22. Gugup

785 50 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamualaikum! Halo semuanya!

Finally setelah 20 hari enggak update, aku kembali update!🥹🫶🏻

Aku sibuk dan sempat sakit juga beberapa hari yang lalu, jadi ya... Gitu lah😵‍💫

Pokoknya mah, thank you sudah nungguin aku update, love sekebon pokoknya 🤍🫶🏻🫶🏻🫶🏻

Happy Reading ❤️

Aku menghela napasku lega kemudian tersenyum tipis saat keyakinan hatiku untuk melamar Isya semakin bertambah.

Setelah beberapa Minggu ini aku bimbang antara melamar sekarang atau nanti-nanti saja, akhirnya aku tiba pada keputusanku agar melamarnya sekarang. Inipun, hasil dari Istikharahku.

Aku lantas bergegas menuju ummiku, mengutarakan niat baikku sekaligus meminta restu.

"Umi," panggilku sembari mengetuk pintu kamar Umiku.

Tidak lama, Umiku keluar dari kamarnya dan menghampiriku dengan senyuman. "Kenapa, nak?" Tanya beliau.

"Itu, aku mau cerita." Jawabku yang membuat Umi sontak mengajakku menuju ruang keluarga, duduk di sofa kemudian memintaku untuk segera menceritakan hal yang ingin ku sampaikan.

"Kamu sudah yakin, dek?" Tanya Umiku kala aku selesai mengutarakan niatku untuk melamar Isya.

Aku mengangguk mantap pada Umiku. "Iya, aku udah sholat istikharah kok." Balasku. "Jadi gimana, Mi?"

Umi kemudian tersenyum sebagai jawaban. "Umi mah, okey aja. Tapi Isyanya, umi enggak tau, okey atau enggak." Kata beliau sembari terkekeh kecil.

"Dih, cemberut." Umi mencubit pipiku gemas. Nasib anak bungsu memang begini, selalu di pandang masih kecil sama orang tua.

"Jadi kapan adek niatnya mau lamar Isya?" Umiku bertanya.

"Aku mau tanya ke Ayah Isya dulu, Mi, biar sekali konfirmasi bagusnya ngelamar kapan." Terangku yang membuat Umiku menganggukkan kepalanya seraya tersenyum.

***

Malam setelah aku berbincang dengan Ayah Isya benar-benar membuatku tidak bisa tidur. Beliau mengatakan aku boleh datang melamar besok malam setelah sholat Isya.

Sekarang, aku justru overthinking memikirkan hari esok. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, sudah terlalu larut untukku yang lumayan jarang begadang.

"Nanti kalau Isya nolak gimana, ya? Kak Kahfi aja waktu itu di tolak, padahal beliau keren banget." Kataku pada diriku sendiri.

"Tapikan dulu kak Kahfi ngelamarnya Isya masih kuliah, sekarang udah lulus, Isya juga udah kerja. Jadi besar kemungkinan aku di terima, dong?" Balasku lagi kemudian mengambil bantal dan menutup mataku, berusaha untuk tertidur.

Namun, gagal. Aku kembali berpikir tentang hari esok. "Aku ngerasa siap mau nikah karena memang udah siap dari segi materi dan mental. Aku juga siap dan sudah paham tentang parenting anak. Aku juga udah baca banyak buku nasehat pernikahan. Tapi Isyanya gimana? Doi siap enggak, ya?" Ujarku dengan bantal yang masih berada di atas mataku.

"Apalagi kita masih muda banget, terus dia cewek pasti banyak yang di pikirin tentang kehidupan berumah tangga." Sambungku.

"Apa aku ajak ta'aruf dulu, ya? Biar bisa saling mengenal dulu. Eh, tapi, aku kan udah bilang sama Ayahnya kalau mau melamar. Lagian kalau mau ta'aruf perantaranya siapa?" Kataku lagi.

Ashar (End)Where stories live. Discover now