(Part 5) 31 - Riot City

16 5 0
                                    

(illustration made using Leonardo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(illustration made using Leonardo.ai)

Setelah pertemuan itu, kami berangkat. Kuma mengambil alih kemudi setir mobil selagi Vallery duduk di kursi penumpang sebagai navigator. Aku dan Logan? Kami berdua menempati kursi belakang yang notabene sempit karena Mustang ini tidak memberi banyak ruang untuk penumpang tambahan selain yang berada di depan. Jadi, mau tidak mau aku harus bisa menyamankan diri selama perjalanan ini berlangsung. Kabar baiknya, sekarang aku jadi paham kenapa Kuma ditugaskan untuk ikut dengan Logan. Dan kabar baik lainnya, mobilku sudah diperbaiki, bahkan lebih baik dari yang pernah kuingat.

Perjalanannya memakan waktu sekitar tiga jam lebih. Kuma rupanya bisa menjadi pengendara yang taat lalu lintas, berbeda saat melakukan pengejaran terhadap kami tempo lalu.

Sampai di Riot City, keadaannya tidak seperti yang kami harapkan akan terjadi. Ada protes yang sedang berlangsung dan jalanannya sangat padat dipenuhi oleh para pengunjuk rasa. Biar aku ulangi – SANGAT PADAT. Protes itu berlangsung secara memusat dari kantor pemerintahan, yang sialnya berada jalur yang harus kami lalui. Tidak ada jalur memutar karena lokasi tujuan kami ternyata memang di dalam gedung pemerintahan itu! Ada banyak penjaga dan bala tentara yang dikerahkan untuk tetap menjaga agar protes itu berlangsung secara kondusif. Meski awalnya kami berpikir ini adalah pengalihan yang bagus karena kami harus masuk ke dalam sana, tetapi masalah utamanya terletak pada penjaga-penjaga yang terus menempeli bangunan itu seperti harta karun yang harus mereka jaga.

Kami berhenti di pinggir jalan yang kebetulan adalah sisi paling luar dari protes, di mana jumlah para pengunjuk rasa tidak terlalu banyak seperti di seberang jalan. Kepalaku menengok ke arah jendela dan memandangi para pengunjuk rasa yang bergantian memenuhi sisi penglihatan. Kuma memarkir mobil di antara mobil-mobil rongsokan yang sudah entah sejak kapan terparkir di bahu jalan.

Kami sempat mendiskusikan sesuatu dan menentukan siapa yang harus turun dan pergi menyelinap ke kantor itu. Ya, karena jika empat orang menyelinap akan terlihat sangat mencurigakan dan kelihatan seperti kita ingin melakukan perampokan. Dan pada akhirnya, keputusannya seperti ini: aku dan Logan yang turun dan menyelinap, Kuma siaga di balik kemudi setir, sedangkan Vallery akan mengarahkan kami di dalam gedung itu secara jarak jauh.

Ada satu hal yang menarik dari apa yang dilakukan Vallery kali ini, dia membekaliku kamera portabel agar dia dapat melihat apa yang sedang kulihat. Bagaimana dengan Logan? Secara mengejutkan, ternyata organ sintetis dalam tubuh Logan—termasuk sebelah matanya—dapat disinkronisasikan dengan laptop canggih milik Vallery.

Selain kamera portabel itu, Kuma juga membekali kami dengan pistol bius (tranquilizer) kalau-kalau kita perlu melakukan misi tanpa perlu untuk membunuh siapa pun. Aku sempat menoleh ke arah Logan ketika menerima pistol itu.

"Hanya untuk berjaga-jaga," pesan Kuma.

"Bagaimana?" tanyaku pada Logan.

Logan lantas mengeluarkan Glock miliknya dan memberikannya pada Kuma. "Kita tidak bisa membuat kekacauan di tempat ramai seperti ini," ujarnya. "Pistol bius mungkin opsi yang paling bagus dan logis. Tenang, aku masih punya pisau," tambahnya sembari menepuk-nepuk bagian tubuhnya yang terdapat pisau.

OriginsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang