Setelah 15 menit kami pun langsung berlari menuju lapangan outdoor untuk membuat barisan bergabung dengan kelas 11 Ipa 1 yang menjadi satu. Saat ini aku berdiri bersampingan dengan Ali yang ada pada barisan paling belakang.
“Oke karna semuanya sudah berkumpul, seperti biasa sebelum melakukan olahraga kita semua harus pemanasan terlebih dahulu.Untuk pemanasan saya percayakan dengan Tama dan juga Renata. Setelah pemanasan kalian langsung ambil bola basket di ruangan olahraga dan latihan selama 20 menit setelah itu saya kita akan mengadakan pengambilan nilai untuk materi bola besar, Paham semuanya?” Tanya Pak Rudi.
“PAHAM PAKKK…..” Jawab semua siswa secara serempak. Setelah itu Pak Rudi pergi dari lapangan dan barisan di ambil alih oleh Tama serta Renata untuk melakukan pemanasan.
Setelah pemanasan kami semua pun mulai mengambil bola basket yang memang sudah di ambil oleh Tama dan Renata. Vannya yang memang dasarnya orangnya mageran untuk olahraga lebih memilih duduk di area tangga yang memang biasa di jadikan tempat duduk saat jam istirahan.
“Oyy Nya, santai amat. Dah yakin bisa lo ngelempar bola masuk ke ring.”
“Auah, capek gue. Liat nanti kalau bisa ya situ kalau enggak paling ngulang,” ujar Vannya dengan entengnya setelah itu menegak botol minumnya.
“Dih, Pasrah amat hidup lo.” Ali yang ikutan duduk di samping Vannya. Setelah Vannya meletakkan botol minumnya tiba-tiba Ali langsung mengambil botol minumnya dan langsung mengegaknya hingga tandas.
“Ihh, kok lo seenak jidat sih ngambil minum orang, malah habis lagi,” apa yang di katakan dengan yang ada di dalam hati Vannya sangat jauh berbeda.
“Sumpah Al, lo kok minum doang damage nya keren amat.”
“Sumpah itu jakunnya naik turun njirrrrr.”
“Mak’ee gak kuat anakmu ini.”
“Entar gue ganti di kantin.”
“SEMUANYA KUMPUL-KUMPUL.” Pak Rudi yang sudah berada di tengah lapangan dan mulai melakukan ujian memasukan bola ke dalam ring. Setelah semua siswa kelas Ipa 1 sudah di panggil sekarang giliran siswa kelas Ipa 2.
Yang kukira awalnya mereka anak banyak yang sudah berpergian kekantin karna siapa yang sudah selesai di panggil namanya boleh pergi kekantin. Tapi, satu hal yang ku lupakan kalau posisi kantin tepat berada di lantai 3 yang langsung berhadapan dengan lapangan.
Sekarang urutan absen sudah sampai di urutan “R” otomatis sudah dekat dengan namaku. Dan yang lebih sialnya lagi bel istirahat berbunyi yang otomatis semakin banyak orang yang melihat kearah lapangan.
“Vannya Kayla Anastasya,” panggil Pak Rudi.
Aku pun mulai maju ke arah lapangan dengan sangat gugup.
“Sumpah ini kalau gak masuk bisa malu banget njirr.”
“Kok kayaknya banyak yang ngeliatin.”
Benar saja saat Vannya melihat ke arah kantin, banyak pasang mata yang tertuju ke arahku seakan sedang menontonku.
“Siap Vannya?” aku pun hanya menjawab dengan anggukan saja.
Saat pluit di tiup aku pun dengan mengucapkan bismilah melemparkan bola tersebut ke arah ring. Namun, lemparanku yang pertama malah terlihat pendek dan tidak sampai masuk ke ring.
“Fokus Vannya,” ujar Pak Rudi ke arahku.
“Ayooo Kak Vannya, lo pasti bisa.” Teriak Alam dari arah kantin. Dapat kulihat wajah Adikku terlihat sangat mengejek dengan cengiran andalnnya yang selalu ingin ku tendang ketika memperlihatkan ekspresinya itu.
“Ayo, sekali lagi kita coba.” Pak Rudi pun langsung meniup pluitnya sekali lagi dan untuk percobaan kali ini hasilnya tidak jauh beda dengan yang pertama. Sama-sama lemparan yang rendah.
“Yaaa, kok gitu sih lemparan lo,” teriak Alam kembali.
“Sumpah Alam, habis lo sampai rumah.”
“Malu banget anying, ini semua orang gak ada kerjaan apa. Pada liatin gue main segala.”
“Kesempatan kamu tinggal satu kali lagi, kalau lemparan yang kali ini gak masuk kamu harus ngulang minggu depan dengan Pak Hendri. Saya kasih kamu pilihan, tapi ini terserah kamu mau atau enggak,” ujar Pak Rudi yang membuatku langsung penasaran.
“Pilihan apa Pak?”
“ALI SINI KAMU,” teriak Pak Rudi.
“Kamu ajari Vanya seperti pertama kali kamu belajar melempar bola ke ring. Gimana kamu mau Vannya?”
“Ha-aa Pak, gimana maksudnya?”
“Pakek nanyak segala, saya banyak urusan kamu jangan ngulur-ngulur waktu saya. Kalau mau bilang mau, kalau enggak bilang enggak,” ujar Pak Rudi yang terlihat sudah mulai emosi karna saat ini matahari sudah mulai naik.
“I-iiya Pak, saya mau.”
Dengan gerakkan mata Pak Rudi yang langsung di pahami oleh Ali, dengan sedikit berlari kecil Ali mengambil bola yang ada di pinggir lapangan dan mulai mendekati kearahku.
Posisi kami sekarang sangat dekat bahkan aku dapat merasakan dada Ali yang menempel di punggungku. Setelah itu Ali mengarahkan tanganku agar di memegang bila selanjutnya tangan Ali juga memegang tanganku. Jadi pasisinya tanganku berada di antara bola dan tangan Ali yang besar.
“Gila itu Vannya.”
“Njirrlah kok bisa so sweet banget sih njir.”
“Gue gak perna liat Ali seintens itu sama perempuan.”
Dan begitulah kira-kira bisikan dari orang-orang yang menonton kami dari arah taman dekat lapangan.
“Fokus Vannya ini percobaan terakhir kamu, okey siap.”
“1….. 2……3.”
“Kalau bola ini masuk, gue mau lo kasih nomor kak Oliv hari ini juga, deal,” ujar Ali yang membuatku tegang karna Ali masih ingat dengan nomor yang dia minta.
“Prittt.”
Bola yang terlepar dari tanganku bukanlah murni hasil lemparanku, namun yang mendominasi lemparan tadi adalah Ali. Karna bola yang melesat mulus masuk ke ring merupakan lemparan yang biasa Ali lakukan saat main basket.
.
.
Jangan lupa tinggalkan Vote dan Komen.
PUBLISH 27 FEBRUARI 2024
YOU ARE READING
Our Story
Teen Fiction"Annya...." "Iya kenapa Al?" "Ehmmm, lo ada biodata pengurus osis angkatan tahun lalukan?" "Iya ada, kenapa?" "Gue boleh minta biodata Olivia wakil sekertaris angkatan tahun lalu." "Buat apa?" "Gue suka dia." . . . . . "Lo tau gak Al, ada yang confe...
#TF 6 ~~~
Start from the beginning
