17. Accusation

1.1K 112 13
                                    

Kini Samudra bersama dengan papanya dan Jevariel tengah menunggu Jendra. Meskipun baru saja kecelakaan, tapi papa Samudra memaksa untuk ikut melihat kondisi Jendra. Beruntungnya, meskipun luka parah, tapi tak ada luka yang serius pada tubuh Jendra.

Setengah jam yang lalu Jendra masuk ke dalam ruang operasi. Karena dihantam dengan kecepatan tinggi, kakinya patah cukup parah dan juga beberapa luka karena tubuhnya menghantam kerasnya jalanan.

Samudra prihatin melihat kondisi papanya yang memaksa untuk ikut melihat kondisi Jendra, padahal dirinya baru saja kecelakaan.

"Pa, papa istirahat dulu ya ? Papa juga baru kecelakaan, biar Samudra minta suster rawat papa disini ya ?", tawarnya pada sang papa.

"Nanti aja Sam, papa baik-baik aja kok. Papa mau nunggu Jendra disini, Papa mau pastiin kalo dia baik-baik aja", Samudra hanya menghela napas mendengar hal itu. Papanya sangat keras kepala.

"Pa, Samudra tau papa sayang banget sama Jendra, Samudra tau papa khawatir. Tapi papa liat kondisi papa juga. Papa juga harus istirahat, Samudra gamau papa kenapa-napa.

Pa, cuma papa yang Samudra punya. Samudra sedih liat papa kondisi kaya gini, papa tau ? Samudra takut, panik waktu denger papa kecelakaan. Pikiran Samudra kemana-mana pa.

Pa, tolong turutin Samudra pa, kali ini aja. Samudra mohon pa, turutin permintaan Samudra, Sam cuma nggamau papa kenapa-napa", Samudra sungguh khawatir, bagaimana tidak ? Kondisi papanya bahkan tidak bisa dibilang baik.

Kepalanya yang masih terbalut perban karena menghantam stir, luka dibagian kaki, serta dapat ia lihat bahwa wajah papanya begitu pucat. Ia tau papanya menahan sakit.

Melihat Samudra yang bersikap seperti itu, tentu ia terkejut. Jarang sekali Samudra menunjukkan sisi penyayang dirinya. Mau tak mau akhirnya ia menurut, karena sebenarnya daritadi pun ia menahan sakit.

Samudra lantas memanggil perawat untuk membawa papanya. Ia melirik ke arah Jevariel, seakan paham, Jevariel pun lantas berucap, "Gue yang bakal nunggu disini, lo jagain papa lo aja", ucap Jevariel yang lantas diangguki oleh Samudra.

Setelah itu Samudra pun pergi menemani papanya.
_________________________

Pagi ini, Rei berangkat sekolah bersama dengan Hasbi. Lagi-lagi tak ada obrolan diantara keduanya. Hasbi yang biasanya akan menanyakan soal jam kepulangan dirinya atau hal lain yang sebenarnya tidak penting, kini hanya diam dan fokus dengan jalanan.

Rei tak bisa jika terus seperti ini, bagaimanapun ia harus meluruskan masalah ini.

"Bang abi", panggilnya dan Hasbi hanya berdeham, tanpa menoleh sedikitpun kearahnya.

"Masih marah sama Rei ?", tanyanya dan Hasbi tidak menjawab.

"Bang abi masih nuduh Rei yang nglakuin itu ya ?", tanyanya lagi.

"Gausah dibahas, toh udah terlanjur", ucapnya singkat.

"Lain kali kalo dibilangin nurut, gausah batu. Coba aja waktu itu lo nurut, gaakan serunyam ini. Gue temenan sama Jevariel udah lama dan sebelumnya ga pernah kejadian kaya gini", ucapnya tanpa menoleh kearah Rei.

"Bang abi beneran ga percaya sama Rei ?", Hasbi tak menjawab.

"Kalo abang, orang yang paling deket sama Rei aja ga mau percaya, apalagi orang lain ? Kenalnya abang sama Rei, sama kenalnya abang sama bang Jev lebih lamaan mana emang ?", Rei nampak kecewa kali ini.

"Siapa lagi yang tau soal mereka kecuali lo Rei ? Gue ngga mungkin ngejual pertemanan gue sama Jevariel cuma buat gosip kaya gitu", Rei benar-benar tak mampu lagi untuk menjawab. Ia seakan tak diberi celah untuk membela diri, semua tuduhan langsung diarahkan padanya.

Is It Home ? Where stories live. Discover now