RoMH 4 - Selalu

3.3K 219 5
                                    

Di dalam film-film yang kutonton, ada pemeran yang seperti itu.

Pemeran yang berpura-pura baik, selalu kuat dan lembut. Namun dia ternyata adalah penjahat yang sebenarnya, yang bersembunyi di bawah label kebaikan.

Dan itulah Ariel di mataku dulu. Dia adalah orang yang jahat. Dia hanya baik karena menginginkan keuntungannya sendiri.

Ternyata, banyak di sekitarku yang memujiku di depan, tapi mereka adalah yang berbalik badan terlebih dahulu daripada yang membenciku. Anehnya, dulu aku tidak menganggap mereka negatif walaupun mereka berlaku mirip seperti Ariel.

Tapi, kenapa? Kenapa hanya pada Ariel aku tidak menganggapnya baik? Kenapa hanya pada Ariel yang selalu sabar, selalu memaafkanku dan tidak mencelaku?

Sekali lagi kutanya pada diriku sendiri.

Apa?

Apa sebenarnya salah Ariel?

"Erick, jangan melihatku," kata Ariel yang wajahnya masih menunduk ke arah toilet. Aku hanya berdiri di belakangnya, bersidekap dada dan menatapnya saja tanpa membantu.

Orang lain takkan bisa melihatnya, namun aku sebenarnya benar-benar panik. Jantungku terus berdenyut nyeri, dan jariku gemetar hebat. Aku hanya menyembunyikannya dengan sikap bajinganku seperti biasanya. Aku bahkan tidak bisa berbicara. Karena aku tahu, jika aku berbicara, dia akan mendengar gemetar dalam suaraku. Atau lebih parahnya, jika aku berbicara, aku akan berakhir menangis saat ini juga.

Tidak mungkin.

Tidak mungkin sekarang.

Tidak bisa.

Aku tidak mau.

Hanya kalimat penolakan itu yang bisa kuucapkan dalam hati. Namun, bukannya mereda, rasa sakit itu semakin terasa. Aku tidak bisa menghentikan seluruh tubuhku yang gemetaran.

Ariel selesai dengan muntahnya. Dia menundukkan kepalanya, berjalan ke arah wastafel untuk membasuh wajah dan tangannya. Setelah itu, Ariel menatapku dengan polos. "Erick, kau tidak jijik?"

Aku hanya diam saja. Menatapnya. Rasa sakit itu tidak meninggalkanku, malah membuat dadaku serasa ditusuk ribuan jarum. Wajah pucat Ariel sekilas terlihat mirip dengan wajah pucat Ariel di kehidupan sebelumnya. Wajah pucat yang dulu tidak aku perhatikan. Dan berakhir membuatnya pergi.

Denyutan itu lebih terasa di dadaku. Aku menegapkan tubuhku, dan berjalan ke arah pintu. "Nanti-" aku menghentikan ucapanku saat terdengar getaran di sana. Aku berdeham untuk menetralkan cara bicaraku. "Nanti, kita akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaanmu." Aku berbicara tanpa menoleh padanya. Karena saat ini, aku tidak bisa menahan gumpalan air yang muncul di kelopak mataku.

"Eh? Kenapa?"

Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat. Kau akan mati, kau tahu?

Kau akan mati, Ariel.

Karena aku selalu menyiksamu.

Karena aku selalu membuatmu tertekan.

Karena aku tidak membahagiakanmu.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Mulutku saat kering saat aku melanjutkan bicara. "Aku tidak suka mendengarmu muntah-muntah. Sangat menjijikkan. Kalau bisa, kau dirawat saja di sana."

Hening sejenak. Ariel tidak berbicara dan aku tidak kunjung pergi. "Maaf. Tapi, aku sungguh tidak apa-apa. Aku hanya alergi terhadap bawang, jadi ...."

Ariel tidak meneruskan ucapannya, dan aku tersentak di tempatku. Napasku tertahan saat aku berbalik dan menatapnya tidak percaya. "Tapi di dalam sandwich itu terdapat bawang!! Kenapa kau-"

Rebirth of My Husband [Kelahiran Kembali Suamiku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang