BONANZA - 033

42.5K 1.7K 4
                                    

033'

******

Setelah memarkirkan motornya, Nanza langsung berjalan ke arah lorong menuju kelasnya. Namun, langkah gadis itu memelan saat Kalingga menghampirinya. Beberapa siswi dan siswa di sekitarnya menatap mereka.

“Orang tua lo asik juga.” ucap Kalingga membuat Nanza menoleh sebentar ke arah laki-laki itu.

“Ya begitulah mereka. Lo semalem mau kemana, Kak? Rapih amat. Mau ketemu mantan ya?” tanya Nanza menyindir.

Kalingga berdecih, “Kenapa? Cemburu?” tanya laki-laki itu sangat percaya diri.

“Nanya doang, mana ada gue cemburu.” jawab Nanza membuat Kalingga mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Pulang kemana?” tanya Kalingga, laki-laki itu melangkah lebuh cepat dan berdiri di depan Nanza menghalangi jalan gadis itu.

Langkah Nanza yang terhenti, gadis itu mendongak menatap Kalingga, “Mau apa sih nanya-nanya. Ke rumah lah, Kak.”

Kalingga menumpukan tangan kanannya pada tiang bangunan, “Apart?” tanya laki-laki itu, Nanza mengangguk.

“Lo nggak cape apa bolak-balik sejauh itu, alasan lo sebenarnya pulang ke sana itu apa, si? Nenek lo di sana juga baik-baik aja.” penasaran Kalingga. Tangan laki-laki itu refleks membenarkan poni Nanza yang tertiup angin.

Nanza sempat terpaku dengan tingkah laki-laki itu. Tetapi, Nanza segera menepis kekagumannya, “Awalnya sih, gue yang bodoh ini mau mata-matain, lo. Tapi gue malah kenyamanan di sana.”

“Mata-matain gue? Maksud lo apa? Demi misi bodoh lo itu, lo rela nyiksa diri lo sendiri?” tanya Kalingga serius. Laki-laki itu menegakkan tubuhnya melipat kedua tangannya ke depan dada.

Nanza menghela napasnya, “Yang penting, misi gue selesai. Gue udah berhasil ngerusak hubungan yang gak wajar lo itu sama Kak Sonya.” perkataan Nanza membuat Kalingga mengusap rahangnya.

“Tapi itu semua, dengan nggak sengaja, lo udah ngasih gue umpan yang gak bisa lo ambil kembali dari gue.” ucapan Kalingga membuat sebelah alis Nanza terangkat.

“Maksud lo?” tanya Nanza kurang mengerti dengan ucapan laki-laki itu.

Kalingga membungkukkan punggungnya, “Lo lupa? Sekarang lo milik gue? Apapun alasannya, lo nggak bisa ngehindar dari gue.” bisik laki-laki itu tepat di depan telinga Nanza.

Nanza tersenyum, tangan kanan gadis itu terangkat untuk melingkar di leher Kalingga, menahan agar laki-laki itu tetap berada di posisinya, “Gue nggak mau. Ngapain juga di miliki cowok bucinan kayak lo.” ucap gadis itu membuat Kalingga menelan salivanya.

“Kak, jangan belajar jadi orang yang maruk, lo belum selesai sama Kak Sonya. Gue yakin, masih ada nama dia terbesit di hati lo,” Nanza langsung mendorong pelan dada Kalingga agar laki-laki itu kembali menegakkan tubuhnya.

Melihat Kalingga terdiam, Nanza ingin melangkah melewati laki-laki itu. Namun dengan cepat pergelangan tangannya di cekal laki-laki itu, “Gue akan buktiin, kalo gue emang udah nggak ada hubungan sama dia. Dan seperti kata lo waktu itu, gue hanya akan membalas budi.”

******

“Jangan biarkan diri kalian Berlarut-larut dalam Zona nyaman. Hey! Liat di luaran sana, masih banyak anak-anak seumuran kalian yang terlantar. Mereka memilih jalan mereka sendiri tanpa bimbingan orang tua seperti kita! Akhirnya apa? Mereka menjadi salah jalan, menjadi anak-anak yang tidak perduli terhadap aturan. Bahkan mereka tidak tahu mana yang benar maupun salah dalam mengambil keputusan. Sehingga apa? Banyak kasus yang memperlihatkan kalau anak jaman sekarang itu, mereka tidak berpikir panjang untuk masa depannya. Contohnya apa? Mereka memilih untuk bunuh diri adalah jalan terbaik dalam menyelesaikan masalah.”

Fokus Nanza terganggu oleh suara isakan di sampingnya, saat gadis itu menoleh, ia melihat Caca sedang mengusap-ngusap ujung matanya.

“Ca, lo nangis?” tanya Nanza. Gadis itu menepuk bahu Caca. sebelumnya gadis itu tidak pernah melihat Caca selemah ini. Apalagi hanya mendengarkan penyampaian dari Pak Firman kepala sekolah SMA Purnama.

Caca tersenyum ke arah Nanza, “Gue inget almarhum dan almarhumah orang tua gue aja, Za. Ucapan Pak Firman emang fakta. Hidup tanpa dukungan orang tua itu kayak kosong banget.”

Nanza merangkul Caca, tidak perduli gadis itu sudah keluar barisan, “Gue paham jadi lo emang sulit. Tapi gue bangga, gue punya sahabat sehebat lo. Lo kuat, Ca. Jangan sedih, lo pasti bahagia di masa depan nanti.”

Caca mengangguk, “Thanks, Za. Keberadaan lo sama Rere udah ngebantu gue buat semangat, Za. Beruntung gue kenal kalian sekarang.”

Nanza tersenyum, “Nah, gitu dong. Semangat. Jangan sedih, orang tua lo bangga punya anak kuat kayak lo.” gadis itu menepuk-nepuk bahu Caca.

Caca kembali mengangguk, “Gue juga bangga punya orang tua kayak mereka. Lo balik ke barisan lo, Za. Nanti ketahuan.” Nanza mengangguk, gadis itu kembali ke barisannya.

Tidak terasa, acara upacara pagi ini telah usai. Nanza mengusap keringat di keningnya, “Za, kata Rere nanti malam kita di suruh ke rumahnya tuh, katanya ada acara bakar-bakar.”

“Oh iya, Rere WA gue juga, kok. Yaudah, nanti gue usahain ke sana.” ucap Nanza seraya membuka topi di kepalanya.

“Oke, nggak usah ke rumah gue, lo langsung ke rumah Rere aja. Nanti gue udah ada di sana.” ucap Caca.

Nanza mengangguk, “Oke. Lo hati-hati.” ucap gadis itu seraya merangkulnya.

“Lo lah, yang harus hati-hati. Udahlah, malam ini lo nginep lagi aja di bonyok lo. Biar deket.” ucap Caca memberi saran.

“Iya kalo ada acara ginimah, gue coba nginep di sini lagi aja.” ucap Nanza membalas rangkulan Caca.

“Cie, yang tadi pagi ada apa ya?” sindir Caca membuat Nanza menoleh ke arahnya.

“Tadi pagi?” tanya Nanza bingung.

“Ituloh, yang cowoknya bisik-bisikan. ”

Sekarang Nanza mengerti dengan maksud Caca, “Owh, Kak Lingga ngomong ke gue, kalo dia mau buktiin ke gue, dia nggak ada hubungan apa-apa lagi sama Kak Sonya.”

“Wow, gue yakin si, Za. Dia tuh mulai ada rasa sama lo.” ucapan Caca refleks membuat langkah Nanza terhenti. Otomatis, Caca pun ikut menghentikan langkahnya.

“Mana ada, Orang dia sebucin itu sama Kak Sonya.” ucap Nanza. Gadis itu kembali melanjutkan langkahnya.

“Ya nggak menutup kemungkinan juga lah, Za. Orang dia kayaknya nggak mau jauh dari lo gitu kalo gue liat-liat.” ucap Caca.

“Yaudah si, kita liat nanti aja. Gue nggak akan berhenti ngebuat Kak Lingga ngelupain Kak Sonya. Cewek matre itu.” Nanza langsung menegakkan punggungnya.

“Gue di belakang lo, Za! Apa-pun itu, gue dukung lo! Semangat!” Nanza langsung tertawa melihat ekspresi  Caca sudah seperti pemimpin upacara saja.

******
TBC
.

BONANZA •  [TERBIT]✓Where stories live. Discover now