BONANZA - 038

38.1K 1.6K 9
                                    

038'

******

“Emangnya itu punya siapa, Za? Kenapa harus kamu sendiri yang cuci? Kamu kan bisa ke laundry. Nggak usah cape-capek kamu yang nyuci.” Nenek menyajikan sayur sup ke atas meja makan.

Nanza menghirup aroma sayur buatan Neneknya, “Nanza nggak enak, Nek. Masa kotoran Nanza harus di ke laundrykan. Nanza kan bisa cuci sendiri.” ucap gadis itu lalu menyiuk sayur yang menggoda itu pada mangkuknya.

“Bagus juga. Nenek bangga kamu ngerti masalah seperti ini. Lain kali, lebih hati-hati lagi ya, Za. Udah minta maaf belum sama temen kamunya?” tanya Nenek ikut menyiuk sayur buatannya itu.

“Udah,” ucap Nanza di sela-sela kunyahannya.

“Kamu nggak sekolah kenapa?” tanya Nenek menatap Nanza.

Nanza menelan terlebih dahulu makanannya, “Baju Nanza kan di rumah, Nek.”

“Owh, iya. Terus kamu kenapa Pagi-pagi malah ke sini. Kenapa nggak nyuci di sana aja?” pertanyaan Nenek kali ini membuat Nanza menelan salivanya.

“Di sana.... Di sana, mati lampu.” ucap gadis itu. Semoga saja Neneknya percaya.

“Owh gitu.”

Nanza segera mengangguk, gadis itu cepat-cepat menghabiskan makanannya, “Nek, Nanza mau langsung pulang aja. Nanti besok, sepulang sekolah, Nanza ke sini lagi. Nenek baik-baik di sini, ya. Asalamuallaikum!” Nanza menarik tasnya di kursi sebelahnya. Lalu gadis itu berjalan ke arah pintu.

“Cucian Nanza nggak usah di angkat! Biarin aja di balkon kamar Nanza. Nggak bakal keujanan, kok.” teriak Nanza di ambang pintu.

“Iya! Kamu hati-hati!” sahut Nenek.

Nenek Nanza menggelengkan kepalanya. Terkadang, wanita paruh baya itu bingung dengan tingkah Nanza. Kok bisa, Wanita itu memiliki Cucu seperti Nanza.

Selang beberapa menit saat Nanza sudah pergi, pintu apartemen Nenek Nanza di ketuk oleh seseorang di luar sana. Dengan langkah pelan Nenek Nanza berjalan ke arah pintu.

Wanita paruh baya itu melebarkan mulutnya, “Wah, nak Lingga? Teman Nanza, kan?” wanita paruh baya itu langsung menggeserkan tubuhnya, “Ayok masuk ke dalam.”

Laki-laki jangkung dengan setelan hitam itu tersenyum, “Pagi, nek.” ucap Kalingga seraya menyalimi Nenek Nanza.

“Ayok masuk dulu.” Nenek Nanza menarik tangan Kallingga agar laki-laki itu masuk ke dalam apartemennya.

Kalingga duduk di sofa. Netra laki-laki itu menyapu semua penjuru di depannya. Tatapan laki-laki itu teralih ke arah Nenek Nanza yang menghampirinya dengan membawa trei berisi air putih.

“Mau ketemu Nanza ya? Aduh, anak itu baru aja pergi.” ucap Nenek ikut duduk di samping Kalingga.

Pergi? Kemana? Tanpa laki-laki itu ketahui? Nanza anggap dirinya apa? Itulah argumen-argumen yang bermunculan di pikiran Kalingga.

“Nak Lingga? Kenapa? Kok malah ngelamun.” tanya Nenek Nanza membuyarkan pikiran Kalingga. Laki-laki itu kembali fokus.

“Emangnya Nanza kemana, Nek?” tanya Kalingga.

“Pulang ke rumah orang tuanya. Emang nggak ada capeknya dia itu. Nenek aja heran. Oh iya, kamu nggak sekolah juga, nak?” tanya Nenek di akhir kalimatnya.

Kalingga menggelengkan kepalanya, “Kebetulan nggak Nek, ada problem sedikit tadi.” jawab laki-laki itu. Jika saja ketahuan Nanza, pasti gadis itu sudah merutukinya karena sudah berbual.

“Owh begitu,” Nenek Nanza mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Nan—”Baru saja Kalingga ingin berbicara, laki-laki itu mengatupkan mulutnya karena suara petir di luar sana menggelegar di tambah dengan angin kencang yang membuat seluruh gorden di apartemen Nenek Nanza bergoyang-goyang.

“Ya ampun mau ujan, gimana sama Cucu Nenek di luar sana? Aduh, kasihan sekali.” Nenek Nanza menatap awan mendung di jendelanya yang sengaja di buka.

Kalingga yang melihat ke khawatiran Nenek Nanza itu ikut khawatir, “Nek, tenang ya? Kebetulan Lingga mau ke luar kota. Semoga aja kita ketemu di jalan.” ucap laki-laki itu seraya bangkit.

“Beneran? Ya ampun nak Lingga. Nanti kalau ketemu Nanza tolong dia ya, nak. Dia pasti takut ujan berpetir.” Nenek Nanza ikut bangkit menepuk-nepuk bahu Kalingga.

Setelah menyalimi Nenek Nanza, Kalingga segera keluar. Laki-laki itu juga sangat khawatir, pasalnya,  Nanza tidak membawa motor. Kenapa juga gadis itu tidak mengabarinya. Gadis bodoh.

******

Sepanjang perjalanan, Kalingga menajamkan penglihatannya mencari Nanza. Bahkan setiap angkot yang laki-laki itu temui ia hentikan. Seperti saat ini, kepala laki-laki itu masuk ke dalam pintu angkot berharap ada Nanza di sana.

Masih tidak ada. Kalingga menghela napasnya, angkot mana yang terdapat gadis bodoh itu?

Setelah mempersilakan angkot yang baru saja di hentikannya untuk maju kembali, Kalingga mengadahkan tangan kirinya, laki-laki itu berdecak saat rintikan air mengenai telapak tangannya itu.

Tidak mau gagal dalam pencariannya, Kalingga segera mengendarai motornya kembali. Laki-laki itu berhenti di lampu lalu lintas yang berubah menjadi merah. Sialan. Laki-laki itu kalah cepat.

Netranya menyapu seluruh tempat di sekitar, siapa tau, ada Nanza di sana. Dan benar saja, laki-laki itu melihat Nanza duduk di out door kafe. Saat ingin meminggirkan motornya, laki-laki itu mengurungkan niatnya. Nanza tidak sendiri. Di sana ada seorang laki-laki yang bersamanya. Lalu untuk apa Kalingga menghampiri gadis itu?

Redum langit pun, semakin gelap. Sampai detik ini, hujan turun bersamaan dengan bergantinya lampu lalu lintas menjadi hijau. Kalingga menatap Nanza lagi sebentar, lalu laki-laki itu menancap gas dengan emosi yang memuncak. Kalingga sangat kecewa pada gadis itu.

Masih belum menyangka, ini alasan Nanza tidak mengabarinya terlebih dahulu? Siapa yang Nanza temui? Kalingga belum melihat laki-laki itu sebelumnya. Pacarnya?

Kalingga menambah tempo kecepatan pada motornya. Pikiran laki-laki itu di penuhi oleh Nanza. Gadis licik. Tunggu, untuk apa laki-laki itu memikirkannya? Toh, gadis itu saja tidak perduli padanya. Memang benar, laki-laki itu seharusnya tidak mengkhawatirkan Nanza sebelumnya.

Apaan? Kalingga kok malah seperti peran utama yang tersakiti di dalam drama roman. Memangnya dia laki-laki apa? Laki-laki itu menghela napasnya. Sepertinya Kalingga benar-benar butuh penetral pikiran.

Lihat saja, Kalingga tidak akan bicara sedikit' pun pada Nanza. Laki-laki itu terlalu malas untuk melihat wajah Nanza saja. Apalagi mengingat gadis itu sudah berkencan dengan laki-laki lain.

******
TBC
.

Spam komen dong, biar semangat up nya!
Mulai lesu ini, seperti Kalingga
Menghadapi Nanza, (

BONANZA •  [TERBIT]✓Where stories live. Discover now