Bab. 25

113 16 16
                                    

Keesokan harinya Qiara kembali menjalani aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa seperti biasanya. Walaupun sebenarnya kondisi kampus masih heboh dengan desas-desus seputar misteri kematian Malika yang telah dibunuh oleh seseorang.

Tak sedikit mahasiswa yang tetap beranggapan bahwa Ian adalah pelakunya. Akibat anggapan yang santer terdengar itu, Qiara jadi kembali bimbang dan curiga kepada Ian.

Apakah memang Ian yang membunuh Malika? Dan Ian melakukannya karena sudah tak menginginkan perempuan itu.

Karena terlalu sibuk memikirkan hal tersebut di kepalanya. Qiara jadi tak fokus dengan keadaan sekitar, bahkan dia tak menyadari kalau Ian sedari tadi tengah mengikutinya.

Qiara terus berjalan dengan pikiran yang entah ada dimana, hingga dia pun tak menyadadi bahwa di depannya ada tangga menurun. Sontak Qiara kehilangan keseimbangan, tapi untung Ian yang berada di belakang berhasil menahan tubuh perempuan itu.

"Hei! Mata lo sebenarnya dimana? Bisa-bisanya tangga sejelas ini enggak kelihatan?" Ian mengomeli Qiara setelah dia menolongnya.

"Sorry gue cuma lagi mikirin sesuatu jadi enggak fokus."

"Mikirin apa sih? Masih muda kok banyak pikiran."

Mendengar celetukan itu sontak membuat Qiara mendelikkan mata ke arah Ian. Hei! Gue tuh mikirin lo. Mikirin semua kemungkinan tentang lo.

Ian menatap Qiara, lalu dia menyentil kening Qiara begitu saja hingga Qiara memekik.

"Aduh! Lo apa-apaan sih Ian? Sakit tahu!"

"Lo yang apa-apaan? Lo natap gue begitu banget kayak natap penjahat. Atau jangan-jangan lo juga curiga sama gue kayak temen-temen yang lain?"

Qiara mengangguk. "Sedikit ...."

Ian tertawa menahan kesal. "Haha bisa-bisanya lo juga curiga sama gue ...."

"Prinsip gue adalah jangan terlalu percaya sama siapapun," timpal Qiara.

"Apalagi emang benar kan kalau lo enggak suka Malika, jadi bisa aja lo lah yang ...."

"Jangan ngaco!" Potong Ian. "Gue bukan enggak suka ... gue hanya enggak bisa menyukai Malika. Gue udah berusaha buat suka sama dia, tapi gue tetap enggak ngerasain rasa yang istimewa kalau di dekat dia."

"Terus adakah cewek yang membuat lo merasakan rasa istimewa itu?" Entah apa yang merasuki Qiara hingga perempuan itu  tiba-tiba bertanya seperti itu.

Qiara sepertinya ingin kepastian atas apa yang telah dia baca di kamar Ian.

Ian menatap Qiara dengan lurus. "Iya, ada seseorang yang bikin hati gue berdebar-debar  tapi itu bukan urusan lo."

Ian pun berbalik, tapi rupanya Qara tak bisa menahan lagi rasa penasaran di hatinya. Perempuan itu menahan tangan Ian. "Apa orang itu gue?"

Ian menoleh dan menatap Qiara dengan pipi yang mulai memerah.

"Apa orang yang bikin hati lo berdebar itu gue?" Qiara mengulang pertanyaannya.

Raut wajah Ian nampak kaget dengan pertanyaan yang Qiara lontarkan.

"Ke-kenapa lo bisa berpikiran begitu?" Ian berucap dengan terbata.

"Karena gue udah lihat album foto di kamar lo, dan disamping foto gue yang ada di sana ada tulisan bidadari hati. Terus gue juga ingat kalau sebelum dibawa polisi lo sempat bilang sayang sama gue."

"Jadi Apa memang gue bidadari hati lo?

Ian terus menatap Qiara, detak jantung nya semakin berpacu cepat. Apa gue harus jujur sekarang soal perasaan gue ke dia?

Qiara, My Stepsister (TERBIT)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें