STD. 33

701 27 0
                                    

Malam yang semakin larut dengan cuaca yang hujan gerimis tiada henti, membuat orang-orang sangat enggan untuk keluar rumah.

Kasur empuk dan hangat, ditambah dengan makanan dan minuman yang menghangatkan diri sangat cocok dengan suasana yang dingin itu. Tapi tidak untuk Delia.

Gadis malang itu masih saja terbaring tidak sadarkan diri di lantai yang sangat dingin dan lembab. Bertemankan cahaya remang-remang dari lampu yang terpasang dan barang-barang yang sudah tidak terpakai disana.

Suara petir yang menggelegar membuat Rini terus saja memperhatikan gudang yang memang bersebelahan dengan tempat dia beristirahat. Meskipun telah selesai dengan pekerjaannya, ia tetap saja tidak bisa merasa tenang. Pikirannya terus saja teralih pada Delia yang sendirian didalam sana. Ia sangat khawatir dengan kondisi gadis tersebut.

"Persetan dengan ancaman wanita itu. Terserah dia mau apakan aku, yang penting gadis itu tidak apa-apa," gerutu Rini yang turun dari tempat tidurnya dan melangkah keluar kamar.

Karena rumah dan gudang itu berjarak, dengan sedikit berlari Rini pun berusaha untuk menghindari hujan yang bisa membuatnya basah.

Sampainya didepan gudang, Rini pun lantas melohat ke sekeliling terlebih dahulu. Untuk memastikan ada orang atau tidak.

Dirasa sudah aman, ia pun mengetuk pintu dan memanggil pelan nama Delia. "Delia ... ini saya, Rini," ucapnya yang masih mengetuk.

Tidak adanya respon, Rini pun mengulanginya lagi sekali. Masih dengan keadaan yang sama, membuat Rini semakin khawatir.

Menggunakan kunci cadangan gudang yang memang ia simpan, Rini pun membuka pintu tersebut. Saat di dorong, ia sedikit aneh, kenapa pintu itu rasanya berat saat ingin dibuka. Apakah pintu itu macet?

Saat pintu tersebut sudah terbuka selebar dua jengkal, Rini pun memasukkan kepalanya untuk mengintip apa yang sebenarnya mengganjal pintu itu.

"Astagfirullah, Delia!" pekiknya saat melihat gadis itu terbaring tidak sadarkan diri di lantai.

Dengan sekuat tenaga, Rini pun mendorong pintu yang terhalang tubuh Delia dengan kuat. Sampai ia bisa masuk dan duduk disamping gadis itu.

"Delia, bangun Delia. Ya Allah, apa yang sudah terjadi? Bangun Del," panggil Rini yang terus menepuk pelan wajah gadis tersebut dan sesekali mengusap telapak tangannya, agar dia segera tersadar.

Melihat keadaan Delia yang sangat mengenaskan, membuat hati Rini juga terenyuh dan teriris rasanya.

"Bangun Delia, sadarlah," lirih Rini yang menangis melihat penderitaan gadis tersebut.

Segala cara ia lakukan untuk menyadarkan Delia. Dan alhamdulillah usahanya pun berhasil. Jari lentik yang pucat itu bergerak disusul dengan kedua mata yang mulai terbuka secara perlahan.

"Alhamdulilah, akhirnya kamu sadar juga, Del," ujar Rini yang bernafas lega, sembari menghapus air matanya.

Delia yang baru saja sadar dari pingsannya pun berusaha untuk menetralkan penglihatannya dengan cahaya yang ada. Dan saat sudah jelas, hal yang pertama kali ia lihat adalah Rini yang memangku dirinya.

Menatap wajah wanita itu, mata Delia pun kembali berembun. Dan kemudian berhambur menangis memeluk perut Rini yang terduduk, dengan posisinya yang masih terbaring di pangkuan.

Didalam pelukan tersebut Delia mengerang menangis pilu. Air matanya terus berjatuhan membasahi pakaian Rini yang juga ikut menangis dan memeluknya.

Tidak jauh dari luar tempat gudang berada, seorang pemuda tengah berdiri dibawah pohon. Dengan hoodie hitam yang ia pakai sebagai penghalang hujan.

Surat Terakhir Delia ( on going )Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu