Bab. 24

66 15 3
                                    

Jimmy duduk di hadapan meja bartender. Entah berapa gelas minuman yang sudah dia konsumsi untuk melampiaskan kesedihannya malam ini. Ponselnya yang sedari tadi berdering diabaikannya begitu saja. Apalagi setelah tahu kalau panggilan masuk itu berasal dari Nata, Husein, dan Ian. Mereka bertiga pasti menghubungi hanya untuk membujuk Jimmy agar kembali ke black lion.

"Berisik!"

Karena kesal Jimmy membanting ponselnya ke lantai hingga hancur dan seluruh pengunjung bar kini melirik ke arahnya. Jimmy tak peduli dengan anggapan sekelilingnya, laki-laki itu mengangkat tepi bibirnya dan kembali meneguk minuman di gelas kecilnya.

Sebenarnya Jimmy terbiasa pergi ke bar dengan Malika. Diam-diam tanpa sepengetahuan teman-temannya Jimmy sering mengkonsumsi minuman beralkohol, dan biasanya ada Malika yang menemani dirinya.

Jimmy menatap nanar kursi bulat yang biasa di duduki Malika. Hatinya remuk dan hancur melihat kursi itu kini kosong tak berpenghuni. Isaknya kembali terdengar. "Lo kenapa ninggalin gue Lika? Kenapa lo ninggalin gue!"

Jimmy menunjuk-nunjuk kursi kosong itu seolah di hadapannya ada Malika. Perasaannya sesak dan emosi saat membayangkan Malika ketakutan di saat kematiannya membuat Jimmy mengepalkan tangannya. "Gue enggak akan biarin begitu saja orang yang udah nyakitin lo. Gue akan cari tahu siapa orang itu, dan gue akan pastiin dia menderita seperti lo, Lika."

Jimmy kembali meneguk minumannya. Dia menyeka air matanya lalu bangkit seraya membawa satu botol minuman di balik jaketnya.

Jimmy keluar dari bar lalu memutuskan memanggil taksi online, karena dia tak mungkin mengendarai motornya dalam keadaan setengah sadar. Lalu setelah taksi tersebut datang dia langsung menuju ke suatu tempat.

Jimmy menuju apartemen Malika yang kedua. Apartemen yang hanya diketahui oleh dirinya, dan itu juga merupakan tempat dirinya melepas rindu bersama Malika secara diam-diam.

Dengan keadaan setengah sadar Jimmy menggedor pintu putih di hadapannya. "Malika buka, ini gue! Jimmy!"

Jimmy terus menggedor pintu tersebut hingga dia sadar bahwa Malika sudah meninggal.

Jimmy terkekeh dengan air mata yang kembali menetes. "Oh, iya gue lupa Malika kan udah enggak ada."

Jimmy memasukkan sebuah sandi untuk membuka pintu di hadapannya. Setelah terbuka dia melangkah dengan langkah sedikit sempoyongan. Jimmy mengamati setiap sudut ruangan itu dan semua kenangan bersama Malika langsung terbayang di ingatannya.

Jimmy pernah memasak bersama dengan Malika di dapur. Mereka pernah bermain monopoli hingga dini hari di ruang televisi. Mereka juga selalu berbagi cerita di atas sofa sambil menonton drama Korea kesukaan Malika, dan yang paling Jimmy ingat dia sering memeluk tubuh Malika dengan erat di atas ranjang.

Jimmy menghela nafasnya saat memasuki kamar tidur Malika. Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang yang dilapisi kain berwarna merah muda, warna kesukaan Malika. Jimmy kembali menangis seraya membenamkan kepalanya ke dalam tumpukan bantal. "Gue kangen lo Lika. Gue kangen meluk lo!"

Dia terus terisak memanggil nama Malika di tengah keadaan yang begitu sunyi. Hingga tak lama dia beralih menatap fotonya bersama Malika yang terpajang di atas nakas. Di dalam foto itu dia nampak sedang memeluk Malika dari belakang, foto itu juga begitu cantik karena di ambil di tepi pantai saat sunset. Foto itu membuat Jimmy teringat dengan percakapan saat itu.

Beberapa minggu lalu.

Jimmy dan Malika duduk berdua di tepi pantai. Mereka baru saja selesai mengabadikan momen matahari yang terbenam, dan langit kini sudah nampak gelap.

Malika menyender dibahu Jimmy, tangannya tak pernah lepas dari genggaman Jimmy.

"Lo udah enggak sedih lagi kan sekarang?"

Qiara, My Stepsister (TERBIT)Where stories live. Discover now