23. Diterima?

922 57 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamualaikum! Halo semuanya!

Apa kabar?

Kita sdh sampai di part 23, semoga betah, yaa!

Love u all 🫶🏻🤍🍦🎀🌷💐🥨

Happy Reading ❤️

Aku gugup, benar-benar segugup itu kala Isya mulai datang dan Ayahnya mulai menjelaskan maksudku.

"Niat baik yang di maksud itu ... lamar aku?" Pertanyaan dari Isya itu membuatku tertegun sejenak. Gadis tersebut bertanya usai Ayahnya mengutarakan maksudku.

"Iya." Refleks, aku menjawab, membuatku ingin menepuk pelan mulutku tetapi ku urungkan. Aku masih dengan posisi menundukkan pandanganku, tidak menatap Isya, takut zina mata.

"Jadi gimana, kak? Kakak enggak terima atau enggak? Kalau kakak terima, besok Insya Allah habis Dzuhur Ashar bawa keluarganya ke sini untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang kalian." Ayah Isya kembali berucap, bertanya putrinya setelah Isya diam cukup lama.

Pertanyaan Ayah Isya justru membuatku saling mencengkeram erat kedua tanganku, gugup sekaligus cemas menunggu jawaban dari Isya.

Doa-doa lantas ku panjatkan, berharap Isya menerima lamaran ku.

"Insya Allah, Isya mau, Yah." Jawaban Isya sontak membuatku menatap ke arahnya, gadis yang tengah tersenyum dengan matanya yang berbinar-binar.

Sungguh, aku terkejut dengan jawabannya. Ya Allah, aku benar-benar berterima kasih pada-Mu. Aku sesenang itu Isya menerima lamaranku.

Kami semua lantas mengucapkan syukur atas jawaban Isya. Aku sudah jangan di tanya lagi, sebersyukur apa diriku ini.

"Tapi sebelumnya, aku mau bertanya sama Ashar, boleh, Yah?" Suara Isya kembali terdengar, gadis itu meminta izin pada Ayahnya. Kali ini justru aku kembali gugup, takut jika pertanyaan yang akan Isya ajukan tidak dapat ku jawab sesuai dengan kemauannya.

Aku sangat paham dengan pertanyaan-pertanyaan apa yang kiranya akan ia tanyakan padaku. Harapku, semoga jawaban yang kuberikan tidak mengubah pilihannya menerima lamaranku.

"Boleh, tapi di sini aja sama Ayah dan Bunda, jangan berduaan." Kata Ayah Isya mengizinkan.

Isya kemudian ku tangkap mengiyakan ucapan Ayahnya dan mulai beralih fokus padaku yang membuat jantungku berdetak tidak karuan. Entah karena gugup di tatap Isya, atau gugup menunggu pertanyaan dari Isya, eh, atau mungkin ke duanya?

"Begini, Shar. Walaupun kita mungkin udah lumayan saling kenal sama sifat dan sikap kita satu sama lain. Cuma gue mau tanya-tanya buat kedepannya, boleh?" Isya mulai berucap.

Aku menganggukkan kepalaku. "Boleh," jawabku.

"Gue enggak begitu jago masak, Lo mungkin udah tau ini. Tanggapan Lo tentang hal ini gimana?" Pertanyaan pertama dari Isya saja sudah membuatku ketar-ketir. Takut salah jawab walaupun sudah ku jawab dengan setulus hati jiwa ragaku.

"Enggak apa-apa, nanti kita belajar masak sama-sama." Jawabku.

Isya kulihat menganggukkan kepalanya. "Menurut Lo, tugas istri, dan suami buat rumah tangga apa aja?" Isya kembali melontarkan pertanyaannya.

"Saling membantu? Umi sama Abi kalau di rumah saling membantu masalah rumah tangga, kayak bersih-bersih contohnya. Dan setelah gue baca-baca dari berbagai sumber, itu udah cara yang paling tepat supaya enggak membebani satu sama lain, yaitu membagi tugas dan berkerja sama." Ya Allah, semoga jawabanku bener. Takut banget aku salah jawab.

Ashar (End)Where stories live. Discover now