25.5 Penyusup (Bagian 2)

31 4 2
                                    

Mevia tersentak kecil ketika mendengar suara bernada tinggi itu. Suaranya terdengar kasar. Ia berbalik mendapati seorang cowok urakan menatapnya tajam.

"Anu—"

"Kalau mau masuk, tinggal geser gerbangnya aja kayak biasa. Tapi, abis itu tutup rapet lagi." Cowok itu menggeser posisi gerbang dengan sekuat tenaga karena sudah berkarat. "Soalnya gue denger akhir-akhir ini banyak banget geng sekolah lain yang nekat dateng. Kurang kerjaan banget."

"Nggak masuk?" tanya cowok itu melihat Mevia hanya berdiri mematung.

Bingung harus merespon seperti apa di saat seperti ini, ia kembali mengambil langkah. Semoga ini bukan pertanda buruk. Ia juga penasaran apa yang ada di dalam sekolah ini. Cowok itu lantas kembali menutup gerbang.

Ia ingin menanyakan sesuatu. Ragu. Tapi harus ia lakukan. Semoga suara aslinya sedikit tersamarkan oleh maskernya dan ia memberatkan suaranya agar terdengar seperti cowok. Semoga cowok ini tidak curiga.

Pertanyaan pertama, "geng sekolah lain? Buat apa mereka dateng? Gue baru tahu." Buat senatural mungkin.

"Ah, mereka kebanyakan nyari Cobra. Siapapun yang bisa ngalahin dia, bakal jadi pemimpin sekolah. Lo pasti tahu, kan?" Sekarang Mevia berjalan berdampingan bersama cowok yang bahkan tidak ia kenal itu. "Yah, walaupun banyak yang ngantri buat ngalahin dia, itu rasanya mustahil."

Itu artinya Rivanno benar-benar sekuat itu.

"Kenapa lo ada di tempat ini?" ucap Mevia pelan. Ia tidak terlalu berharap orang ini akan menjawabnya. Semoga ia tidak curiga.

"Buat apa lo nanyain sesuatu yang lo sendiri udah tahu jawabannya?" balas cowok itu menoleh pada Mevia.

"Bukan secara luas, tapi diri lo sendiri." Cepat-cepat Mevia mengubah perkataannya.

"Bagi gue tempat ini seperti rumah. Yah, mungkin karena kita punya nasib yang hampir serupa." ia terkekeh kecil.

Nasib?

Dalam hati Mevia mengulang kata itu. "Nasib seperti apa yang memberikan mereka alasan kuat untuk berada di sini?"

Pertanyaan kedua, "lo dari geng mana?"

Cowok itu terdiam sejenak. Seperti berfikir. "Gue dari fraksi Black Birds. Mungkin lo bakal lupa, karena gue cuma anggota biasa."

Apalagi itu? Lauren hanya menceritakan empat geng terkuat. Lalu ia bertemu dengan nama geng baru lagi. Oh, benar. Di sekolah ini ada 21 kelompok geng.

Pertanyaan selanjutnya, "anggota biasa? Lo nggak ngerasa terdiskriminasi? Maksudnya lo nggak merasa dibedakan karena kurang aktif di geng?"

"Nggak juga." Cowok itu menyelipkan tangannya di saku celana jeans miliknya. "Setiap orang punya kelebihan, kan? Jadi siapapun itu entah anggota biasa atau anggota tertentu di geng, setiap geng punya cara tersendiri untuk mengatur kelompoknya. Lo sendiri?"

Mevia tidak paham. "Maksudnya?"

"Lo dari geng mana?"

Geng abal-abal.

Mevia mengernyit bingung. Ia harus menjawab apa? Sedangkan cowok itu menatapnya lamat menunggu jawaban.

"Gu—gue, gue dari geng...." Apa, ya namanya kok lupa.

"Nggak usah malu sama posisi geng lo. Semua bakal aman terkendali kalau di sekolah ini. Geng lo terkuat teratas, apa terlemah teratas? Atau sebaliknya?" Dia bertanya semakin memojokkan Mevia.

"Geng Avigator."

Mata sedikit membola mendengar jawabannya. "Wihh... Yang bener lo. Berarti lo temennya Rivanno dong!"

LOS(V)ER: You Live SucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang