Part 30. Fakta yang Terungkap

Start from the beginning
                                    

"Yud ... ternyata ... orang yang ...." Alice tak mampu melanjutkan ucapannya.

"Kalau nggak mampu cerita, besok-besok aja nggak apa-apa, tapi jangan nangis lagi, ya," ujar Yudha lembut. Ia yakin jika sesuatu telah menimpa sahabatnya ini.

Sekian lama ia bersahabat dengan gadis itu, jarang sekali ia menangis hingga sesenggukan seperti ini. Ia lalu menarik Alice ke dalam pelukannya.

"Udah, nggak apa-apa. Kamu nggak sendiri, ada aku sama Nenek," ucap Yudha sembari mengelus lembut surai gadis itu.

"Ternyata ... orang ... yang ... menabrak mobil kami ... itu ... ayahnya Diego, Yud," ujar Alice dengan sesenggukan.

Mata Yudha terbelalak kaget. Dengan cepat ingatannya berputar dan berhenti di suatu waktu ketika ia dan Diego bertemu di kafe dan membicarakan mengenai kecelakaan orang tua Alice.

Jadi, itu memang benar, batin Yudha.

Yudha menepuk-nepuk pelan punggung sahabatnya itu. Ia ikut sedih dengan kenyataan yang telah diketahui oleh gadis itu. Dan lebih sedihnya lagi, orang yang menabrak mobil orang tua Alice ternyata adalah ayahnya Diego.

Nenek Helena memejamkan matanya dan hatinya merasa sedih. Inilah alasan beliau menyimpan rahasia besar ini dari Alice yang sebelumnya tidak mengetahui siapa penyebab kematian orang tuanya karena waktu itu Alice pun tak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan naas itu. Ia tidak ingin cucunya bersedih lagi.

Alice melepaskan pelukan dari Yudha dan mengelap air matanya. "Tapi kenapa Diego nggak cerita padaku? Jahat."

"Nggak boleh gitu, Li. Mungkin Diego juga nggak tahu pasti mengenai hal ini," ujar Nenek Helena sembari menggenggam tangan kanan gadis itu.

"Iya, Al. Mungkin Diego punya alasan," tambah Yudha sembari menggenggam tangan kiri Alice.

Gadis itu mengangguk dan masih sedikit sesenggukan. "Iya, juga, sih."

"Makasih ya, Nek. Makasih ya, Yud. Aku beruntung punya kalian berdua," ujar Alice tersenyum sembari menatap Nenek Helena lalu menatap Yudha, sahabatnya.

"Eh ... tapi siapa yang bawa aku pulang ke rumah, Nek? Terus kok ada kamu juga, Yud?" tanya Alice heran.

"Pak Hary yang nganterin dan sebenarnya ia mau menunggu kamu hingga siuman, tetapi karena udah terlalu malam jadinya beliau Nenek suruh pulang duluan. Besok katanya ia mau ketemu sama kamu," terang Nenek Helena.

"Tadi, kebetulan Yudha baru pulang dari rumah temennya katanya dan langsung ke sini waktu tau kamu pingsan," tambah Nenek lagi.

Alice mengangguk-angguk lalu menarik kedua tangannya cepat yang digenggam neneknya dan Yudha. Ia menatap Yudha kesal.

Pasti baru pulang dari rumah Reisya, batin Alice menggerutu.

Pasalnya malam ini adalah malam Minggu.

Oh iya, seharusnya aku kan marah sama nih anak, hm, dasar nyebelin, batin gadis itu lagi.

Gadis itu lalu berdiri dan menggosok kedua matanya kasar. "Aku mau istirahat dulu. Yud, pulang gih, udah malam."

Alice berjalan cepat menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Nambah beban pikiran aja, batin gadis itu lagi.

"Loh, tiba-tiba banget," ucap Nenek heran.

Yudha tersenyum tipis.

Pasti mikir yang nggak-nggak tuh anak, batinnya.

Padahal teman yang Nenek Helena maksud adalah Ryan dan Topan, bukan Reisya.

.
.
.

* * *

Alice menatap mata pria di depannya yang tampak menatapnya tulus. Ada luka di sana, luka yang tak berdarah dan tak terlihat.

Angin pagi yang berembus pelan nampak menggoyangkan dedaunan bunga anggrek milik Nenek Helena yang tergantung di teras belakang rumahnya.

"Diego membenci saya, Nak. Saya takut kamu juga membenci saya. Namun, ini adalah kesalahan saya. Dan saya berhak mendapatkannya."

Alice termenung mendengar kisah dari Pak Hary mengenai kecelakaan lima tahun yang lalu.

Kecelakaan mobil yang bermula dari kecemburuan Hary dengan istrinya hingga ia nekat menerobos lampu merah di perempatan yang ramai lima tahun lalu.

Hingga kematian istrinya atau ibunya Diego karena kecelakaan itu.

Dan Diego yang membencinya sejak saat itu hingga saat ini.

Hary hidup dalam penyesalan yang amat sangat.

Ia sungguh mencintai istrinya itu, tetapi karena dibutakan oleh amarah, ia bertindak bodoh.

Ia juga telah menyebabkan kematian orang tua seorang gadis yang tidak ada sangkut paut dengan masalahnya.

Akibatnya ia harus menanggung rasa bersalah seumur hidupnya.

Hary tampak mengusap air matanya yang turun tanpa komando.

Alice menggigit bibir bawahnya pelan dan menundukkan kepalanya. Air mata menuruni pipi tirusnya yang pucat.

"Lebih dari semua itu, saya sangat menyesali perbuatan saya yang tak termaafkan. Saya juga telah berbohong kepada pihak kepolisian, tetapi saat saya berkata jujur ke Bu Helena, beliau memaafkan perbuatan saya dan memilih untuk berdamai tanpa melaporkan saya ke kantor polisi. Kalian adalah keluarga yang terlalu baik bagi saya yang sangat jahat." Hary mengusap air matanya yang terus turun.

"Alice, saya siap jika kamu mau melaporkan saya saat ini juga. Lagipula Diego tidak mau punya Ayah pembunuh seperti saya. Saya juga yakin kamu akan membenci saya, Nak."

Alice menggeleng dengan sesenggukan. Ini sungguh berat baginya.

"Tidak, Pak. Sa ... saya memang marah karena perbuatan bapak ... tapi ... saya akan berusaha memaafkan bapak ....," ucap Alice dengan suara bergetar.

"Karena Nenekku pernah bilang ... semua yang telah pergi tidak akan bisa kembali lagi .... Semua yang lalu akan tetap jadi masa lalu dan aku akan berusaha menerima kenyataan yang seiring berjalannya waktu akan berlalu." Gadis itu mengukir senyum tulus di wajahnya yang pucat.

"Ayah dan ibuku adalah orang tua terhebat yang selalu mengajarkan kepadaku agar tidak pernah membenci siapapun. Oleh karena itu, saya tidak akan pernah membenci Bapak, walaupun saya sangat ingin melakukannya."

.
.
.

* * *

🌺Alita Jung🌺

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🌺Alita Jung🌺

Gimme Love [END - Revisi]Where stories live. Discover now