50. Maka biarkan aku datangi kamu

32K 2.7K 371
                                    

50. Maka biarkan aku datangi kamu









Segala sesuatu memang ada plus dan minusnya. Kabur ke rumah mertua contohnya.

Tentu Genawa tak menyesal memilih rumah Mami dan Daddy sebagai tempat sembunyi. Di sini, Genawa bisa melancarkan aksi minggatnya sambil cengar-cengir cantik tanpa khawatir suaminya datang dan menyeretnya pulang.

Mami dan Daddy kompak membelanya. Selain itu, selama menumpang di rumah ini, Nawa juga bisa lebih mendekatkan diri pada kejayaan, dalam arti ; Daddy serta hartanya. Tahu sendiri lah ya, motivasi terbesar Genawa saat ini apa. Maka tiap ia pulang kerja, Nawa akan meluangkan waktu untuk ngobrol dengan Daddy. Mengorek informasi dari sang ayah mertua mengenai aset-aset apa saja yang sebenarnya Ilias Wallen miliki.

Kebetulan Daddy adalah jenis manusia rendah hati, tidak sombong dan hobi flexing sepertinya. Jadi kalau tidak ditanya terus, pria renta itu tak akan mau mengakui sebanyak apa ia telah menumpuk harta.

Berdasarkan hasil wawancara penuh taktik Nawa selama lima hari ini, Nawa jadi tahu beberapa hal antara lain ; perkebunan anggur Daddy di Amerika saat ini sudah dua kali lipat luasnya dari yang pernah Remi ceritakan. Begitu pun pabrik wine-nya. Kata Daddy, empat tahun lalu ia baru mengakuisisi satu kilang anggur lain dan menjadikannya tempat khusus untuk memproduksi wine-wine yang lebih premium, yang kebanyakan merupakan pesanan spesial dengan jumlah produksi terbatas dari para elit atas.

Sementara itu, pabrik wine utama milik Daddy --yang baru Nawa ketahui ternyata memproduksi salah satu merk wine terkenal itu-- tahun lalu bahkan masuk dalam daftar pabrik berpenghasilan terbesar di pasar wine Amerika. Nilai pendapatan pertahunnya amat fantastis hingga rahang Nawa nyaris melorot ke dasar bumi saking kagetnya. Genawa gemetar takjub membayangkan betapa banyak cuan yang Daddy miliki. Rasa ingin menjilat Daddy makin lama makin membara di dada Nawa.

Orang setajir Daddy cuma punya anak sebiji dan bentukannya macam Remi, pula. Sungguh sial sekali. Remi itu tak punya ambisi. Beda dengan Daddy yang penuh target hidupnya. Bayangkan, dua orang dengan sifat dan prinsip bertolak belakang begitu dijadikan satu, ya wajar bentrok melulu.

"Remi itu jaman dulu pintar sekali main basket. Daddy yang ngajarin. Rumah ini dulu ada lapangan basketnya di sebelah sana, sekarang sudah jadi kolam ikan," cerita Daddy dengan senyum tipis. Pria itu tak pernah mau kelihatan bahagia ketika membahas anaknya.

Televisi di hadapan mereka secara kebetulan tengah menampilkan iklan minuman isotonik yang Remi bintangi. Sudut bibir Daddy tertarik sedikit lebih jelas ketika melihat tampang anaknya di tivi.

"Sok ganteng sekali dia," cibirnya, membuat kepala Nawa terteleng, ikut memandangi wajah Remi yang tengah tersenyum mengiklankan produk. Nawa ikut bergumam,

"Emang ganteng, Dad."

Daddy menoleh, menatapnya dengan sorot geli. "Caramu melihatnya seolah-olah kamu sudah siap pulang malam ini, Genawa."

Nawa mengerjap, memalingkan muka dari televisi untuk menatap sang ayah mertua lagi. "Kelihatan, ya?" tanyanya.

Daddy ketawa. "Jangan buru-buru. Biar dia rasakan dulu susahnya ditinggal istri." Tangannya terulur, menepuk-nepuk kepala Nawa dengan senyum hangatnya. "Kamu sudah nggak betah di sini, ya?"

Nawa mendesah panjang. Geleng-geleng pelan.

Ngomong-ngomong soal tidak betah, mungkin ini lah sisi minusnya minggat ke rumah mertua.

Tidak. Genawa bukannya tak betah di rumah Mami dan Daddy. Ia suka kok, di sini. Suasana di rumah ini enak, nyaman serta tenang. Tapi ... Genawa ingin pulang.

Di ujung nanti, mari jatuh hatiWhere stories live. Discover now