STD. 8

727 38 50
                                    

"Delia, kamu dimana, dek?" gumam Arnold yang sangat mencemaskan adiknya itu.

Sudah hampir setengah jam ia mencari keberadaan adiknya itu, tapi tidak kunjung ketemu. Ia pun celingukan mencari keberadaan Delia, ia telusuri kembali taman itu dengan seksama. Sampai akhirnya, ia pun melihat seseorang yang mirip dengan adiknya dari kejauhan.

"Itu Delia bukan, ya?" ucapnya yang ragu. Pasalnya, ia hanya melihat bagian belakang saja dan itu pun dari jarak yang cukup jauh. Akan tetapi, selain orang yang mirip dengan Delia, ia juga melihat seorang anak laki-laki yang tengah bercengkrama dengan anak perempuan itu.

"Sepertinya itu memang Delia, tapi yang sedang bersamanya itu, siapa?"

Karena penasaran, Arnold pun menghampiri mereka. Dengan sepeda yang ia tinggalkan begitu saja di pinggir jalan taman.

Seorang pria yang bisa dibilang sudah berkepala dua, datang menghampiri Johan dan Delia berada. Delia yang melihat kedatangan pria itu pun hanya bisa menatapnya dengan tatapan yang polos.

Sekilas pria itupun melihat kearah Delia, lalu beralih pada Johan. "Maaf jika mengganggu Tuan muda, Johan," ucap pria itu yang sepertinya seorang supir.

Johan yang sudah hafal dengan nada suara itupun segera menoleh ke sumber suara. "Oh, Pak Kasim. Ada apa, Pak?" tanya Johan pada pria yang bernama Kasim tersebut.

"Bu Nissa menyuruh saya untuk menjemput anda pulang," jawab Pak Kasim dengan sopan.

Seketika raut wajah Johan pun berubah. Ia sedikit kesal dengan apa yang ia dengar. "Apakah itu bisa nanti saja. Aku masih ingin bermain disini," protes Johan.

"Maaf Tuan, tapi Bu Nissa sudah menunggu anda di rumah."

Delia yang melihat Johan kesal pun segera mengambil tindakan. Di pegangnya kedua tangan Johan, lalu mulai menggerakkannya. Akan tetapi, Johan sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ia maksud. Bahkan Pak Kasim pun terdiam tidak mengerti.

"Dia bilang, pulanglah. Mungkin ibumu saat ini sedang mencemaskanmu," ujar Arnold yang baru sampai menghampiri mereka.

"Kau siapa?" tanya Johan.

"Aku kakaknya."

Mendengar hal itu, raut wajah Johan pun kini berubah kembali menjadi bingung. Delia yang melihat itu hanya bisa tersenyum kecil.

"Apakah itu benar, Jeje?" tanya Johan pada Delia.

"Jeje? Sejak kapan?" batin Arnold yang bergantian menatap Delia dan Johan.

Dan sebagai jawabannya, Delia pun menghentakkan tangannya yang sudah mengenakan gelang pemberian dari Johan. Hingga membuat lonceng yang berada di gelang itu berbunyi sekali. Johan yang mendengar itu pun hanya mengangguk mengerti saja.

"Tuan muda, ayo kita kembali pulang." pinta Pak Kasim lagi. Dengan menghela nafas, Johan pun setuju.

"Baiklah, aku akan pulang," ucapnya yang kemudian beralih pada Delia. "Aku pulang dulu ya, Jeje. Besok kita bertemu lagi disini, dan aku harap kamu datang. Supaya kita bisa bermain bersama lagi."

Mendengar ucapan dari Johan membuatnya  tersenyum dan mengangguk, lalu menggerakkan gelangnya kembali. Membuat Johan juga ikutan tersenyum.

Dan setelah itu, Johan beserta pak Kasim pun melenggang pergi meninggalkan Delia dan Arnold di sana.

"Cieee ... Yang dapat teman baru." goda Arnold yang mencolek pinggang Delia, membuat dirinya tersenyum lebar.

Inilah yang ingin dilihat oleh Arnold selama ini, senyum lebar dari sang adik yang selalu merasa kesepian. Walau bukan dirinya yang membuat Delia tersenyum lebar, setidaknya ia juga merasa bahagia.

Surat Terakhir Delia ( on going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang