STD. 45

250 16 5
                                    

"Hai," sapa Amel yang menepuk pundak Johan sembari tersenyum.

"Hai," seru pemuda itu yang juga tersenyum.

"Kok belum balik?" tanya Amel.

"Ini mau pulang." Amel pun ber-oh ria.

"Kamu pulang sama siapa?" tanya Johan.

"Gak ada sih. Soalnya tadi pagi diantar," jawab Amel.

Johan pun sejenak terdiam sambil melihat ke arah parkiran.

"Jadi, lo nunggu jemputan, ya?"

"Em ... gitu deh, kalau gak ada yang jemput paling aku nanti naik taksi atau angkutan lain," terang Amel dengan wajah penuh harap, yang ia alihkan ke arah lain. Dan saat berbalik, ternyata Johan sudah meninggalkannya sendirian.

Mengerucutkan bibirnya, gadis itu pun berjalan sendirian menuju pagar sekolah.

Johan yang berada di parkiran melihat Dival dan lainnya masih saja nongkrong di atas motor mereka. Tidak ada yang bicara saat pemuda itu melewati mereka yang menatapnya intens. Terlebihnya Dival yang enggan untuk menatapnya saat ini.

"Kalian kenapa menatapku seperti itu?" tanya Johan yang merasa risih.

Mereka pun lantas membuang muka dan berdeham. Memicingkan kedua matanya, Johan pun menatap balik mereka dengan bingung.

"Apa ini tentang kejadian di kantin tadi?" ungkap Johan, dan tidak ada yang menjawab.

Menghela nafas berat, ia sekarang tahu alasan tatapan teman-temannya tersebut.

"Come on, guy's. How much do you like him?"

"Ada alasan kenapa kami tidak menyukainya, Jo. Lo yang baru mengenal dan melihatnya sesekali mungkin bisa berkata seperti itu. Tapi, sekali aja lo melihat sifat dan kelakuannya ...," ucapan Lakki terpotong oleh Dival.

"Sudahlah, Lak. Percuma menjelaskan, dia gak akan mengerti dan mendengarkan. Karena baginya, teman masa kecilnya itu lebih berharga, dari apapun."

Setelah mengatakan itu, Dival melempar sebuah helm kepada Johan yang langsung ditangkap oleh pemuda itu. Setelahnya ia pun pergi menggunakan motornya bersama yang lain.

Menatap helm, lalu menatap kepergian teman-temannya. Terukir senyum kecut di wajahnya. Tidak ingin ambil pusing, ia pun juga mengambil motornya keluar parkiran.

Berhenti tepat di hadapan Amel. "Naik," ujar Johan sedikit lesu sembari memberi helm yang dipinjamkan oleh Dival.

Tersenyum senang. "Serius?"

Mengangguk, "Iya, ayo. Aku antar sampai rumah."

Mengangguk cepat, Amel pun memasang helm nya dengan cepat dan naik ke motor Johan dan langsung memeluknya. Membuat Johan sedikit tersentak, tapi ia membiarkannya saja.

"Sudah siap?"

"Iya. Ayo."

Kedua insan itu pun melesat meninggalkan area sekolah. Di belakang, Amel begitu senang, karena rencananya berhasil membuat Johan luluh padanya.

Di rumah, Delia yang tengah menggosok pakaian berusaha untuk tetap terjaga dan tersadar meski harus melawan rasa sakit dan lemas di seluruh tubuhnya.

Sakit kepala yang awalnya sempat berhenti, kini datang kembali. Diiringi dengan hidungnya yang mimisan. Segera ia menengadah ke atas sebelum menetes ke pakaian Arin yang sedang ia gosok.

Merasa tidak ada hentinya, Delia pun pergi menuju kamar mandi, dan tanpa ia sadari jika setrika yang ia pasang terjatuh dan menimpa pakaian Arin.

Arin yang baru keluar dari kamar pun langsung mencium bau gosong.

Surat Terakhir Delia ( on going )Where stories live. Discover now