2. Calesta Lilian Angerson

41K 2.8K 44
                                    

Duk!

"Aw!!!!!" Pekiknya kuat, refleks langsung mengusap keningnya yang terbentur dengan permukaan meja. Sungguh sakit.

"Calesta, berdiri kamu!"

"Hah?"

"Berdiri saya bilang!" Perintah guru yang sedang mengajar dikelas itu dengan nada tegas.

"Mampus lo, Cal!" Cicit sahabatnya terkikik geli. Bisa-bisanya gadis itu tertidur dijam pelajaran Mrs. Mega, memang cari mati.

"CALESTA!!!" Bentak Mrs. Mega karena gadis yang dipanggil Calesta itu belum juga bergerak, dengan pandangan cengo dia menatap keseluruh penjuru kelas.

Kenapa tiba-tiba dia ada ditempat ini.

"HEI, KAMU TIDAK MENDENGAR SAYA, YA?!" Amarah Mrs. Mega, wajahnya memerah emosi. Siapa yang tidak emosi diacuhkan? Perasaan itu jauh lebih buruk berkali-kali lipat dari merasa direndahkan.

"Anda berbicara dengan saya?"

Anda? Waww, menakjubkan sekali batin Anseli disebelahnya. Gadis itu benar-benar mengaggumi pemberontakan sahabatnya kali ini, memang Calesta namanya kalau setiap hari bertambah gila.

"Keluar kamu dari kelas saya! KELUAR!!!" Teriaknya.

Karena merasa itu diperuntukkan baginya, dia pun beranjak keluar. Meskipun masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Tapi ingat, catatan merah dari saya dinilai rapot kamu tidak akan pernah bisa di hapus, sekalipun kamu memegang marga Angerson, Calesta."

Kakinya berhenti diambang pintu, Calesta? Siapa Calesta?

Dia Zea.

Zea tidak perduli karena merasa itu bukan dirinya, gadis itupun melenggang pergi meninggalkan kelas dengan suasana yang kacau akibat ulahnya.

Sepanjang jalan dia mengamati bangunan disekitarnya, sekolah siapa ini? Bagaimana dia bisa ada disini? Bukankah terakhir kali— eh tunggu, terakhir kali?

Bukannya dia tidak sadar kan diri karena kritis ditimpa pohon...

Zea tiba-tiba berhenti ditempat, memandangi sekitarnya dengan perasaan cemas. Kenapa dia bisa nyasar?

"Apa gue cuma mimpi? Tapi ini lebih mimpi! GUE UDAH LULUS WOIII!!!" Teriak Zea panik.

"Calesta, kenapa kamu teriak-teriak? Bolos ya kamu?" Zea menoleh, rautnya sangat aneh membuat guru itu bertanya-tanya dengan apa yang terjadi pada siswi tersebut.

"Kamu knapa Calesta? Kamu sakit?" Tanyanya melunak.

"Calesta? Calesta siapa? Saya Zeanne— APA CALESTA?" Kaget Zea kembali berteriak, guru itu memejamkan matanya kesal, kembali terkejut akibat ulah siswi didepannya. "Kamu ya! Sekali lagi kamu teriak, kamu saya hukum Calesta Lilian Angerson!!!" Ancam guru itu dengan tajam.

Glug

Tidak, tidak boleh!

"Saya permisi ke toilet, Mrs..." Zea berlari kencang meninggalkan guru sejarah itu, Mrs. Joan.

Membuat guru tersebut mendelik kesal, merasa dipermainkan dia barusan.

"Awas saja ya, kalau ketemu sekali lagi beneran saya hukum kamu Calesta!"

***

Zea menyentuh wajahnya dengan pandangan yang mengerikan, raut wajah aneh dan tatapan horror ketika membaca nama yang tertulis di nametag seragamnya membuat gadis itu seakan gila.

Ingin rasanya dia berteriak, namun takut terciduk orang lain. Apa tanggapan mereka nanti begitu melihat antagonis ini menyandang gelar baru. Seorang ODGJ?

Zea bergeridik ngeri.

"Gue transmigrasi kaya di novel-novel itu, really?" Tanyanya pada kaca dengan tersenyum kecut, "Tapi kenapa harus novel Syara Happiness???" Zea lanjut terkekeh sumbang.

Lihat, dari judulnya saja sudah sangat tertebak kan?

Semua cerita memang milik si tokoh utama, namun bukan selamanya tokoh utama selalu protagonis.

"Gimana caranya gue masuk? Pasti ada jalan keluarnya kan?" Zea benar-benar prustasi, gadis itu menjambak rambutnya kuat.

Sekarang sudah berada di chapter berapa novel ini? Bagaimana bisa dia seperti tokoh utama didalam cerita transmigrasi yang melanjutkan peran antagonis. Zea memiliki kehidupannya sendiri, dan semua tokoh itupun juga begitu.

D-dia tidak siap. Semua tokoh didalam cerita antagonis adalah tidak lain dan tidak ada bedanya jika mereka hasil dari sebuah kerangan penulis. Dia bukan, Zea berasal dari dunia nyata.

"Keadaan gue gimana? Apa kakak udah tau kondisi gue?" Gumamnya cemas.

***

"Kakak gak tau Zea... Kakak gak tau kalau kakak pergi, kamu bakalan jadi kaya gini," Air mata Veno mengalir, dengan tangan besarnya menggegam erat jemari mungil Zea.

Dibawah alat bantu pernafasan, mata adiknya terpejam damai. Bukannya tenang, Veno justru ketakukan mata itu tidak akan pernah terbuka lagi.

Suara mesin EKG yang mengisi kesunyian ruangan itu seakan menjadi alunan setan yang paling Veno benci.

Zea mengalami gegar otak setelah kepalanya terbentur kuat dengan batu, leher gadis itupun harus mengambil tindakan oprasi besar karena sebuah ranting yang menembus masuk sehingga menghambat pernafasan nya.

"Maaf, Zea. Maaf!" Veno merasa sungguh menyesal telah meninggalkan adiknya sendiri, seharusnya Veno membawa Zea hari itu. Namun sedikit pun tak terbesit dibenaknya.

Zea dinyatakan koma hingga waktu yang tidak bisa dipastikan dokter, mengetahui hal itu membuat dunia Veno kini runtuh dititik terendahnya." Dia belum pernah merasa seputus asa ini.

"Kakak salah, Ze. Kamu berhak hukum kakak, tapi jangan lama ya? Kakak mohon, cuma kamu yang kakak punya..." Bisik Veno llirih, seraya mengusap kening Zea dengan lembut dan penuh kasih sayang.

°_____•°

Please komen yang banyak, spam next juga Awa 'suka' banget (*'▽`)ノノ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Please komen yang banyak, spam next juga Awa 'suka' banget (*'▽`)ノノ

Saving Calesta's Destiny [TERBIT!]Where stories live. Discover now