BONANZA - 058

27.8K 1.4K 18
                                    

058'


******

“Gerah, Kak. Panas gini masa make hoodie. Gila aja.” Nanza mendorong hoodie hitam yang Kalingga sodorkan.

Kalingga berdecak, “Pakek. Gue nggak suka, Za. Apaan coba make baju kayak gitu. Kalo nggak, kita balik lagi aja.”

Nanza menatap kesal Kalingga, “Kak. Kayaknya Baju gue gak ada salahnya deh. Tertutup, iya. longgar, iya. Terus  Apa yang lo masalahin?” gadis itu menghentikan langkahnya.

Laki-laki dengan kemeja hitamnya itu ikut menghentikan langkahnya. Tangannya menarik baju Nanza bagian pundaknya, “Warna baju lo. Lo terlalu mencolok make warna ini.”

Kedua alis Nanza tertaut, “Mencolok? Perasaan warnanya nggak norak, deh. Mencolok apanya si, Kak? Ngaco.”

“Mau pamer?” laki-laki itu langsung memakaikan Nanza hoodie hitam miliknya, “Kalo gini kan orang-orang bakal tau kalo lo punya gue.” laki-laki itu langsung menarik jemari Nanza untuk di genggamnya.

Nanza menggelengkan kepalanya, “Emang acaranya dimana si, Kak? Nggak jauh kan?” gadis itu mendongak menatap Kalingga.

“Nggak jauh, dan nggak deket juga. Awas aja kalo di sana tebar pesona.” ancam laki-laki itu di akhir kalimatnya.

“Dih, yang ada situ kali yang pandai tebar pesona.”

Kalingga mulai memakaikan helm gadis itu saat tiba di parkiran, “Skip. Sekarang kamu pakein helm aku,” laki-laki itu menyodorkan helmnya pada Nanza.

“Ka...kam–Bhahaha!” Nanza di buat tertawa ngakak di balik helmnya.

“Kenapa? Salah? Mulai sekarang nggak ada lo gue. Oke?” lalu laki-laki itu menepuk helm Nanza membuat gadis itu langsung berhenti tertawa.

“Nggak. Aneh banget!” ujar Nanza seraya menarik tengkuk Kalingga untuk memakaikan helm pada laki-laki itu.

Kalingga menatap dalam manik Nanza di balik kaca helmnya yang terbuka, “Titik.” tekannya.

“Koma, Kak. Terlalu susah buat gua ngomong embel-embel kayak gitu. Gue nggak bisa.” ujar gadis itu bersungguh-sungguh. Tolonglah, itu terlalu lebay menurut Nanza.

Kalingga berdecak, “Apa susahnya si, Za.”

“Susah, Kak. Udahlah, ayok berangkat. Keburu sore nanti.” Nanza menepuk jok motor Kalingga.

******

Nanza menatap sekeliling jalan yang di lewatinya. Kedua tangan gadis itu terulur untuk memeluk erat perut Kalingga, “Kak! Kalo suatu saat gue buat lo kecewa, lo mau maafin gue nggak?!” ucap Nanza keras agar terdengar laki-laki itu.

“Hah! Apaan, Za? Kamu ngomong apa?!”

Nanza berdecak sebal, “Kalo suatu saat gue buat lo kecewa, lo mau maafin gue nggak?!” tanya gadis itu sekali lagi.

“Perihal kayak gitu nggak usah di bahas! Kecuali kalo lo emang ada niatan buat bener-bener ngecewain gue! Lo sendiri tahu, Za! Hal yang berbau kekecewaan itu akan sulit di maafkan! Apalagi forgotten!” jawab Kalingga sesekali menatap mata Nanza di pantulan kaca spion.

Nanza menelan susah salivanya, andai saja Kalingga tahu isi hati Nanza, Nanza tengah termenung sekarang. Gadis itu sendiri tidak tahu isi hati nya. Usahanya sudah selesai. Sonya juga sepertinya tidak akan mencoba mendekati Kalingga lagi. Dan untuk apa Nanza masih berada di samping Kalingga seperti ini. Permainannya akan segera berakhir dengan kekecewaan yang laki-laki itu dapat dari nya. Apa Nanza akan siap menerima konsekuensinya suatu saat nanti?

Kalingga merasa ada yang ganjal dengan sorot mata Nanza. Laki-laki itu tahu kalau Nanza tengah memikirkan sesuatu. Bukan perihal kekecewaan yang gadis itu bahas, kan?

Perlahan Kalingga memelankan motornya untuk berhenti di bibir jalan. Ini tidak beres.

Nanza tertegun saat Kalingga turun dari motor seraya membuka helmnya. Gadis itu berusaha menetralkan pikirannya dan membuang jauh-jauh rasa gugupnya.

“Za, jelasin. Kenapa lo ngebahas masalah ini?” tanya Kalingga seraya membuka pengait helm gadis itu.

Setelah terlepas dari helmnya, gadis itu menggelengkan kepala, “Nggak, Kak. Nggak usah di bahas lagi.” jawabnya  menghindari tatapan elang Kalingga.

“Bahas aja apa salahnya sih? Sekalian. Lo juga kan yang mulai duluan.”

Kalingga menipiskan bibirnya saat tak kunjung mandapat jawaban lagi dari Nanza.

Gadis berambut pendek itu sendiri sudah merasakan respons Kalingga. Ini belum terjadi, tapi Kalingga sudah menampilkan kegeramannya secara halus seperti ini. Bagaimana nanti? Ayo, Za. Gadis itu harus bisa menormalkan keadaan.

Kedua tangan Nanza terulur untuk  meraup wajah Kalingga, “Lo—Khem, Ka...kamu nggak usah khawatir Ya, Kak. Aku nggak bakal ngecewain kamu, kok. Percaya, ya?” gadis itu langsung tersenyum manis. Semoga saja Kalingga bisa membuang pikiran buruknya.

Tangan Kalingga terangkat untuk menggenggam tangan Nanza di pipinya, “Gue tau lo masih setengah hati, Za.”

Detik itu juga Nanza merasakan sulit bernapas.

“Tapi lo harus percaya sama gue, Za. Gue tulus sama lo,” tangan kanan laki-laki itu membawa tangan Nanza untuk menyentuh dada kanannya, “Besar harapan gue, lo bisa nerima gue sepenuh hati lo. Gue tau itu sulit, tapi gue yakin, lo bisa karena lo juga punya perasaan sama gue. Mata nggak pernah bohong, Za.”

Nanza mengerjap beberapa kali, “Ka—”

“Lucu kalo inget lo pas pertama kali masuk ke dalam hidup gue,” sekat laki-laki itu seraya maju satu langkah agar lebih dekat dengan Nanza, “Dengan sok beraninya lo berperan seakan lo pelakor,” laki-laki itu memalingkan wajahnya untuk tersenyum miring.

“Asal lo tau, gue pengen ketawa, Za,” laki-laki itu kembali menatap gadisnya, “Lo lucu,” Kalingga menjatuhkan helmnya sembarangan lalu tangannya itu terangkat untuk mencubit gemas pipi kiri Nanza.

“Lo menarik,” lagi-lagi Kalingga membuat Nanza tertegun dengan tangan laki-laki itu yang mengusap lembut pipinya.

“Jadi gue harap, jangan tinggalin gue ya, cantik....”

******
TBC
.

BONANZA •  [TERBIT]✓Where stories live. Discover now