36. Sedih

576 35 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamualaikum halo semuanya!!!

Apa kabar?

Tandai kalau ada yg typo yaaa!

Happy Reading ❤️

Satu kata yang dapat menggambarkan perasaanku kala mendengar ucapan ibu Isya tadi; terkejut.

Kemudian rasa terkejutku itu kini berubah sesak kala istriku memelukku sembari terisak. Aku diam seraya terus mengusap lembut punggungnya.

Cukup lama Isya memeluk dengan Isak tangisnya. Setelah kurasa istriku sudah tenang, aku perlahan melepaskan pelukan kami. Dan, ya, sesuai prediksiku, hidung Isya memerah dengan sisa-sisa air mata di wajahnya.

Aku perlahan menghapus jejak-jejak air mata yang berada di wajah cantik istriku. Setelahnya memberikan kecupan pada kening Isya.

“Ibu jahat banget...,” adu Isya padaku dengan nada kecil, perempuanku itu menatapku dengan matanya yang kembali berkaca-kaca.

Sekarang, aku benar-benar tidak tahu harus menjawab seperti apa aduan Isya. Hubungan istriku dengan ibu kandungnya ternyata benar-benar rumit dan sedikit sulit kuterima di logikaku.

**

Setelah kejadian ibu Isya tadi. Istriku menjadi tidak ceria lagi. Saat aku mengajaknya masuk kamar, ia tidak lagi keluar kamar membuatku menghela nafasku sejenak. Hatiku sakit melihat Isya yang seperti itu.

Agar sekiranya Isya sedikit terhibur, aku lantas memasakkan mie telur dengan rasa pedas untuknya. Tidak lupa dengan sosis agar mie tersebut tambah enak. Biar saja kami berdua tambah gemuk akibat makan mie tengah malam begini, yang jelas Isya harus kembali happy lagi.

“Luv, aku bawa mi!” ucapku setelah masuk ke kamar yang pintunya memang tidak tertutup, sehingga mudah bagiku untuk masuk dengan kedua tangan yang membawa baki berisi dua mangkuk mi.

Isya yang sedang berbaring di kasur akhirnya mulai duduk kala aku menghampirinya. “Kamu mau makan di kasur?” tanyaku saat Isya menatapku.

“Di sana aja.” Isyaku menunjuk ke arah meja pendek yang ada di kamar kami.

Aku mengangguk kemudian membawa baki ke sana di ikuti Isya, kami kemudian duduk bersama di sana seraya menikmati mi kuah pedas tersebut.

“Aku takut kalau ucapan ibu terkabulkan. Aku beneran susah hamil, dan kamu bakalan ninggalin aku.” Ucapan Isya lantas membuatku hampir tersedak kuah pedas yang sedang kumakan.

Aku segera mengambil air minum dan meminumnya, setelahnya menatap Isya penuh arti. “Aku enggak masalah dengan kamu yang susah hamil jika memang begitu takdirnya. Tapi aku enggak bakalan ninggalin kamu kecuali memang ajal menjemput. Satu lagi, luv, kita harus percaya sama Allah. Apa pun itu, kita harus terus berusaha dan berdoa. Mau satu dunia doakan kamu susah hamil, kalau ternyata doa kita yang Allah kabulkan, mereka bisa apa? Kita punya Allah, jangan terlalu di pikirkan, ya?” aku membelai rambut istriku.

“Tapi aku beneran kepikiran. Doa ibu kan, kuat.” Papar Isya lagi.

“Kamu punya ibu, aku juga Alhamdulillah punya ibu, dan juga kamu masih punya bunda. Masih ada dua ibu yang bisa doakan yang baik untuk kita, Okey?” Terangku meyakinkan Isya.

Ashar (End)Where stories live. Discover now