RoMH 1 - Sedari

9.1K 333 2
                                    

"Kenapa ... kau melakukan ini?"

Ya, kenapa? Kenapa kau melakukan ini? Bukankah kau mengkhianatiku? Bukankah kau yang membuatku berada di posisi ini? Bukankah kau menginginkan ini terjadi padaku?

Lalu kenapa?! Kenapa malah kau yang berada di dalam pelukanku dengan darah yang terus mengucur deras darimu?! Kenapa kau memblokir peluru untukku yang sudah kau khianati?! Aku pria yang lebih buruk dari sampah, lebih bajingan dari pemerkosa, lebih jahat dari iblis.

Tapi, walaupun sudah berada di titik ini, kenapa kau memblokir peluru yang mengarah padaku?

Kenapa kau masih menghargai nyawa yang tidak berharga ini?

Namun kau, seperti tidak pernah mengalami penyiksaan dariku sama sekali, kau tetap mengukir senyum di wajah pucatmu. "Jangan menangis ..." lirihnya sambil menyentuh pipiku dengan tangan lemahnya.

Siapa yang menangis? Aku? Untuk siapa? Untukmu? Aku ingin berkata bahwa itu tidak mungkin, tapi usapan tanganmu di pipiku membuat air yang berada di sana semakin terasa di wajahku.

Aku membuang napasku. Itu bergetar. Seluruh tubuhku gemetaran. Kali ini semuanya terasa. Air mataku yang terus berjatuhan, tubuhku yang terasa mendingin, dan dadaku yang terus menerus berdenyut nyeri.

Kenapa terasa sakit?

Bukannya aku membenci wanita ini? Bukannya kematian akan bagus untukku?

"Tapi kenapa ...?" Air mataku tidak berhenti mengalir, dan pelukanku semakin gemetaran di tubuhnya. "Bukankah kau yang menghianatiku? Kenapa kau menolongku?"

Mata yang sedikit demi sedikit kehilangan sinarnya itu, masih terpaku padaku. Aku tahu dia pasti merasa sakit, tapi kenapa dia masih tersenyum?

"Aku mencintaimu ..." Ucapan klise itu bahkan mampu membuat tubuhku gemetaran tidak terkendali. Kenapa? "Bukankah wajar untuk seorang istri melindungi suaminya? Kau adalah keluargaku."

Keluarga? Aku mencelamu setiap hari, menyiksamu setiap ada kesempatan, menghinamu di depan orang lain, tidak mempedulikan keberadaanmu dan menganggapmu hama yang bisa merusak kehidupanku.

Tubuhku gemetar hebat. Dan seperti orang bodoh, aku tertawa kencang walaupun air mataku terus mengalir. Tanganku mencengkeram erat tubuhnya, sementara dia mengernyit tanpa mengeluh sakit padaku. "Keluarga? Apa gunanya? Kau mengkhianatiku!! Mengancam pergi walaupun kau tidak punya tempat untuk pergi! Memblokir peluru untukku, tapi apa gunanya?! Kau mati, dan aku tetap mati!! Kau pikir aku akan merasa bersalah dan menyesal sudah menyiksamu sampai mati-" aku menghentikan teriakanku, menahan napasku saat air matanya perlahan mengalir.

Wajahnya kali ini terlihat sangat pucat dan darah perlahan mengalir dari bibir dan hidungnya. Tangannya yang dingin masih menyentuh pipiku dengan sangat lembut walaupun aku meneriakinya. "Jangan mengatakan sesuatu yang menyakiti dirimu sendiri. Kau tahu? Aku akan mati. Tidak bisakah kau berbicara yang lebih baik padaku? Tidak apa-apa jika hanya berpura-pura. Aku akan tetap bahagia."

Kali ini aku tidak bisa menahan tangisku. Seperti anak kecil, aku hanya menatapnya dengan air yang terus mengalir di pipiku. Menangis deras seperti anak yang menginginkan sesuatu yang tidak bisa digapainya. Apa harus seperti ini? Kenapa harus kau yang mati untukku?

Tatapanku beralih pada tanganku yang masih memegangi perutnya yang berdarah. Jas hitam yang kugunakan sudah sepenuhnya basah. Aku kembali menatap wajahnya yang semakin pucat. Napasnya pun sudah terdengar sangat lemah. Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Aku ingin menanyakan alasannya menghianatiku, namun mulutku mengeluarkan kata-kata yang lain. "Sabarlah sebentar. Di dalam film-film, walaupun kau terkena peluru dan terjatuh ke dalam sungai, kau bisa tetap hidup. Kali ini pun sama. Aku tidak akan kabur lagi. Aku akan kembali pada bajingan-bajingan yang kau bawa itu. Dan kau akan selamat. Apa kau bisa bersabar?"

Rebirth of My Husband [Kelahiran Kembali Suamiku]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant