Sampai seseorang yang benar-benar tampak samar-yang berada di dalam lift, namun ia masih melihat senyum pria itu. Felicia tidak ingat apa pun saat tubuhnya nyaris jatuh, padahal dia sebentar lagi berhasil tiba di sana. Beruntung, ada lengan yang memeluk pinggangnya erat, lalu aroma asing yang terasa di indra penciumannya terasa masuk ke indra penciumannya. Lalu, segalanya kian berat. 

Felicia tidak ingat apa pun. Sampai kedua matanya terpejam erat namun jelas otaknya kini mendadak mengingat seseorang yang sejak tadi ia tunggu kabarnya. Hingga berangsung-angsur semua terasa gelap dan ia kehilangan kesadarannya.

"Pak, apa yang terjadi? Apa nona ini baik-baik saja?" Teguran seorang pelayan yang tiba-tiba berlari ke arahnya membuat Arnanda yang kini memeluk tubuh ramping yang tak sadarkan diri itu hanya tersenyum tipis.

"Tidak perlu khawatir. Kakak saya hanya sedang mabuk." Jawab Arnanda membuat dua pelayan yang tadi menghampirinya pun saling pandang. Tampak tidak begitu saja percaya dengan alasan itu.

"Kalau begitu apa anda butuh bantuan kami untuk mengantar beliau ke kamarnya? Saya-"

"Tidak perlu. Terima kasih." Tolak Arnanda yang kian memeluk tubuh ramping itu. Sedang satu tangannya meraih tas yang disodorkan ke arahnya oleh pelayan yang sempat jatuh karna wanita di dalam pelukannya yang kehilangan kesadarannya.

"Tapi-"

"Saya permisi." Tanpa menunggu tanggapan lebih dari dua pelayan di depannya. Arnanda langsung melangkah menjauh. Melangkah ke arah lift dengan bibir tak berhenti tertarik ke atas. Dia sempat melirik ke arah wajah yang kini kedua matanya terpejam dengan erat di dadanya. Wajah itu bahkan tampak tenang dan damai. Yang semakin membuat seringainya tertarik ke atas.

Tapi segala senyum juga wajah tenangnya surut begitu ia masuk ke dalam lift. Dan pintunya hendak tertutup. Sebuah tangan tiba-tiba menghentikan pintu yang hendak tertutup. Membuat dia mendongak dan menatap sang pelaku.

Dan wajahnya berubah kaku begitu melihat siapa orang itu.

"Aku kira hanya ibumu yang senang mencuri milik orang lain." Tubuh itu melangkah. Yang baru Arnanda ketahui jika pria itu tidak datang seorang diri. Karna setelah itu, ada seseorang yang juga masuk di belakangnya.

Tapi, Arnanda tidak peduli dengan itu. Karna perhatinnya kini tertuju pada tubuh dalam pelukannya yang di tarik paksa. Yang kini menyisahkan kekosongan di sana.

Hanya Tentang WaktuWhere stories live. Discover now