8. Kita pikir tak akan kenapa

9.5K 1.8K 233
                                    

8. Kita pikir tak akan kenapa
















"Oke, gue minta maaf."

Tangan itu terulur di depannya amat lama, sedang ia masih sok sibuk membaca naskah untuk adegan terakhir yang akan mereka ambil beberapa jam lagi. Sial sekali, Remi tak suka membaca bagian di mana ia dan Genawa harus berpelukan mesra sambil cium-ciuman kening segala. Sudah lah hatinya dongkol setengah hidup dengan gadis itu sejak kemarin, ini malah disuruh beradegan romantis begini.

"Remi, gue minta maaf."

Remi melengos, menggeser kursi lipatnya menjauh, begitu pula Genawa yang gesit mengangkut kursi yang ia duduki untuk berpindah tepat ke depan muka Remi lagi. Menyodorkan tangan tanpa kenal yang namanya putus asa.

"Minta maaf," katanya, menunduk dan mencari-cari arah pandangannya. "Rem? Minta maaf," ulangnya. "Gue bercanda doang kemarin," tambahnya. "Iya, oke gue salah, videonya juga udah gue take down. Lain kali, gue janji nggak akan ngontenin lo tanpa ijin dulu," bujuknya, menggerak-gerakkan telapak tangan di depan mata Remi, bergumam memaksa. "Minta maaaaaf. Remi iiih, ngambekan banget jadi orang," katanya. "Kita mau adegan mesra nanti. Kalau belum baikan, pasti jadinya nggak bagus. Ayo baikan dulu, Remi."

"Lo singkirin nggak tangan lo dari depan muka gue?" balasnya, menoleh hanya untuk memberi tatapan mengancam pada gadis itu.

"Minta maaf," ulang Genawa pelan. Mengerjap-ngerjapkan mata sipitnya seraya menawarkan tangannya lagi untuk Remi jabat. "Baikan dulu nggak sih? Biar kerjaannya cepet kelar?" tanyanya. "Lo mau gue ngapain? Gue lakuin, asal kita baikan biar prosesnya nanti nggak perlu diulang-ulang."

Remi tak berkedip sama sekali. Lama ia menatap gadis itu dengan wajah yang masih dingin hingga pelan-pelan Genawa menarik turun tangannya. Sepertinya ia baru sadar bahwa setiap manusia punya limit sabar masing-masing. Dan kejadian kemarin benar-benar membuat Remi murka.

Pertama, Remi benci dengan katak. Sangat.
Kedua, Remi benci dengan orang yang bercanda tidak tahu tempat.
Ketiga, Remi benci orang-orang yang mengganggu konsentrasi serta moodnya ketika sedang dalam mode bekerja.
Ke empat, Remi benci dipermalukan di depan rekan-rekan kerjanya.
Dan yang ke lima, ini yang paling penting. Remi benci Genawa. Gadis itu tidak melakukan apa-apa saja ia sudah malas melihatnya, ini malah ada saja kelakuannya.

Ditambah lagi ... oh, baiklah. Ada faktor yang lebih besar daripada rasa bencinya pada Genawa. Adalah perasaan Remi yang sedang tak karuan usai melihat unggahan seorang teman kuliahnya bersama dengan Renatta. Di foto dan video pendek itu, terlihat perempuan yang ia cintai tengah berbahagia, merayakan pesta lajang sebelum menikah beberapa hari ke depan bersama teman-temannya.

Bohong jika Remi baik-baik saja. Nyatanya rasa kehilangan dan tak terima itu masih jelas berkuasa di dada Remi hingga detik ini. Sulit baginya mengingat kenyataan bahwa kurang dari seminggu ke depan, Renatta akan sah dimiliki orang. Dan sialnya, orang itu adalah satu dari sedikit sahabat baik yang Remi miliki. Ini bukan cuma tentang patah hati. Tapi ini juga mengenai betapa terluka harga dirinya sebagai lelaki.

"Atau .... oh! Lo mau gue beliin sesuatu, nggak? Gue traktir pizza sebagai permintaan maaf, ya Rem?"

Perasaan Remi tengah campur aduk sekarang. Emosinya sedang sangat berantakan dan Genawa malah datang menyodorkan diri seolah-olah siap jadi pelampiasan amarahnya. Gadis itu benar-benar tak tahu situasi. Bahkan Melia dan teman satu bandnya pun menjauhi Remi seharian ini, jaga-jaga agar tak kena getah dari situasi hatinya yang hancur lebur. Kenapa anak ini tidak peka sekali?

"Pergi sana," usirnya, masih dingin memandang. Ia harap sebodoh-bodohnya Genawa, gadis itu masih punya sedikit kepekaan untuk sadar.

"Gue minta maaf, Remi."

Di ujung nanti, mari jatuh hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang