26. Hesitant

1.3K 122 24
                                    

Di ruang rawat inap Rei, hanya ada Hasbi, Arjuna, dan bundanya. Rei sudah sadar, beruntung tak ada tanda serius mengenai kondisi tubuhnya. Semuanya bernapas lega mendengar kondisi Rei yang baik-baik saja.

Kini di samping Rei ada bundanya, sejak Rei pertama kali sadarkan diri, bundanya tak henti-hentinya terus mengusap kepalanya, memberi Rei kenyamanan tersendiri saat tangan lembut itu mengusap pelan kepalanya.

"Bunda", panggil Rei.

"Iya Rei ? Kenapa ? Ada yang sakit lagi ? Atau butuh apa ?", tanya bundanya beruntun sedangkan Rei hanya mengulum senyumnya. Rei menggeleng membuat ketiganya bingung.

"Rei suka diusapin kepalanya sama bunda. Rei jadi ngantuk, padahal biasanya Rei butuh obat buat tidur", ucapan Rei yang membuat hatinya sedikit teriris. Kini matanya memanas, pandangannya memburam, air mata nampak menggenang dipelupuk matanya.

Sebisa mungkin ia tahan air mata itu agar tidak jatuh di depan ketiga putranya. Ia coba untuk menyunggingkan senyumnya, berharap air mata itu tak datang lagi setelahnya. Meskipun pada akhirnya sia-sia, air mata itu tetap jatuh membasahi kedua pipinya.

"Yaudah, bunda bakal sering-sering usapin kepala Rei, biar Rei ga perlu obat itu lagi buat tidur. Maafin bunda ya Rei", ucapnya dengan isakan tertahan, Hasbi dan Arjuna yang mendengar itu pun lantas mendekat ke arah bundanya.

"Bunda jangan nangis, mau gimanapun Rei bakalan tetep sayang sama Bunda. Tanpa bunda minta juga Rei bakal maafin bunda. Jangan nangis lagi ya bun, Rei gapapa kok.

Maaf tadi Rei kelewat emosi, maaf kalau ucapan Rei bikin bunda sakit hati. Rei cuma mau didenger bun, Rei cuma pengin bunda sama ayah nganggep keberadaan Rei", lagi-lagi ucapan Rei mengiris hatinya, di satu sisi ia menyesal, sangat. Tapi disisi lainnya ia merasa bangga, putranya tumbuh dengan sifat baik seperti malaikat.

Tanpa meminta persetujuan, ia lantas membawa Rei kedalam dekapannya. Asing, jarang ia merasakan hal seperti ini. Baru ia sadari, ternyata selama ini dirinya jauh dari Rei. Ia menyesal, mengapa ia bisa merasa asing dengan dekapan putranya sendiri ?

Rei yang tengah dipelukpun hanya diam, ia menikmati dekapan hangat dari bundanya. Dekapan yang selama ini selalu ia damba, pada akhirnya ia mampu merasakannya juga.

"Sekali lagi maafin bunda ya, bunda ga bisa janji, cuma bunda bakal berusaha buat jadi lebih baik lagi. Tolong jangan tutupin apapun lagi dari bunda ya ? Ga cuma Rei, tapi abang sama adek juga. Jangan sungkan buat bilang kalo emang bunda salah, kita perbaikin semua bareng-bareng ya", ucapan bundanya yang lantas diangguki oleh mereka bertiga.

"Yaudah, Rei istirahat lagi ya. Biar cepet sembuh. Abang sama adek makan dulu sana, dari sore tadi belum makan kan ? Abang, bunda boleh minta tolong buat bawa adeknya ke kantin rumah sakit ?

Sekalian nanti kamu makan juga. Bunda gabisa biarin Rei sendiri, atau mau kalian aja yang jagain Rei biar bunda beliin makanan buat kalian ?", tawar bundanya. Ketiganya yang mendengar itu merasa senang, bundanya sedikit demi sedikit telah berubah.

"Biar abang sama adek aja bun yang ke kantin. Nanti abang bungkusin buat bunda. Bunda jagain Rei aja, sekalian istirahat", setelah mengatakan hal tersebut, keduanya lantas beranjak keluar ruangan.

Saat keluar ruangan, mereka mendapati Airlangga yang tengah duduk di depan ruang rawat inap, tanpa menyapanya lebih dulu, Hasbi lantas menyeret Arjuna agar segera menjauh dari sana. Arjuna pun hanya menurut, toh ia memang belum ingin bertemu dengan ayahnya.

Hasbi membawa Juna menuju kantin yang saat itu tak terlalu ramai karena memang sudah malam. Keduanya pun lantas memesan makanan dan menyantapnya disana. Seelsai makan, keduanya berniat untuk membelikan makanan untuk bundanya.

Is It Home ? Where stories live. Discover now