33. Aira🔪

367 20 3
                                    

Vote✯

Happy Reading🐨🍒

Pagi ini Vanya duduk termenung di balkon dengan boneka itu di dekapannya. Vedri sudah pergi entah kemana, Vanya tidak terlalu peduli. Sewaktu ia bangun, lelaki itu tidak ada di sampingnya.

Vanya kembali mengingat tentang dia yang ingin membawanya kabur malam itu.

Flashback:

Vanya perlahan menaiki anak tangga menuju kamarnya setelah Vedri menyuruhnya. Vanya tidak peduli akan apa yang direncanakan oleh mereka selagi hal itu tidak menyangkut tentang keluarganya.

Vanya berjalan sambil bersenandung kecil. Ia membuka pintu kamarnya dan berjalan menuju ranjang. Namun beberapa langkah kemudian ia berhenti ketika melihat punggung seseorang di balkon.

'Siapa itu? Ada penyusup?' Vanya merasa ketakutan. Sebelum 'penyusup' itu mengetahui keberadaannya Vanya perlahan melangkah keluar menuju ruang tengah. Ia akan berlindung dan memberitahu hal ini kepada Vedri.

Langkah demi langkah terlewati dengan kaki yang berjinjit, sedikit lagi ia mencapai pintu keluar. Namun suara itu menginstrupsi dirinya untuk berhenti membuat tubuh Vanya mematung kaku. Ekspresinya tidak terbaca dan bibirnya keluh untuk berteriak. Bukankah seharusnya dia berteriak meminta tolong? Tapi kenapa rasanya susah ketika ia mendengar seseorang dengan nama panggilan yang sudah lama tidak ia dengar. Nama itu..

"Aira."

Jantung Vanya berdegup kencang mendengar nama itu kembali. Vanya memberanikan dirinya untuk menoleh ke arah orang tersebut.

Tatapan mereka bertemu. Vanya terkejut dengan apa yang dilihatnya sekarang. Apa ini? Apa dia sedang berhalusinasi? Tapi kenapa terasa begitu nyata. Apa takdir ingin membuat dirinya kembali berharap? Harapan yang berujung dengan kesia-siaan.

"Aira." panggilnya sekali lagi yang membuat Vanya langsung tersadar dari lamunannya.

Vanya mengedipkan matanya berkali kali sambil memukul kedua pipinya kuat supaya ia terbangun dari mimpi yang terasa nyata ini. Pipinya memerah akibat pukulan itu. Ia kembali menatap ke balkon dan ternyata lelaki itu masih tetap berada disitu.

Raut wajahnya berubah. Ia tersenyum dan tertawa pelan. Entah kenapa hati Vanya menghangat melihat itu.

"Jangan menyakiti dirimu sendiri Aira. Aku tidak suka melihatnya." Lelaki itu memberi jeda pada kalimatnya.

"Kemarilah. Tidak perlu takut. Kamu tau aku, aku tidak akan melukaimu."

Vanya percaya akan ucapan lelaki di depannya ini. Ia berjalan perlahan dengan degup jantung yang tidak karuan.

"Aku tau kamu ingin menanyakan banyak hal padaku namun ini bukan waktu yang tepat. Ikutlah bersamaku, akan kupastikan kamu aman. Percayalah." ucap lelaki itu tanpa berbasa-basi seperti tidak ingin membuang-buang waktu. Dan Vanya tau alasannya.

"Bentar.. bentar.. aku sedikit bingung. Dulu kamu ninggalin aku sendirian dan hilang tanpa kabar dan sekarang... sekarang kamu balik dan masuk diam-diam kesini terus tiba-tiba ngajak aku buat ikut sama kamu.. dan suruh ak—"

"Aku udah bilang. Aku bakal jelasin semuanya nanti. Sekarang ikut aku buat pergi dari sini."

Air mata Vanya sudah mengalir sedari tadi. Ia tidak tau bagaimana menjelaskan perasaannya saat ini. Ia merasa marah, kecewa, sedih, bahagia, rindu menjadi satu saat ini. Vanya tidak tau harus mengambil keputusan apa. Dia memilih ikut atau tetap tinggal disini?

Psychopath And Possessive Vedri (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang