Bab. 5

143 43 14
                                    

"Papah tolong bangun, Pah!" Qiara mengguncang tubuh ayahnya yang tiba-tiba tak sadarkan diri.

"Mas bangun Mas!" Ibu Lisa juga turut menangis dan panik sama seperti Qiara.

"Ian!" Ibu Lisa berteriak kepada Ian yang hanya berdiri mematung. Entah terbuat dari apa hati laki-laki itu. Dia sama sekali tak bergeming melihat Pak Saka yang ambruk.

"Kita bawa Om Saka ke mobil Tante! Kita harus bawa dia ke rumah sakit!" seru Nata.

Nata membopong Pak Saka dengan dibantu oleh penjaga rumah yang muncul karena teriakan Ibu Lisa. Mereka bergegas membawa Pak Saka menuju ke mobil milik Ibu Lisa.

"Siapa yang nyetir?" tanya Qiara dengan perasaan yang tak karuan. Tubuhnya juga bergetar hebat karena begitu syok.

"Mama yang nyetir Qia. Yang bisa bawa mobil cuma Mama sama Ian," ucap Ibu Lisa yang juga sama panik seperti Qiara.

"Ya udah aku sama Nata di belakang jagain papah."

Mereka semua pun masuk ke dalam mobil. Ibu Lisa nampak begitu panik, bahkan untuk menyalakan mesin mobil saja dia tiba-tiba jadi kesusahan.

Ian tiba-tiba muncul dan mengetuk kaca mobil di samping Ibu Lisa.

"Mau apa lagi kamu?" tanya Ibu Lisa seraya menurunkan kaca mobilnya.

"Biar Ian yang nyetir. Ian enggak mau Mami kenapa-kenapa."

"Enggak perlu, Mami bisa sendiri!"

"Mi, enggak usah keras kepala begitu. Mami mana mungkin bisa menyetir dengan tangan yang kaya begitu!" Ian menunjuk tangan Ibu Lisa yang memang masih bergetar.

"Iya Tante lebih baik biarin Ian aja yang nyetir. Kita harus cepat-cepat ke rumah sakit Tante," ucap Nata membujuk Ibu Lisa.

"Baiklah." Akhirnya Ibu Lisa berpindah tempat, dan membiarkan Ian mengambil alih kemudi.

Ian duduk, memasang seat belt, menyalakan mesin mobil, lalu melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

Qiara tak tahu apakah Ian merasa khawatir terhadap kondisi sang ayah atau tidak. Karena terlihat wajah lelaki itu nampak tak panik sama sekali.

........

Sudah beberapa menit mereka semua menunggu di depan ruang bertuliskan UGD. Menunggu dokter keluar untuk mengetahui kabar dari kondisi Pak Saka. Ibu Lisa dan Nata terus mencoba menghibur dan menenangkan Qiara yang terus menangis karena begitu takut kehilangan ayahnya.

Sementara Ian memilih berdiri di kejauhan. Dia memisahkan diri dari keluarganya. Ian bersikap seolah tak peduli padahal pandangannya tak bisa lepas dari ruang UGD.

Ada sedikit rasa bersalah di hati Ian tetapi dia enggan mengakuinya. Setengah hatinya merasa kasihan kasihan kepada kondisi Pak Saka. Namun, setengah hatinya begitu bersikeras bahwa dia membenci Pak Saka, dan belum bisa menerima kehadiran Pak Saka.

Ditengah kemelut hati yang sedang dirasakan Ian. Tiba-tiba ponselnya bergetar dan terlihat ada notifikasi dari Malika.

Malika : Sayang aku udah di depan rumah sakit.

Ian membalas pesan tersebut, lalu dia gegas menghampiri ibu Lisa yang sedang duduk bersama Qiara dan Nata. Air matanya perempuan itu sudah surut, tetapi wajahnya nampak begitu kacau.

"Mi, Ian izin pergi duluan ya. Ian ada urusan."

Ibu Lisa menatap Ian tanpa menyahut ucapan sang anak. Dia benar-benar tak habis pikir dengan sikap Ian yang nampak tak peduli dengan keadaan Pak Saka.

Nata yang menyadari kalau Ibu Lisa tak mau bicara akhirnya membuka suara untuk mewakili kekesalan Ibu Lisa. "Lo, mau kemana sih Ian? Bokap lo lagi sakit tapi kok lo malah pergi. Keadaan bokap lo tuh lagi gawat."

Qiara, My Stepsister (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang