BAB 43

174 24 0
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit


Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!



***



Elvan mengalihkan pandangannya dari koran yang dibacanya saat pintu kamar inapnya dibuka, menampilkan sosok Rayan disusul oleh dua orang perawat yang mendorong ranjang rumah sakit di mana Satya berbaring. Elvan menghampiri Rayan yang memperhatikan perawat menempatkan posisi ranjang Satya.

Rayan tersenyum. "Semuanya baik-baik saja," ucap Rayan saat melihat wajah khawatir Elvan yang terlihat sangat jelas. "Tuan Satya akan sadar besok pagi. Paling cepat Tuan Satya akan bangun tiga atau empat jam lagi."

Elvan mengangguk. Ia lega operasinya berjalan dengan lancar.

"Kalau begitu saya pamit dulu," kata Rayan setelah perawat mengecek tubuh Satya sebelum meninggalkan kamar inap. "Saya akan mengunjungi Tuan Satya setiap tiga jam sekali."

"Terima kasih, Dok." Elvan menatap Rayan dengan tersenyum kecil.

Rayan segera pergi dari kamar inap meninggalkan Elvan seorang diri bersama Satya.

Elvan menghampiri Satya yang terbaring di ranjang rumah sakit. Ia menggenggam tangan Satya dengan lembut dan membelai wajah suaminya yang sedikit pucat dengan tangannya yang lain.

Perasaan Elvan saat ini campur aduk antara senang dan sedih. Ia senang bisa mengabulkan keinginan Satya dan secara tidak langsung juga keinginannya sendiri untuk memiliki keturunan bersama Satya. Namun ia juga sedih karena dengan tidak langsung dirinya sudah membuat suami tercintanya harus berkorban begitu besar untuk dirinya.

Operasi hari ini hanya jalan menuju ke kehidupan mereka yang mungkin akan sulit di masa depan. Saat memutuskan untuk menikahi Satya, ia sudah merencanakan apa saja yang akan ia lakukan. Namun kini rencananya harus ia ubah. Karena cepat atau lambat, mereka pasti akan memiliki anak. Dan mau tidak mau, mereka harus bersembunyi dari masyarakat untuk sementara waktu, setidaknya selama Satya hamil dan melahirkan hingga anak mereka berusia lima tahun.

Elvan menghela napas pelan. Tampaknya ia harus menjual apartemen yang ia beli untuk Satya sebagai hadiah pernikahan mereka secepatnya dan membeli sebuah rumah di pinggiran kota. Sehingga setelah Satya lulus kuliah, mereka bisa langsung pindah.

Melihat dari sikap Satya, ia yakin suaminya itu pasti ingin segera cepat hamil. Dan Elvan harus sebisa mungkin membuat Satya untuk tidak hamil selama ia kuliah. Kalau tidak, itu akan menjadi bencana bagi mereka. Tidak masalah jika orang-orang bisa menerima kehadiran mereka, sayangnya ini di Indonesia dan hubungan seperti mereka ini tidak bisa diterima. Jadi sebisa mereka untuk bersembunyi sebaik mungkin supaya tidak diketahui oleh orang-orang.

Namun itu hanya rencana Elvan, ia masih harus mendiskusikannya dengan suaminya. Walau ia melakukan semua itu demi kebaikan mereka bersama, tetapi ia tetap harus menghargai pendapat suaminya. Ia tidak bisa bersikap egois dengan mementingkan pendapatnya sendiri.

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Where stories live. Discover now