BAB 35

213 26 0
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit



Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!



***



Mereka berdua masih saling berdiam diri walau sudah berada di kosan.

"Sudah malam, tidurlah!" pinta Elvan kepada Satya yang berada di dalam pelukannya.

"Kamu juga tidur," ujar Satya dengan suara yang masih serak usai menangis.

"Ya." Elvan mengelus kepala Satya sambil sesekali mencium kening kekasihnya.

Elvan membuka kedua matanya setelah memastikan Satya tertidur. Dengan tangan yang masih sedikit bergetar, ia terus mengelus kepala Satya dan mengecup keningnya berkali-kali. Ia mencoba untuk berpikir positif, tetapi bayang-bayang Satya akan meninggal membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

Dari sekian banyak orang, kenapa tuhan ingin mengambil kekasihnya? Apakah tidak cukup bagi tuhan untuk mengambil semua kebahagiaannya selama ini?

Selama ini ia tidak pernah mengeluh dengan apa yang terjadi kepada dirinya. Namun kenapa tuhan begitu tega ingin mengambil orang yang dicintainya?

Membayangkan waktu yang dimilikinya bersama Satya hanya sedikit membuat Elvan mengeluarkan air mata tanpa ia sadari.

Elvan menghapus air matanya saat Satya bergerak dalam dekapannya. Tangannya mengelus kepala Satya. Setelah memastikan Satya tidak akan terbangun, Elvan melepaskan Satya dan beranjak dari tempat tidur. Dengan langkah pelan ia meninggalkan kamar.

Elvan duduk di sofa depan kosan dan air matanya kembali mengalir. Selama ini ia tidak pernah menangis tentang apapun, tetapi saat ini, tidak mungkin bagi dirinya untuk tidak menangis di saat ia akan kehilangan kekasihnya.

Setelah menenangkan diri, Elvan menelepon Nurhadi.

"Ada apa, Van?" suara Nurhadi dari seberang telepon. "Tumben kamu meneleponku malam-malam?"

"Apakah aku mengganggu tidurmu?"

"Tidak. Hei, apa apa dengan suaramu?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit flu. Hadi, bisakah aku meminta bantuanmu?"

"Bantuan apa yang kamu inginkan dariku?"

"Aku minta tolong, bisakah kamu menjualkan apartemen dan mobilku?"

Tidak ada pilihan bagi Elvan selain menjual semua asetnya untuk mengobati Satya. Seharusnya ia memasukkan Satya ke asuransi, tetapi karena keteledorannya, ia tidak memikirkan hal itu. Walau Elvan yakin orang yang terkena kanker pasti akan meninggal, tetapi ia masih memiliki harapan untuk membawa Satya berobat. Tidak masalah jika itu hanya bisa memperpanjang umur Satya walau hanya satu hari, setidaknya satu hari sangat berharga bagi dirinya.

Belahan Jiwa [BL | MPREG]Where stories live. Discover now