2. Punishment🔪

8.5K 367 4
                                    

Malam hari sudah semakin gelap seharusnya semua orang sudah tertidur termasuk gadisnya. Dengan lihai dia memanjat pagar kemudian menuju balkon gadisnya. Setelah selesai dia membuka pintu tersebut dan seperti dugaannya pintu itu tidak terkunci sama sekali. Kalian pikir takdir berpihak padanya? Tentu saja tidak, jika pintu itu terkunci Vedri sudah memiliki kunci cadangannya. Cukup pintar bukan?

Dengan perlahan Vedri memasuki ruangan tersebut dan sorot matanya tertuju pada gadisnya yang tidur dengan wajah polosnya yang tidak merasa bersalah sama sekali. Gadis itu sungguh membuat Vedri gila. Seluruh chat bahkan telfon tak satu pun dibalas maupun diangkat olehnya.

Vedri duduk di pinggir kasur membelai lembut pipi Vanya menyingkirkan helaian rambut yang mengganggu penglihatannya. Dia mengecup wajah itu dengan lembut namun tidak dapat membangunkan sang gadis.

"Kau sungguh menggoda, babe. Tapi aku tau belum saatnya aku mengambil hakku seutuhnya sayang"

Kemudian dengan perlahan Vedri mengecup bibir itu lama dan mulai melumatnya dengan lembut. Dia mengambil benda kesayangannya dari saku kemudian siap untuk menggores. Vedri gores pisau tersebut ke lengan Vanya tanpa melepaskan pagutannya. Dengan perlahan mata Vanya terbuka dan ingin berteriak tapi dengan cepat tangan Vedri menahan tengkuk Vanya dan mulai menciumnya dengan brutal. Dengan sekuat tenaga Vanya memberontak tapi tidak ada gunanya.

Karena Vedri merasa Vanya kehabisan nafas dia melepaskannya, menatap bibir itu dan membersihkan jejak ciumannya menggunakan jarinya dan menjilat jari itu tanpa jijik sekali pun.

"Manis. Selalu menjadi candu bagiku baby" gumamnya sambil tersenyum ke arah Vanya yang masih saja menangis dalam diam.

"Ka-kamu kenapa ada di kamar aku Ved? Ka-kamu lew-argh... sak-it...Vedrii" teriaknya sambil menahan perih dari lengannya.

"Diamlah sayang! Kamu mau kalau orang rumah tau aku lagi di sini? Kemudian aku di larang buat ketemu kamu? IYA?!" bentak Vedri dan mampu membuat Vanyaterdiam dan masih bertanya-tanya kalau salah dia ada dimana.

"JAWAB DEVANYA!!" geramnya.

Vanya menggeleng dengan kuat sambil menahan perih karena sekarang Vedri sudah bermain di pahanya yang terekspos.

"Kamu punya mulut bukan? Atau kamu mau aku potong lidah kamu? Dengan senang hati sayang. Ayo buka mulutmu!" kata Vedri sambil menyeringai dan berdesis tepat di telinga Vanya. Tangisnya pun semakin menjadi jadi rasanya sakit fisik dan hati saat Vedri mengatakannya seolah itu adalah hal yang mudah. Miris memang.

"Ng-Nggak Ved, aku nggak ada maksud kayak gitu hiks... Aku cuman terkejut aja hiks... kamu tiba-tiba di kamar hiks... aku tengah malam gini hiks..." ucapnya terbata-bata di sela sela tangisnya.

"Terus kenapa nggak bilang dulu kalau mau pulang duluan? Hmm?" kata Vedri dengan wajah datar dan suara yang berat.

"Tadi a-aku khawatir hiks... sama Zora Vedri itu aja hiks... aku nggak ada maksud apa apa"

Kemudian Vedri menarik Vanya untuk masuk ke dalam dekapannya dengan darah yang masih saja mengalir dari tangan dan kakinya. Vedri berharap gadisnya bisa lebih tenang dalam pelukannya.

"Maaf"

"Iya Ved, gapapa kok"

"Kamu gaboleh ninggalin aku sendirian Vanya. Kamu harus selalu ada di samping aku dan kamu hanya milik aku. Milik seorang Vedri! Kamu harus ingat itu! Atau kamu harus nerima hukuman yang lebih dari ini. Mengerti sayang?" katanya menyeringai dan lembut di akhir.

"I-Iya Vedri aku ngerti" kata Vanya ragu karena besok dia harus segera pergi dari sini dan tinggal di rumahnya yang dulu, dia merindukan seseorang itu.

Psychopath And Possessive Vedri (On Going)Where stories live. Discover now