20. Sedang kita tak tahu, sama nihilnya

13.7K 2.4K 348
                                    

20. Sedang kita tak tahu, sama nihilnya











Ada banyak hal yang sejatinya tidak Remi tahu tentang istrinya. Banyak sekali. Saking banyaknya, Remi sampai baru sadar bahwa selama ini, ia hanya bisa melihat kulit luar dari seorang Genawa. Persepsinya pada gadis itu terbatas pada apa yang Genawa sengaja tunjukkan padanya, bukan apa yang seharusnya Remi tahu tentangnya. Padahal setiap hari mereka berjumpa, tiap malam tidur bersama, dan tiap saat saling melihat. Tapi entah kenapa Remi baru sadar ini.

Genawa tidak pernah benar-benar membuka diri. Gadis itu seolah punya batas, di mana Remi tak pernah jadi salah satu dari sedikit orang yang ia ijinkan masuk ke sana. Remi sungguh buta, tak tahu apa-apa. Jika bukan karena Teresa, ia bahkan tak akan tahu kalau gadis itu punya serangan panik yang bisa muncul tiba-tiba, sulit diprediksi kapan kambuhnya.

Bayangkan, orang seliar Genawa punya kekurangan macam itu, bukan kah sangat tidak masuk akal? Manusia dengan tingkat bersosialisasi yang tinggi seperti istrinya, bagaimana mungkin bisa mendadak ketakutan melihat orang? Itu terdengar ... sangat mengada-ada.

Remi juga tak mempercayai itu awalnya.
Sampai ketika minggu lalu, mereka manggung di tempat yang sama di luar kota. Genawa tampil sebelum Foursouls, jadi mereka bahkan sempat ribut dulu di belakang stage, masih membahas perihal hadiah yang Genawa beri pada Renatta tanpa ijinnya. Genawa tak mau mengaku hadiah apa yang ia berikan, dan Remi tentu khawatir itu berbahaya bagi Renatta. Mereka saling memaki sebelum gadis itu naik ke panggung. Membawakan dua lagu terbarunya dengan gembira.

Sepenglihatan Remi, gadis itu baik-baik saja di atas sana. Genawa menyanyi dan berinteraksi dengan para penggemar seperti biasa, tak sedikit pun kelihatan sakit atau kenapa-kenapa. Tapi begitu turun panggung, tubuh Genawa langsung ambruk sebelum ia sampai di kursi. Ia rubuh, terjatuh memegangi dada dan menutup wajahnya dengan telapak tangan. Awalnya Remi pikir gadis itu bercanda, jadi ia diam saja. Ia masih duduk tenang di kursi, hanya melirik acuh ketika beberapa orang mulai berlari pada Genawa, bertanya apa yang terjadi.

Ia sungguh berpikir Genawa tengah bercanda, hingga akhirnya Melia menjerit panik memanggilnya, memintanya lekas mendekat. Faris, Juan, Rayi dan para kru sudah lebih dulu mengerubungi gadis itu saat Remi datang. Masih sibuk memastikan apakah benar istrinya butuh bantuan atau hanya sedang bermain-main saja. Mengingat tingkah laku Genawa selama ini, bukan hal mustahil apabila gadis itu hanya tengah mempermainkan semua orang dan berlaku seolah-olah sakit.

"Bangun," katanya, mengulurkan tangan. "Hei, udah. Nggak lucu. Bangun."

Tapi, Genawa bahkan tak menggubrisnya. Gadis itu masih menunduk, terduduk di lantai memegangi dada. Remi baru sadar Genawa tak bercanda ketika ia lihat seluruh tubuh gadis itu bergetar, disusul Teresa yang baru kembali dari menelpon seseorang. Teresa berlarian, membelah kerumunan lantas mengusir pergi semua orang. Membawa Genawa ke ruang tertutup berdua, tak membiarkan siapa pun masuk ke sana.

Teresa bilang, ada satu dua kali hal seperti itu akan terjadi pada Genawa. Dan sejauh ini, mereka belum tahu pasti pemicunya. Hanya terjadi saja.

Setelah kejadian itu, baru Remi percaya Genawa sakit betulan. Sebab ia yang membopong gadis itu pulang. Menjaganya beberapa malam bersama Teresa yang mondar-mandir datang.

Genawa benar-benar hanya di tidur di kamar, ia tak bicara, tak pula melakukan aktivitas hariannya. Gadis itu tak ke mana-mana. Ia cuma bangun saat butuh ke toilet dan ketika Tere datang membawa makanan selama tiga harian. Dan sejak saat itu, setiap malam Remi dapati Genawa menangis dalam tidurnya, tak tahu kenapa.

Tak dipungkiri, setelahnya perasaan Remi jadi campur aduk tak karuan. Di satu sisi ia senang rumahnya kembali tenang. Tapi di sisi lain ... sungguh, ia lebih senang jika Genawa ribut dan membuat berantakan rumahnya dari pada terus menerus tidur seperti itu. Hati Remi was-was saban malam karena khawatir terjadi sesuatu pada Genawa. Perlahan-lahan, rasa peduli itu tumbuh dengan sendiri, tak bisa dicegah, melonjak drastis hingga ia tak menyangka akan ada saat-saat di mana ia sanggup menolak jadwal manggung karena tak tega membiarkan Genawa tidur di rumah tanpanya.

Di ujung nanti, mari jatuh hatiHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin