"Idih sok tau, orang aku menang jadi sekertaris utama." Aku manaiki tangga untuk masuk ke kamarku.

"Beneran Kak?" ujar Papa sedikit teriak.

"Kalau gak percaya tanyak aja sama Alam." Ujarku teriak dan dari lantai dua sambil menutup pintu kamarku.

_-_-_-_-_-_

Alingga POV

"Ali" panggil Papa yang duduk di ruang tamu.

"Duduk sini, Papa mau bicara sama kamu" aku pun datang dengan malas dan duduk di hadapan Papa sambil menundukkan kepalaku.

"Kata Mama kamu kalah pemilihan ketua Osis. Pasti karna kamu kurang mempromosikan dirikan?" tepat seperti dugaanku pasti Papa akan membahas hal ini. Aku pun hanya bisa tersenyum miring mendengar perkataan Papa.

"Ngapain senyum gitu kamu. Semakin kesini Papa semakin lelah melihat tingkah kamu. Papa kan udah bilang sama kamu pentingi dulu mana yang lebih di utamakan. Kalau waktunya promosi diri itu kamu harus bisa mempromosikan diri, buat visi misi kamu yang jelas kalau masih dalam wadah yang kecil aja kamu gak mampu, gimana nanti kamu bisa nerusi perusahaan keluarga. Gak becus kamu" ujar Papa sambil memukul kepalaku dan langsung berjalan keluar.

Aku hanya bisa meredam amarahku sambil mengepalakan tangaku. Aku benci ada di situasi ini. Aku benci saat aku belum bisa melawan. Tunggu suatu hari nanti aku pasti balas perbuatan kalian.

_-_-_-_-_-_

Vannya POV

Semua orang akan beranggapan bahwa hari senin merupakan hari terpanjang sedangkan hari minggu rasanya hanya sekejap mata. Aku sangat membenarkan anggapan itu karna nyatanya sangat benar. Baru aja rasanya hari sabtu, tapi sekarang udah senin aja. Sulit mengumpulkan semangat di hari senin sangat berat. Apa lagi hari pura-pura semangat.

Aku berjalan menuruni tangga menuju meja makan sambil melihat Papa, Adikku dan juga Mama yang sedang sarapan. Ohhh iya, aku punya satu adik laki-laki bernama Cahlam Septa Dirgantara yang biasa di panggil Alam. Adik tengil yang banyak maunya, itu julukanku untuk anak paling nuntut di keluarga ini.

"Liat Pa, anak gadis Papa yang satu ini. Udah mau telat masih aja santai. Katanya sekertaris Osis tapi suka terlambat. Gue heran kenapa lo bisa menang waktu pemilihan Osis kemarin" ujar Alam yang terdengar sangat menghinaku.

"Cihh, timbang lo. Yang seleksi masuk bagian inti tim basket bisa gagal. Mangkanya lo itu perlu berguru sama Kakak Dek" ujarku menepuk dadaku dengan wajah yang terlihat angkuh sambil duduk di kursi yang tersisah.

"Idih, gue itu seleksi basket pakek skil bukan kayak lo..."

"Udah-udah kalian ini berisik kali. Masih pagi udah ribut aja," ujar Papa yang terlihat jengah. Aku pun mulai memakan nasi goreng Mama dengan hikmat. Tanpa memperdulikan ucapan Alam yang merengek minta beli motor.

"Pa, Alam kapan sih di belikan motor sendiri. Alam capek harus nunggu dia, udah kalau bangun pagi gak bisa, kerjaanya buat orang telat aja," ujar Alam dengan nada merengek.

"Kamu gak boleh gitu Dek, ngomong sama Kakaknya kok pakek dia-dia gitu. Sebut Kakak, jangan gitu kamu ngomongnya gak sopan," ujar Mama.

"Tapi benerkan Ma, Kak Annya itu susah kali kalau di banguni untuk berangkat sekolah."

"Gak usah banyak bicara, udah ayok berangkat. Mana kuncinya, biar gue antar sekalian ke alam lain." ujarku sambil menadahkan tanganku di depan wajah Alam.

"Gak-gak biar gue aja yang bawa. Ma, Pa berangat dulu" ujar Alam sambil menyalim tangan Mama dan Papa.

"Annya berangkat dulu Ma, Pa. Assalmualaikum" ujarku sambil menyalim tangan kedua orang tuaku.

Our StoryWhere stories live. Discover now