Bab. 2

164 45 12
                                    

Ian menunggu lanjutan dari ucapan Pak Saka dengan perasaan tak karuan. Dia bertekad jika memang sang ibu ingin menjodohkannya tentu saja dia akan menentangnya. Karena Ian sudah memiliki seorang kekasih yang merupakan primadona di kampusnya.

“Bisa enggak ngomongnya jangan berbelit-belit Om. Langsung aja gitu ngomong to the point. Sebenarnya maksud pertemuan ini untuk apa?” Ian bertanya dengan nada kesal.

Ibu Lisa mencubit lengan Ian, tetapi kini Ian tak memekik. Dia berusaha menahannya walaupun cubitan sang ibu terasa panas.

“Ian, kamu tuh harus sopan sedikit sama Om Saka!”

Pak Saka sama sekali tak marah dengan semua respon yang ditunjukan oleh Ian. Laki-laki berumur 50 tahun itu malah kembali tersenyum ramah. “Haha maaf ucapan Om sedikit berbelit-belit karena jujur sekarang Om merasa sedikit nervous.”

Pak Saka akhirnya mengumpulkan keberaniannya. Dia menarik nafas lalu mengatakan apa maksud dari pertemuan yang terjadi. “Ian, sebenarnya Om menemui kamu untuk meminta izin ... Izin untuk menikahi mama kamu.”

Ian sontak membelalakkan matanya saat mendengar ucapan Pak Saka. Ian pun menatap sang ibu untuk memastikan kebenaran atas ucapan Pak Saka.

Ibu Lisa yang mengerti dengan maksud tatapan Ian mengangguk. “Maaf Mami enggak ngasih tahu kamu dari awal. Sebenarnya Mami sama Om Saka sudah menjalin hubungan selama setahun terakhir ini, dan sekarang kami sudah mantap untuk memulai kehidupan baru.”

Ibu Lisa beralih menatap Qiara yang juga sama-sama nampak terkejut seperti Ian. “Qia, mau kan jadi anak Tante?”

Qiara menatap Ian, dan  Ian menggeleng memberi kode agar Qiara menentang keinginan kedua orang tua mereka. Ian tak sudi bila harus menjadi saudara tiri dari musuhnya sendiri. Namun, tak disangka ternyata Qiara malah mengangguk.

“Qia, mau kok jadi anak Tante. Yang terpenting bagi Qia adalah kebahagiaan Papah.”

“Alhamdulilah.” Ibu Lisa dan Pak Saka sama-sama mengucap syukur.

Pak Saka lantas menatap Ian. Dia berharap Ian juga akan setuju seperti Qiara. “Lalu bagaimana dengan kamu Ian? Kamu bersedia jadi anak Om, kan?”

Brak!

Ian menggebrak meja seraya bangkit dari kursi kayu yang didudukinya, lalu berteriak lantang. “Enggak! Aku enggak bisa terima Om jadi ayah tiriku!”

“Ian! Duduk kamu!” seru Ibu Lisa.

Ian menatap ibunya dengan tatapan berapi-api. “Pokoknya Ian enggak setuju Mami nikah lagi! Ian enggak butuh figur seorang ayah, Mi!”

“Apalagi kalau harus bersaudara dengan perempuan macam dia! Ian pokoknya keberatan dengan rencana pernikahan ini!” Ian bersikukuh menolak seraya menunjuk wajah Qiara yang menatap Ian dengan tatapan menahan kesal.

Ibu Lisa bangkit, dia benar-benar tak menyangka bahwa Ian akan menolak keinginannya. Dia menahan emosi dan berusaha membujuk Ian secara baik-baik.

“Ian, tolong dengerin Mami dulu.”

Ian tetap menggeleng. “Ian pokoknya enggak setuju. Ian mau pulang aja Mi.”

“Ian!”

Ibu Lisa memanggil Ian, tetapi laki-laki bertindik itu terus melangkah keluar meninggalkan ruang pertemuan. Ian berjalan dengan cepat hingga saat tiba di parkiran motor seseorang menahan lengannya.

“Tunggu Ian!”

Ternyata orang itu adalah Qiara, nafasnya begitu tersengal-sengal karena berlari untuk mengejar Ian.

Qiara, My Stepsister (TERBIT)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon