RoMH 17 - Fakta

1.9K 156 4
                                    

"Ariel, tunggulah di sini. Aku akan memanggilkan supir." Aku berkata pelan pada Ariel, mendudukkan istriku di salah satu kursi yang berada di lobi.

"Aku ikut!" Ariel segera menahan tanganku dan akan berdiri, namun aku menahannya.

"Diamlah. Apa kau tidak mengerti bahasa manusia?" ujarku, membuat Ariel tersentak kecil. Baru sekarang kau merasa takut, huh? Ke mana saja rasa takutmu itu? Bisa-bisanya kau melawan psikopat di dalam sana.

Tanpa berbasa basi lagi pada Ariel, aku segera berlari kecil ke arah parkiran. Akan lebih cepat jika aku menelepon supir. Namun, peraturan dalam pesta ini adalah mobil harus di simpan di parkiran dan tidak bisa memasuki lobi. Parkiran di sini sangat jauh dan kaki Ariel sedang sakit. Tidak mungkin aku menyuruhnya untuk turun denganku ke basement dan menjemput mobil. Aku tidak keberatan untuk menggendongnya, namun anjing yang lewat pun akan syok jika sikapku pada Ariel tiba-tiba berubah.

Beberapa menit kemudian, aku sudah berada di dalam mobil yang dikendarai supirku. Setelah memberikan kartu identitasku pada penjaga lobi, mobil segera diizinkan untuk masuk ke lobi.

Aku menghela napas lelah. "Dasar orang kaya. Mengadakan pesta pun sampai seketat ini."

Aku segera keluar dari mobil untuk menjemput Ariel.

Ariel masih duduk di tempatnya, sedang menyandarkan kepalanya ke tembok dengan jasku yang sudah turun di salah satu sisi bahunya. Aku terkekeh kecil dan segera menetralkan ekspresiku ketika berada di hadapan Ariel.

"Ariel, mobilnya sudah tiba," ucapku.

Ariel membuka matanya. Melihatku dengan matanya yang terbuka setengah sebelum matanya terbuka sepenuhnya. Ariel tiba-tiba tersenyum cerah. "Erick~" serunya dengan ceria, mengulurkan tangannya ke arahku dan menyentuh kedua sisi wajahku. "Erick! Erick!"

Sempat tertegun dengan tingkah Ariel yang tidak biasanya, aku tersentak dan mengerutkan alisku karena heran. Namun ketika melihat 2 gelas kosong di kursi lain, aku terkekeh kecil. "Kau mabuk hanya dengan 2 gelas?"

Malaikatku ini ternyata bukan pemabuk yang handal.

"Hehe, Erick tertawa!" katanya, masih dengan nada ceria. Dia bahkan ikut tertawa senang.

Aku mendengus geli, mengedip, dan tersadar. Tawa Ariel benar-benar merdu. Aku tidak menyangka Ariel memiliki sisi yang seperti ini.

Apakah Ariel pernah tertawa setelah menikah denganku?

Apa aku pernah mendengarnya tertawa di kehidupan sebelumnya?

Tentu saja pernah. Itu ketika kami menikah dan mengobrol bersama tamu sebelum aku menghilangkan tawa merdunya di malam ketika aku mulai menyiksanya. Ariel mungkin saja tertawa di kehidupan sebelumnya, namun Ariel berhenti tertawa di depanku setelah kita menikah.

Mengingat hal itu, aku tersenyum kaku, memegang kedua tangannya yang berada di sisi wajahku, mengecupi kedua punggung tangannya, dan bertanya, "Apakah kau menyukai tawaku?"

Ariel menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar. "Ya! Aku menyukainya! Erick tidak pernah tertawa, jadi aku menyukainya!"

"Benarkah?" tanyaku lagi sambil membenarkan jasku agar tersampir rapi di bahu Ariel.

"Um!"

"Kau suka melihatku bahagia?"

"Ya!"

"Walaupun aku jahat padamu?"

Ariel terlihat terkejut. Dia tidak langsung menjawab. Senyumnya perlahan menghilang, digantikan dengan ekspresi sedih. "Kenapa ... kau jahat padaku?"

Senyum lembutku perlahan ikut menghilang saat mendengar pertanyaan Ariel. "Huh?"

Rebirth of My Husband [Kelahiran Kembali Suamiku]Where stories live. Discover now