Chapter 03

3.1K 444 13
                                    

Cale yang kehilangan jiwa diseret dengan senang hati oleh Naruto. Hidungnya tanpa sadar mencium aroma yang tidak asing.

"Nii-san kita sudah sampai." Mata Naruto terlihat gembira. Seakan kegembiraan dengan cepat menghilang dan tergantikan dengan perasaan gelisah dari Naruto.

Cale yang mulai menyadari hal itu segera menggenggam balik tangan Naruto membimbingnya kedalam kedai Ramen Ichiraku.

"Bukankah kau lapar ? Jangan ragu kau bisa memesan sepuasnya."

Sesampainya mereka didalam pandangan semua orang tertuju pada mereka berdua. Tapi Cale dengan acuh tak acuhnya mengabaikan tatapan itu dan terus menggenggam tangan Naruto.

"Paman pesan menu spesial 2 porsi ukuran biasa dan jumbo. Dan juga tambahkan ekstra daging untuk porsi jumbonya."

Pemilik kedai dan semua orang menatap seorang bocah berambut semerah darah itu dengan tatapan penasaran dan kagum dengan kecantikannya.

Merasakan gerakan disampingnya. Cale menyadari tingkah Naruto yang tadi aktif menjadi terdiam dan menundukkan kepalanya seakan takut dikenali oleh orang lain.

"Kenapa kau menundukkan wajahmu? Kau bukan seorang penjahat atau apapunkan?" Naruto segera tersentak dan menegakkan tubuhnya.

"A...aku bukan Nii-san. Hanya saja-" perkataan Naruto terpotong oleh tatapan tajam yang bukan diarahkan untuknya tetapi untuk semua orang yang mengarahkan pandangan terhadap mereka berdua.

"Dan kalian mengapa tidak meneruskan makanan kalian dan melihat hal yang tidak penting. Lebih baik kalian makan dengan baik. Atau ramen kalian tidak akan enak lagi dan mengecewakan pemilik kedai." Terlihat semua orang kembali terfokus pada makanan mereka masing-masing. Tapi masih ada yang mencuri pandang ke arah mereka berdua.

Sungguh gadis cantik yang baik hati.

Ayame dan Ayahnya merasa terharu dengan ucapan yang Cale katakan kepada semua pelanggannya.

Kenapa punggungku terasa dingin.

Segera Cale dan Naruto mengambil tempat duduk berdampingan. Tak berapa lama pesanan mereka telah datang. Cale memberikan mangkuk jumbo pada Naruto. Bocah pirang itu langsung mengalihkan tatapannya kepada Cale.

"Nii-san aku tak perlu ini lebih baik aku porsi yang biasa saja."

"Makan saja lagipula kau masih tahap pertumbuhan kau harus makan yang banyak."

Perasaan Naruto perlahan terasa hangat. Pertama kalinya ada orang yang memperdulikan dirinya tanpa memandang dia sebagai bocah pengganggu.

Naruto segera menyantap ramen yang selalu diinginkannya. Namun dia harus selalu berhemat untuk pengeluarannya yang di berikan oleh seorang kakek yang setiap bulan mengunjunginya untuk memberikan uang bulanan.

Kebiasaan Cale yang tak pernah hilang seperti mengelap noda makanan yang mengotori wajah anak-anaknya kini dialami oleh Naruto sendiri.

Naruto sempat terkejut. Pipinya perlahan mulai memerah dan melanjutkan makannya dengan wajah tertunduk seperti ingin mencelupkan wajahnya kedalam mangkuk ramennya. Agar tak terlihat jelas bahwa kepalanya sudah semerah tomat.

Kenapa nasib protagonis di dunia ini begitu malang. Pasti dia belum makan  sampai seperti ingin menelan bersama mangkuknya.

"Jangan terburu-buru kunyah perlahan atau kau akan tersedak."
Cale mencoba menasehati Naruto dan melanjutkan makanannya.

Jantungku rasanya mau lepas.

Dada Naruto berdebar kencang. Tanpa menghiraukannya Naruto tetap melanjutkan memakan ramennya.

Adegan itu tak luput dari pandangan semua orang. Adapula yang tercengang melihat postur makan dari bocah berambut merah yang terlihat menawan. Terlihat seperti dia memakan sesuatu hidangan mahal. Menghiraukan sekeliling Cale terus melanjutkan makanannya.

Caranya terlihat elegan sekali.

Ah~ aku iri sekali dengan bocah di sampingnya.

Dia berasal darimana?

Dan masih banyak pemikiran orang-orang pada bocah merah itu.

Akhirnya setelah menyelesaikan makanan mereka. Cale mengeluarkan sekoin emas yang sudah terlebih dulu di simpan ke dalam saku agar tidak ada yang curiga padanya.

"Terima kasih untuk makanannya Nee-san ramen buatan paman sangat enak." Cale menyerahkan koin emas pada Ayame.

"I, ini emas..." Ayame dan Ayahnya terkejut bukan main. Sampai-sampai tangan Ayame yang menerimanya terlihat bergetar.

"Ada apa. Masih kurang?"

Naruto dan yang lain hanya bisa tercengang dengan perkataan Cale seakan itu hal yang biasa dilakukan bocah berumur 9 tahun.

"Ti, tidak perlu. Tapi aku tidak punya kembaliannya."

"Tak perlu Nee-san simpan saja." Tak lama kemudian Cale dan Naruto dengan cepat pergi meninggalkan kedai.

"A, ayah tolong cubit aku jika ini mimpi." Ayahnya segera mencubit pipi anaknya. Ayame yang merasakan sakit segera tahu bahwa ini bukanlah mimpi. Ayame dan ayahnya menangis terharu seakan ada seorang malaikat cantik yang makan di kedai kecil mereka dan memberikan sekoin emas murni.

Oh, malaikat kecil yang baik hati.








Kenapa punggungku terasa dingin lagi.

"Nii-san kau kedinginan?"

"Aku baik-baik saja."

Kenapa dia harus berbohong. Tubuhnya terlihat menggigil seperti itu.

"Dimana rumah Nii-san?"

"Aku sudah tidak memiliki rumah lagi. Lagipula mereka sudah pergi ketempat yang tak bisa dijangkau."

Ini semua ulah Dewa sialan yang terus mengganggu hidupku. Pasti mereka semua bisa bersantai dan bermalas-malasan disana. Betapa aku iri terhadap mereka.

Cale terlihat menghela napas lelah.

Jadi dia sama sepertiku?

Bisakah aku berharap dia menjadi keluargaku?

" Kau bisa tinggal dirumahku semaunya. Kalau Nii-san tidak keberatan. Aku juga tinggal sendirian."

"Benarkah? Kau tak keberatan dengan itu?" Naruto menganggukan kepalanya dengan penuh semangat.

"Baiklah, aku akan mengikutimu."

Lagipula ini gratis.

Naruto terlihat gembira melihat Cale ikut bersamanya.

Aku tidak sendirian lagi.

Dengan pemikiran masing-masing mereka melanjutkan perjalanan pulang. Sejenak Cale dan Naruto mampir ke toko pakaian. Untuk dirinya dan membelikan Naruto baju. Walau agak susah meyakinkan bocah pirang itu. Tapi usahanya berhasil untuk membelikan baju untuknya.


Kehidupan Ketiga Cale HenituseWhere stories live. Discover now