62. Agitated

951 97 45
                                    

Tentu berat bagi seorang ibu untuk tinggal jauh dari anaknya, hal yang sama juga berlaku bagi Arletta. Bahkan selama beberapa hari ini, tidurnya selalu tak nyenyak karena terus terpikir soal putranya. Arletta terlalu larut pada dirinya sendiri, sampai-sampai dirinya lupa akan eksistensi dua putranya yang lain.

Arletta baru saja terbangun karena suara ketukan dari pintu kamarnya, ia pun lantas bangkit dari posisinya dan membuka pintu. Ia mendapati Hasbi yang kini berdiri didepan kamarnya.

"Bunda ayo sarapan, dari semalem bunda belum makan kan ? Abang takut bunda sakit. Bunda ngga perlu masak, makanannya udah siap kok, itu Rei lagi bantu abang buat nyiapinnya", ajaknya dengan hati-hati.

Arletta merutuki dirinya sendiri, ia terlalu mementingkan dirinya sendiri sampai-sampai lupa bahwa masih ada Hasbi dan Rei yang perlu ia urus juga. Matanya memanas, menahan tangis, ia merasa bersalah pada kedua putranya.

"Maaf ya bang, bunda sampai lupa buat bikinin sarapan dan nyiapin keperluan kalian, maaf", ucapnya pada Hasbi.

"Ngga papa kok bun, kalo buat kaya gini mah kita masih bisa handle. Ayo bun, kita sarapan bareng, Rei pasti udah nunggu", Arletta mengangguk, detik berikutnya ia lantas mengikuti langkah Hasbi mengarah ke ruang makan.

Sampai diruang makan, ia mendapati Rei yang masih sibuk menata beberapa makanan, ia pun mendekat dan berniat membantunya.

"Biar bunda bantuin ya, Rei duduk aja ngga papa", pintanya pada Rei.

"Eh ? Ngga usah bun, gantian hari ini Rei sama abang yang mau nyiapin buat bunda. Bunda duduk aja, ini udah selesai kok", tolaknya yang juga didukung oleh Hasbi setelahnya. Ia pun menurut, tak lama, Rei selesai dengan pekerjaannya. Ketiganya pun lantas sarapan bersama.

"Bunda ngga usah kerja dulu aja, bunda istirahat dirumah", pintanya pada Arletta. Bukan tanpa alasan keduanya meminta Arletta untuk libur kerja hari ini. Sejak kejadian malam itu, Arletta nampak menyibukkan diri dan terkesan memforsir diri untuk terus bekerja.

Keduanya tau alasan Arletta melakukan itu untuk mengalihkan dirinya sendiri agar tidak terlalu larut dalam masalah tersebut. Arletta sibuk bekerja, bahkan terkesan mengabaikan kedua putranya. Keduanya juga tau, setiap malam Arletta selalu kesulitan tidur, nampak dari wajahnya yang kini terlihat sayu karena kurang istirahat.

"Iya, bunda dirumah aja, hari ini Rei sama abang kan juga libur, biar Rei sama abang yang kerjain tugas rumah juga", tawar Rei pada Arletta yang juga didukung oleh Hasbi.

"Makasih ya, tapi bunda harus tetep kerja. Bunda ngga cape kok, liat nih bunda sehat-sehat aja. Mending kalian aja yang istirahat, seminggu ini bunda liat kalian sibuk banget sama sekolahnya, pasti cape kan ? Atau kalau kalian mau main juga boleh, bunda kasih izin, asal tau waktu", jawabnya pada Hasbi dan Rei.

"Engga bun, Abang sama Rei mungkin cape, tapi bunda pasti lebih cape. Bunda jangan maksain diri gini, abang ngga tega liatnya. Abang ngga mau bunda sakit karena terlalu memforsir diri. Abang tau, bunda menyibukkan diri biar ngga terlalu kepikiran soal masalah adek", ucapan Hasbi sukses membuat Arletta terdiam.

"Abang sedih liatnya bun, abang takut bunda kenapa-napa karena bunda yang selalu maksain itu semua", lagi-lagi Arletta tak mampu membalas ucapan Hasbi. Matanya kembali memanas, lagi, ia merutuki dirinya sendiri yang terlalu egosi akhir-akhir ini.

Ia membawa Rei dan Hasbi dalam dekapannya, mengusap pelan surai hitam kedua putranya dengan kata maaf yang terus terucap dari mulutnya.

"Bunda ngga perlu nanggung semuanya sendirian, bunda kan yang sebelumnya bilang, kalo kita bakal perbaikin semua sama-sama", tambah Rei yang lantas mengeratkan pelukannya pada Arletta.

Is It Home ? Where stories live. Discover now