STD. 21

551 34 0
                                    

"Div," sentak Lakki yang menepuk bahu Dival. "Lo lihat apaan sih?"

"Ah, tidak ada," jawabnya yang mengalihkan arah pandangnya.

"Serius?" dan Dival pun mengangguk pelan. Meskipun sesekali lirikan matanya terus saja memandang sesuatu.

Tapi seakan tidak percaya, Lakki pun sedikit menyipitkan kedua matanya dan kemudian mengikuti arah pandang pemuda itu.

Sadar akan apa yang dilakukan oleh temannya itu, segera Dival pun mengubah arah pandangnya.

"Buk Mala?" gumamnya saat melihat apa yang sedang dipandang oleh Dival.

"Kenapa, Lak?" tanya Jeno yang berada di sebelahnya.

Bukannya menjawab pertanyaan dari Jeno, ia malah justru menoleh pada Dival. "Lu ngapain lihatin Buk Mala, Div?" tanya Lakki yang membuat atensi para temannya melihat ke mereka.

"Memangnya kenapa? Salah kalau gua lihat tuh guru?"

"Enggak sih. Tapi 'kan ...."

"Tapi apa?" tanya Dival menaikkan sebelah alisnya.

"It ...,"

"Eh, lihat deh. Itukan si kembaran Amel," potong Randa yang menunjuk kearah gadis itu berada.

"Maksud lo, Delia?" tanya Stefan yang diangguki oleh Randa.

"Memangnya kenapa dengan dia?" tanya Lakki yang menoleh pada Randa.

"Tidak ada sih. Hanya saja gua kadang merasa kasihan sama tuh cewek. Selalu dibully karena kekurangannya."

"Ya, kau benar Ran. Bahka tidak jarang Amel juga yang menjadi biang dari pembully'an itu," seru Stefan.

"Terkadang gua heran sama si Amel, bukannya nolongin malah dia yang semakin mempermalukan saudaranya sendiri. Sama seperti kemarin."

"Ada apa dengan kemarin?" tanya Dival.

"Emang lo gak tahu, Div?" tanya balik Randa yang digelengi oleh pemuda itu.

"Oh iya, gua lupa. Lo kan gak masuk kemarin ya," dan Dival pun memutar bola matanya malas.

"Kemarin itu Delia disiram pakai air bekas pel sama bagian circle Amel. Dan itu tepat sebelum pak Walang mengajar. Dan itu membuatnya telat masuk, karena harus membersihkan diri."

"Lo sendiri juga tahu 'kan, kalau pak Walang gimana orangnya? Dia paling gak suka kalau ada yang telat masuk disaat jam pelajarannya," terang Randa.

Tanpa sepengetahuan ketiga temannya, Dival menggenggam tangannya kuat. Bahkan rahangnya yang kokoh pun ikut mengeras saat mendengar ucapan dari Randa. Jujur, ia merasa sangat kesal saat mendengar itu semua.

"Aura disini kok rada mencekam, ya?" bisik Stefan pada Lakki.

"Lo juga ngerasa?" Stefan pun mengangguk.

"Lalu, setelah itu apa yang terjadi padanya?" lanjut tanya Dival yang berusaha menormalkan nada suaranya.

"Setelah itu kita tidak tahu lagi, Div. Soalnya waktu itu masing-masing diantara kita sudah masuk kelas semua," jawab Randa.

Menghela nafas dan membuangnya secara kasar, tidak lupa dengan kepalan tangan yang memukul pelan sepeda motor yang ia duduki.

"Lo kenapa Div?" tanya Jeno yang melihat tingkah temannya itu.

"Ah, eung ... Enggak kok. Ada nyamuk aja tadi disini, makanya gua pukul," kilahnya yang dimana Jeno tahu kalau dia sedang berbohong.

"Lo kesal, karena kita nyeritain tuh cewek? Atau ...." ucapannya pun terhenti saat pemuda itu menatapnya tajam.

Surat Terakhir Delia ( on going )Where stories live. Discover now