Tatap muka

54.4K 3.4K 365
                                    










Lampu-lampu itu menyala tepat ketika si pembawa kamera mengacungkan jempolnya, memberi instruksi bahwa syuting sore itu siap dimulai dalam hitungan ke tiga.

Satu, dua dan tiga!

Sebuah sofa tunggal diduduki seorang host perempuan berambut sebahu, sedang sofa panjang di seberangnya ditempati oleh sepasang manusia yang sok gembira. Memasang senyum palsu sepanjang kru televisi itu datang. Siap berlakon dan mempertontonkan dusta besar di layar kaca.

"Sebagai seorang publik figur, menurut Mas Remi dan Mbak Nawa, hal apa yang paling berharga selama kalian berkarir?"

Lelaki berkaos hitam dengan celana bahan panjang sewarna itu tersenyum tipis, memamerkan lesung di kedua pipi selagi menjawab dengan tenang, lembut dan bersahaja. "Bisa berbagi kebahagian dengan orang-orang," katanya ramah. "Menurut saya, hal paling berharga di dunia ini adalah ketika kita bisa membahagiakan orang lain dan--"

"Pfftt ..."

Lelaki itu menoleh, mati-matian menahan mata agar tak memicing mendapati gadis bergaun hitam di sisinya menutup mulut, nyaris menyemburkan tawa kurang ajar. Tak segan-segan meledek jawabannya barusan.

"Uh, oh. Sori," gumam si gadis, berdekhem sambil mengendikkan bahu. Santai sekali macam tak punya setitikpun dosa dalam hidupnya. "Lanjutin."

Bibir Remi berkerut. Dengan hati dongkol ia kembali menatap depan dan melanjutkan. "...dan menyebarkan cinta sebanyak-banyaknya."

"Brffffhhh ..."

Remi menoleh nyalang. "Genawa," gumamnya penuh peringatan. Yang mana di balas gadis itu dengan mengatupkan bibir rapat-rapat, pertanda paham.

"Kalau Mbak Nawa?" tanya si host, mencoba mencairkan suasana dengan suara cerianya. "Hal apa yang paling berharga bagi seorang Genawa Maestraloka selama jadi penyanyi?"

Gadis itu menegakkan punggung, berdekhem-dekhem sejenak guna memudarkan tawa tertahan miliknya sebelum menjawab dengan lantang. "Uang." Ia tersenyum lebar, melanjutkan. "Bisa beli tas mewah, perhiasan impian, liburan ke berbagai tempat eksotis, party-party ... blablabla ..."

Bibir Remi terbuka. Menghembuskan napas berat sembari melirik manajernya yang tengah tepuk jidat di belakang kamera.

Jawaban keduanya sudah bersebrangan sejak awal cerita. Namun tenang saja, pewawancara dan kru televisi itu tak peduli. Mereka ngotot melanjutkan interview dengan sepasang calon pengantin tersebut. Sebuah reality show yang di gadang-gadang akan meledak itu tak boleh gagal hanya karena sedikit kendala.

"Kalian akan tinggal dimana setelah menikah?"

"Rumah."

"Apartemen."

Keduanya berpandangan. Kaget lagi dengan jawaban yang jelas berbeda. Para kru saling lirik dengan tak enak, sampai akhirnya Remi dan Nawa berdekhem. Memusatkan kembali perhatian pada si pewawancara yang nekat melanjutkan tanya.

"Konsep pernikahan kalian akan bagaimana nanti?"

Keduanya menjawab bersamaan.

"Intimate."

"Mewah."

Dang! Beda lagi. Mereka saling toleh, kembali bertatap-tatapan.

"Berapa banyak anak yang ingin kalian punya?"

"Satu."

"Lima."

"Hei," sergah Remi segera. Tak seperti sebelumnya, kini ia vokal menyelak. Membelokkan tubuh guna menatap 'si calon istri' dengan seksama. "Kamu ini kucing, beranak lima?"

"Masalahnya apa?" Kedua pundak Nawa terendik kalem. Ikut-ikutan membelokkan tubuh guna menatap 'si calon suami' penuh tanda tanya. Berkedip-kedip kedua matanya.

"Masalahnya apaa?" ulang Remi tak percaya. "Heeeii, anak lima itu banyaak." Ia menekan suaranya agar tak berseru.

"Yang beranak siapa?" Si gadis menunjuk dadanya sendiri dengan pongah. "Aku, kan? Kok jadi kamu yang repot?" bantahnya. "Yang hamil aku, yang ngeden aku, yang sakit aku. Terus masalahnya dimana?"

"Tapi yang ngasih makan, yang beli popok, baju, mainan, dan yang nyekolahin nanti akuuu, Bapaknya." Remi menggebuk dadanya sendiri, geregetan. "Ngertiii??"

"Heellloooo!" Si gadis memajukan kepala, tak mau kalah. Ia mengangkat dagu lantas berseru tak terima. "Situ pikir situ doang yang punya duit?!" Tangannya bergerak aktif, menuding-nuding dada 'si calon suami' lantas mencebik. "Sooowwriiiiyy, duitku juga banyak, tahu!"

"Hei!"

"Helloo!"

"Heeeii!!"

Si manajer berlarian ke depan, tertawa keki seraya berusaha menghentikan wawancara selagi kedua bintang itu sibuk bergelut sendiri, beradu argumentasi. Tunjuk-tunjukan dengan urat yang nyaris pecah saking sama-sama ngototnya.

"Sori banget, Mas, Mbak. Soriii banget. Bisa nggak kita cut bagian ini?"

Namun sayang, para kru televisi itu suka sekali dengan sensasi. Maka demikianlah wawancara penuh huru-hara dari pasangan fenomenal itu di tayangkan. Tak butuh waktu sehari, keduanya langsung viral di dunia maya dan jadi bahan ketawaan seluruh negeri.

Bagaimana bisa Remi tidak frustasi?! Sepanjang karirnya yang cemerlang, baru kali ini image-nya tercoreng berkat makhluk bernyawa menyebalkan berbentuk Genawa. Kabar buruknya, makhluk itu akan hidup seatap dengannya setahun ke depan!

Ini semua karena tingkah sok pahlawannya beberapa waktu lalu! Sial! Persetan dengan hati nuraninya yang gampang terenyuh. Harusnya ia memang tak terlibat sejak awal. Harusnya ia biarkan saja gadis itu terjerumus dalam dunia gelapnya. Harusnya Remi tak ikut serta dan berakhir dengan skandal besar yang membuat bayang-bayang kehancuran karirnya sendiri mendekat. Remi menyesal telah mengulurkan tangan. Ia sungguh menyesal.









****






Tayang perdana pada : 01 Desember 2023.






Salam, Cal.

Di ujung nanti, mari jatuh hatiWhere stories live. Discover now