STD. 11

642 28 4
                                    


🥀🥀🥀

Semua kehidupan, pasti akan bertemu dengan kematian. Dan setiap pertemuan, akan berakhir dengan perpisahan. Begitupun dengan orang yang aku sayangi, kini mulai meninggalkanku sendirian. Dan kisahku pun baru dimulai.

***

Malam berganti pagi yang cerah. Waktu yang pas untuk memulai hari dengan aktifitas yang menyibukkan diri.

Seperti kata pepatah, awali hari dengan senyuman. Tapi siapa sangka, di pagi yang cerah itu sebuah tragedi pun terjadi. Yang membuat banyak orang kehilangan senyumnya.

Waktu libur telah berlalu, kini Lingga sudah harus kembali berkerja. Dengan pakaian yang sudah rapi, ia pun bergegas menuju ke mobilnya.

"Papa," panggil Amel yang sedang bermain bola di halaman rumah.

Lingga pun menoleh, "Ada apa, hem?"

"Main bareng, yuk?" ajak Amel dengan wajah yang di imutkannya.

Dengan tersenyum, Lingga pun mengusap surai Amel. "Lain kali ya, sayang. Papa harus berangkat kerja."

"Yah Papa ... Sebentar saja. Ayolah ...," bujuk Amel dengan wajah memelas dan menarik-narik tangan Lingga.

Tidak tega menolak permintaan sang anak, terpaksa Lingga pun menurutinya.

"Oke. Sebentar saja, ya," ucap Lingga, yang membuat Amel mengangguk senang.

Akhirnya, Lingga pun menunda pekerjaannya sebentar demi bermain dengan putrinya tersebut. Sedangkan di dalam rumah, Arin tersenyum senang melihat suami dan anaknya bermain bersama. Terkadang ia pun tertawa kecil saat melihat kelakuan mereka yang berebut bola.

Namun, di sisi lain tempat mereka berada, ada sepasang mata yang memperhatikan kebahagian keluarga tersebut. Siapa lagi kalau bukan Delia, yang melihat dari balik pohon di halaman rumahnya.

Melihat keluarganya bahagia, sebuah senyum pun terukir di sudut bibirnya. Karena ini lah yang diinginkannya. Akan tetapi, meskipun tersenyum air matanya tetap mengalir. Namanya perasaan tidak bisa dibohongi.

Ia ingin seperti Amel, yang dicintai dan disayangi oleh seluruh anggota keluarga. Bisa tertawa bahagia, sama seperti saudaranya saat ini. Akan tetapi ia sadar, bahwa kehadirannya hanya akan merusak suasana.

Melihat keluarganya bisa bahagia, cukup untuknya juga ikut bahagia.

"Del," panggil Arnold yang memegang pundak Delia. Ia yang terkejut pun langsung menghapus sisa air matanya, dan menoleh ke arah Arnold.

"Kamu gak ikut main?" dan Delia pun menggelengkan kepalanya lirih.

"Kenapa?"

"Gak apa-apa. Kakak sendiri, gak sekolah?" tanya Delia menggunakan bahasa isyarat.

"Enggak. Hari ini guru Kakak sedang ada rapat, jadi semuanya diliburkan."

Delia yang paham pun hanya mengangguk saja. Lalu, ia teringat akan Johan. Bukankah mereka ada janji untuk bertemu lagi hari ini?

"Kak, aku izin mau ke taman, ya?" pintanya.

"Mau ngapain ke taman sepagi ini?" bukannya menjawab, Delia justru tersenyum malu.

Awalnya Arnold bingung dengan sikap dari Delia, "Aaa ... Aku paham," ucap Arnold. "Kau pasti ingin menjumpai temanmu yang kemarin, kan?" goda Arnold yang mencolek pipi adiknya itu.

Karena tebakan kakaknya itu benar, ia pun hanya mengangguk. "Boleh, kan?"

"Boleh. Tapi dengan satu syarat."

Surat Terakhir Delia ( on going )Where stories live. Discover now